24. HATI-HATI

263 41 45
                                    

▬▬ VILLAIN ▬▬

.

.

.

"𝑲𝒆𝒉𝒂𝒕𝒊-𝒉𝒂𝒕𝒊𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒔𝒆𝒅𝒊𝒌𝒊𝒕 𝒍𝒆𝒃𝒊𝒉 𝒃𝒂𝒊𝒌 𝒅𝒂𝒓𝒊𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒌𝒆𝒕𝒆𝒓𝒈𝒆𝒔𝒂𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒃𝒂𝒏𝒚𝒂𝒌."

.

.

.

꧁ 亗 ꧂

Pergantian waktu telah berlalu. Langit yang tadinya gelap gulita, perlahan diterangi sinar hangat sang surya.

Suasana sejuknya pagi menyapa panca indra, memberikan kesan familiar yang sangat nikmat dengan ketenangan.

Cairan kecoklatan bening tertuang halus memenuhi cangkir kecil, lalu disajikan.

Hangat, sehingga mengeluarkan aroma yang begitu khas. Diangkatnya tatakan beserta gagang berhias selaras, lantas ia seruput teh itu dengan tenang.

"Hmm... aku suka tempat ini," ucapnya seraya meletakkan cangkir ke atas meja.

"Fasilitas yang memadai, makanan yang lezat, lalu ... pelayanan yang layak. Apa cuma perasaanku, atau memang baru kali ini kita menemukan bangsa Xenebrian yang jauh dari kata bar-bar?" gumamnya sambil mengingat-ingat.

"Bagaimana menurutmu, Evan?" Lalu dia melirik si pelayan.

"Sama, Tuanku. Selama ribuan tahun, bangsa ini terkenal dengan keganasan dan sifatnya yang kasar. Seumur hidup, tiada saya menemukan perlakuan seperti ini dari mereka kecuali sekarang," jawab si pelayan yang setia berdiri di belakang.

Matanya berputar dan memperhatikan ruangan yang ditempati seperti menelisik.

Saat sibuk dengan pikirannya sendiri, sesuatu tiba-tiba keluar dari lengan bajunya.

"Selamat pagi, Nalze, apa tidurmu nyenyak?" sapa riang si tuan kepada ular hijau seukuran genggaman tangan yang baru saja keluar dari lengan bajunya.

Mata emas terang dengan pupil tipis vertikal. Mengikuti gerak tangan sang tuan, hewan itu terus mengeluarkan desis seperti sedang berkomunikasi.

Sang majikan juga ikut mengangguk, seakan mengerti dengan bahasa ular tersebut.

"Kau juga merasakannya 'kan?" tanyanya, lantas dijawab dengan elusan dari si ular. Rasa kepuasan kemudian menguasai seluruh batinnya. "Sudah kuduga pilihanku tidaklah salah."

"Tetapi, Tuanku, bukankah ini bisa menjadi bentuk penghina terhadap bangsa kita?" celetuk si pelayan, mendadak bersuara.

Alis sang tuan bertekuk tidak suka. "Kau meragukan keputusanku?"

"B-- bukan! Maksud saya--"

"Meragukan keputusanku, sama seperti bentuk pengkhianatan. Kau sadar atas apa yang kau perbuat barusan?"

"A-- ampun, Tuanku, lisan ini telah melakukan kesalahan!" Evan si pelayan dengan pasrah bersujud tepat dihadapannya. Segera menyadari bahwa perkataannya telah melebihi batas.

Mengabaikan hal tersebut, si tuan bersenandung ria lalu menaruh perhatiannya ke arah jendela. Pemandangan di luar begitu asri dengan pohon-pohon yang subur.

VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang