29. KAMI DAN MEREKA

204 30 28
                                    

▬▬ VILLAIN ▬▬

.

.

.

"𝑩𝒂𝒓𝒂𝒏𝒈𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒎𝒆𝒏𝒚𝒂𝒍𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒑𝒊 𝒇𝒊𝒕𝒏𝒂𝒉, 𝒎𝒂𝒌𝒂 𝒅𝒊𝒂 𝒔𝒆𝒏𝒅𝒊𝒓𝒊 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒋𝒂𝒅𝒊 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒃𝒂𝒌𝒂𝒓𝒏𝒚𝒂." - 𝑨𝒍𝒊 𝒃𝒊𝒏 𝑨𝒃𝒊 𝑻𝒉𝒂𝒍𝒊𝒃

.

.

.

꧁ 亗 ꧂

Berita buruk mengguncangkan seluruh penghuni mansion.

Kabar bahwa permata beku telah dicuri menjadikan mereka kocar-kacir, kalut dengan pikiran sendiri.

"Temukan permata itu sampai dapat!"

Seruan sang tuan seperti alarm yang menggetarkan kepala mereka.

Sebagiannya sibuk memikirkan tentang apa yang akan menimpa mereka, dan sebagian lagi berusaha keras dengan harapan masalah ini berakhir secepatnya.

Dibandingkan itu, situasi yang paling runyam dialami oleh para pengawal benda yang dicuri. Mereka yang bertugas menjaga permata itu, maka mereka 'lah yang akan mendapatkan hukuman paling berat.

Melihat betapa kusutnya situasi, mengharuskan Blaze untuk turun tangan secara langsung.

"Tuan Muda, jika Anda berkenan, saya memohon untuk ikut membantu," usul Taufan seraya berlutut.

"Baiklah, Taufan, bergabunglah dengan pasukan yang ada di bagian utara."

"Baik!"

Permata beku, satu benda yang mampu menyebabkan segalanya kacau balau. Bukan sekedar benda sepele yang bisa diabaikan.

Bahkan hampir semua benda di tempat ini, tidak sebanding dengan keberadaan benda itu. Salah satu permata yang dianggap sebagai simbol persatuan Rexford dengan sekutu.

Dikenal sebagai pusaka keluarga, menjadikannya sebagai jembatan antara satu dan yang lainnya. Dengan artian, jika simbol itu hilang, sama saja seperti memutus hubungan dengan mereka.

"Sulit dipercaya. Benda itu tidak mungkin hilang begitu saja," gumam Blaze sembari mengerutkan alisnya.

Sebagai benda penting, sudah sepatutnya penjagaan terhadap permata itu bukanlah prosedur yang main-main. Diletakkan di tempat yang baik, diawasi pula dengan pengawalan terpilih.

Mustahil semua ini terjadi secara kebetulan.

"Oh, ya ampun, telah terdengar kabar bahwa permata beku telah dicuri."

Saat berbalik, Blaze mendapati sesosok pria berpakaian bangsawan sedang tersenyum dengan wajahnya yang keriput.

Tunggu, sepertinya Blaze mengenali lelaki tua ini.

"Count Rigel?" Mimik muka Blaze menunjukkan ketidaksukaan. "Untuk apa kau di sini?"

"Salam hormat hamba kepada masa depan Xenebris." Pria tua itu membungkuk, memberikan hormat. "Maksud kedatangan hamba, ialah ingin memberikan sebuah kabar dari luar kemari. Namun sepertinya, kedatangan hamba telah didahului oleh berita yang jauh lebih hangat," imbuhnya, sembari melirik kecil.

VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang