32. LEPAS

123 28 13
                                    

▬▬ VILLAIN ▬▬

.

.

.

"𝒀𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒎𝒂𝒎𝒑𝒖 𝒎𝒆𝒎𝒂𝒂𝒇𝒌𝒂𝒏 𝒊𝒂𝒍𝒂𝒉 𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒍𝒊𝒏𝒈 𝒃𝒆𝒓𝒌𝒖𝒂𝒔𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒉𝒖𝒌𝒖𝒎." - 𝑨𝒍𝒊 𝒃𝒊𝒏 𝑨𝒃𝒊 𝑻𝒉𝒂𝒍𝒊𝒃

.

.

.

꧁ 亗 ꧂

Pintu berbunyi keras, lantas tampak seorang lelaki jangkung masuk dengan wajah yang memerah dan mata yang menatap marah.

"Kakak, apa maksudnya ini? Anak itu masih hidup dan ia berkeliaran di luar sana!!"

Berita yang sama sekali tak pernah ia harapkan ada. Keselamatan nyawa seorang pengacau dalam hidupnya---Aizael.

Terakhir kali parasit itu ada, hanya kesialan yang mengikutinya. Ia dengan bersusah payah mengusir hama itu menggunakan segala cara.

Dan sekarang? Dia masih hidup?!

Jika bukan karena 'bayangan itu', Frostfire yakin, berita ini tidak akan sampai kepadanya.

Menanggapi si Adik, manik jingga gelap di seberang hanya melirik sekilas lalu kembali menatap kertas yang di tangannya.

Ini membuat si lelaki ganjil, mengapa Sang Kakak bisa sebegitu tenang tatkala mendengar aduannya?

"Jadi, kau menimbulkan keributan, mengusik kediamanku, lalu datang hanya untuk hal seperti itu?"

Dengan cepat rahang Frostfire menegang mendengarnya. "Hanya? Apa maksudnya dengan 'hanya'?! Ini masalah serius, Kakak!"

"Apa menurutmu itu jauh lebih serius ketimbang urusan yang berhari-hari ada di mejaku ini?"

"Ya!" serunya. "Dan aku sudah mati-matian berupaya agar anak itu lenyap untuk selama-lamanya!!"

Dia kembali melirik. "Lalu? Apa masalahnya?"

Intonasi acuh tak acuh itu cukup membakar sumbu kesabarannya. Sungguh tak pernah sekalipun Kakaknya ini mengabaikan keinginannya, apalagi tentang si anak bodoh itu.

Naik pitam, ia pun meninggikan nada bicaranya, "ITULAH MASALAHNYA!!"

...

Bagai kesunyian yang datang sebelum badai, Frostfire bisa merasakan perubahan suasana yang timbul setelah perbuatannya.

Yang awalnya tenang, kini sesak dan mencekam

Di saat itulah, ia mendapati tangan sang Kakak meremat kuat kertas yang ada di tangannya. Lalu, berbalik dengan tatapan nyalang. "Kau berani membentakku?!"

"..."

Sungguh, tak ada keberanian ia untuk melawan.

Sekalipun yakin bahwa sang Kakak tak akan sampai melukainya, ketahuilah, ketakutannya masih jauh lebih besar daripada kenyataan itu.

Namun, ia tak bisa hanya diam.

"Izinkan aku melakukan ekspedisi militer."

Blazarius melempar kasar tumpukan kertas ke atas meja. "Untuk apa? Untuk mengejarnya? Hanya - untuk - mengejarnya?!"

VILLAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang