𝟎𝟏

346 16 0
                                    


·˚ ༘₊· ͟͟͞͞꒰➳

𝐍𝐨𝐰 𝐥𝐨𝐚𝐝𝐢𝐧𝐠. . .

↷✦; w e l c o m e ❞



𝐒udah dua hari berlalu, semua ini terasa tidak nyata baginya. Padahal beberapa hati yang lalu ia masih bersekolah seperti biasa sama layaknya kebanyakan remaja. Namun lihatlah saat ini, sungguh ia bisa gila.

Terbangun di ranjang seseorang yang bahkan ia tidak ketahuilah, tentu saja ia terkejut. Tapi dia tidak bodoh, dia mengerti apa yang sebenarnya terjadi untuk kali ini.

Dari luar terdengar tapak sepatu menggema, perlahan berhenti dan mengetuk pintu.

"Kau sudah bangun, Aslyn?"

"Ah ya, masuklah. Pintunya tidakku kunci"

Pintu dibuka memperlihatkan wanita yang dapat dibilang cukup tinggi dari kebanyakannya, di wajahnya terdapat garis, tidak dua garis yang membentuk bunga.

Aku tau dia. Sangat tau.

Ya Tuhan! Semua ini terasa mimpi! Baru saja dua hari yang lalu aku bertengkar dengan ibu, sekolah seperti biasa-maksudku ini sangat tiba tiba!

Walau aku menyukainya sih, tapi...

.

Suara teriakan terdengar jelas hingga keluar rumah, jelas sekali itu terdengar bahwa sangat ibu memarahi anaknya. Belum selesai dengan teriakan kini disusul dengan pecahan kaca dari peralatan dapur.

"Kau sudah beban banyak pula tingkah! Masih untung kau ini anakku kakaku bukan sudah kubuang kau!"

Sang ibu benar benar memarahi anaknya, padahal jika diselik mereka bertengkar hanya karna masalah sepele, hanya karna Amy tidak mau mencuci piring? Yang benar saja.

Hari sudah pukul 6.35 bisa bisa ia terlambat ke sekolah, lagipula ini bukan sepenuhnya salahnya toh mereka sekeluarga bangun terlambat, mau bagaimana?

"Kalau tidak mau ya buang saja sewaktu aku bayi dulu! Jangan dibahas sekarang! Kalian menikah hanya untuk nafsu saja! Sekarang lihat, ayah entah kemana, kakak bunuh diri dan kau yang suka pergi ke klub malam!"

"Kasihani lah anakmu ini sedikit! Mau bagaimanapun juga aku ini darah dagingmu tau!

"Heh! Bicara yang sopan sama orangtua, nanti kalau ibu mati bagaimana?! Kau kan ga bisa ngapa-ngapain tanpa ibu"

"Anak pungut sepertinya bisa apa hah?!!"

"Hidup kau hanya main hp saja! Masuk saja sana sekalian kalau kau memang secinta itu!"

6.44

Ia balik badan dan tak menghiraukan lagi perkataan 'ibu'nya itu. Ia tak ingin mendapat poin pelanggaran terlambat apel pagi. Tak memedulikan perkataan nya lantas berlari menuju sekolah.

Cukup lama, walau jika baik motor atau sepeda akan lebih cepat, namun sayangnya ia tidak memiliki salah satu dari keduanya, uang begitu pula karna itu ia memilih jalan kaki.

Sedikit lagi, di depan sudha terlihat persimpangan menuju sekolahnya, ia juga telah melihat satpam yang biasa nangkring di gorengan depan sekolah membantu jalur lalu lintas.

ᴛʜᴇ ℓσηєℓу   || мαѕнℓє : мαgι¢ αη∂ мυѕ¢ℓєTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang