Happy Reading, sorry for typo.
Awalnya aku berpikir, setelah Sakha pulang ke rumah, sifatnya akan kembali seperti semula. Tapi nyatanya tidak.
Setelah kejadian memalukan waktu itu, aku tak bisa lagi berhadapan dengan dokter yang memeriksa Sakha. Menahan malu saat bersama Mama, Papa dan Sakti.
Tak habis-habis membuatku malu, Sakti terus menyinggung kejadian memalukan itu di saat kami bertemu. Di saat seperti itu Sakha kembali ke raut lempengnya, tak peduli jika dirinya habis di ciduk melakukan hal yang tidak senonoh di tempat umum seperti rumah sakit. Meskipun kami suami istri, rasanya tidak etis melakukan hal itu.
Beberapa hari istirahat di rumah, Sakha mulai kembali beraktifitas. Setelah aku dan Mama memastikan keadaan Sakha sudah baik-baik saja, meski sikapnya tak berubah seperti dulu lagi.
Anehnya perubahan Sakha hanya di perlihatkan padaku dan keluarga saja, di hadapan anak buahnya Sakha tetap menjadi sosok atasan berdarah dingin.
Sakha menjadi manja, tapi hanya berlaku kepadaku saja. Sakha juga sensitif, mudah tersinggung dan merajuk jika keinginannya tidak di penuhi. Mood Sakha juga naik turun, mudah tertawa dan mudah pula emosi. Tidak sedatar dulu.
Sakha yang jarang sekali meminta apapun padaku tiba-tiba memiliki banyak sekali keinginan yang harus di penuhi, bahkan hal sekecil apapun itu. Salah satunya, Sakha hanya ingin makan masakanku. Masakan restoran langganannya pun, Sakha tak akan bisa makan.
Sebenarnya satu hal terlintas di kepalaku melihat perubahan Sakha yang tiba-tiba, tapi aku tak mau memikirkannya lebih dalam karena tak mau berujung dengan harapan.
Tapi sudah beberapa hari berlalu, setelah Sakha kembali sibuk dengan pekerjaannya. Hal yang berusaha aku tepis terus saja bermunculan di kepalaku, sampai pada akhirnya aku mulai tak tenang jika aku tak menghiraukannya.
Pada akhirnya aku mengalah pada hatiku, membiarkan diriku berharap yang entah nanti akan berbuah manis atau pahit.
Di pagi hari, bahkan matahari saja belum menunjukan keberadaannya. Aku berdiri di depan wastafel, menatap lima bungkus tes kehamilan yang aku beli diam-diam kemarin. Iya, aku sengaja tak memberitahu siapapun soal ini karena aku tak mau memberi harapan yang sama pada siapapun selain diriku.
Anjuran yang di sarankan petugas apotik, aku harus memakai testpack itu di pagi hari, menggunakan air kencing pertamaku di pagi hari agar hasilnya akurat.
Sepuluh menit berlalu, keberanianku kemarin surut begitu saja. Rasa takut itu kembali hadir kala hendak membuktikan jawaban atas harapanku.
Setelah menekadkan hatiku dan pasrah dengan apapun hasilnya, aku mengambil tiga dari lima tespack yang aku beli. Sengaja aku membeli dengan merk yang berbeda, agar keakuratannya tidak di ragukan.
Aku melakukan semua petunjuk yang tertulis, tiba waktunya aku menunggu hasil. Aku menunggu dengan harap-harap cemas.
Jam masih menunjukan angka lima subuh, Sakha belum bangun dari tidurnya. Sakha bukanlah kategori morning person sepertiku, dia hanya akan bangun jika mendengar alarm atau suaraku yang membangunkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flawless Wife [End]
RomanceTentang Gempita yang menceritakan kisah kehidupan pernikahannya dengan seorang Sakha, cucu pewaris Pramadana. Tentang Gempita yang perlahan mulai merasakan cinta terhadap Sakha, bagi Gempita mencintai Sakha adalah sebuah kesalahan. Tapi, Gempita t...