HAPPY READING
Keadaan kamar asrama baru Dain cukup menyenangkan malam ini. Karena ketiganya tak dapat tidur, mereka memutuskan untuk bercerita alias kembali saling memperkenalkan diri.
Lampu ruang tengah dan bagian tempat tidur telah mati, hanya tersisa lampu kecil di tembok sebelah ranjang Canny sebagai penerang. Selebihnya, lampu yang masih menyala ada di bagian dapur karena mereka bertiga memutuskan untuk berbincang di ruang makan.
"...kakak ku sangat pintar, bahkan Okaasan dan Otousan sering kali membelikan barang-barang mahal untuknya. Ruka-nee selalu mendapat rangking pertama, bahkan teman-teman dari Okaasan dan Otousan mengenalnya dengan baik sebagai anak yang berprestasi."
Pengucapan kalimat yang masih bercampur bukan sebuah penghalang bagi Ahyeon dan Dain untuk memahami kalimat yang Asa sampaikan. Intinya, teman mereka itu sedang membanggakan kakaknya.
"Wah, kakakmu sangat hebat!"
Gerakan jemari Dain yang sama dan terlampau sering, membuat Asa paham dan mengangguk semangat karena tahu artinya.
"Tentu saja, Ruka-nee sangat hebat!" pekiknya semangat.
Ahyeon menggeleng kecil, "dari semua cerita mu, orangtuamu selalu membanggakan kakakmu. Lalu, bagaimana dengan dirimu? Aku tidak mendengar kamu berucap tentang orangtuamu yang membanggakan dirimu, Asa."
Entah memang perasaannya saja atau bukan, Ahyeon tak mendengar penuturan Asa mengenai orang tua dari teman barunya itu yang membanggakannya. Sebaliknya, orang tua Asa seperti lebih sering meletakkan seseorang yang di panggil dengan 'Ruka-nee' tadi dengan beragam pujian dari banyak orang.
Asa mengerjap pelan, "aku tentu tidak bisa menjadi seperti Ruka-nee, Ahyeon. Dia terlalu sempurna, sedangkan ada jiwa-jiwa malas dalam diriku yang tak mampu mengejarnya." katanya.
Dain tersentak, cukup terkejut dengan penuturan Asa. Dia memang tidak bisa membaca pikiran orang, tapi dari pandangan Dain mengenai Asa, wajah-wajah seperti Asa ini seperti orang yang pintar dan paham dalam segala hal. Rasanya seperti tidak mungkin jika Asa tidak bisa melakukan apapun.
Dain menepuk pelan pundak Asa, lalu mulai menggerakkan jemarinya perlahan.
"Kakakmu terdengar sangat pintar, tapi aku yakin jika kamu juga pasti sama pintarnya dengan dia."
Cukup lama Asa menerjemahkan bahasa isyarat Dain, lalu sedikit memiringkan kepalanya sembari menatap Dain.
"Aku jujur, aku memang tidak sepintar dirinya." kata Asa.
"Nilai ku tak sempurna seperti nilainya. Bahkan Okaasan dan Otousan mengatakan itu padaku." Terselip nada sedih dari ucapan Asa yang antusias.
Ahyeon dan Dain saling tatap. Mereka sama-sama menggeleng kecil karena tidak paham dengan Asa. Teman baru mereka aneh, perasaannya terlalu bercampur, membuat Ahyeon dan Dain tak tahu bagaimana Asa mengekspresikan diri.
"Jangan terlalu dipikirkan. Sekarang kamu sudah bebas di sini, pikirkan saja bagaimana cara menikmati hidup selagi masih bisa." timpal Ahyeon, sebelum meminum air di dalam gelasnya.
Dain mengangguk setuju. Ia menggerak-gerakkan jemarinya yang di tujukan untuk Asa.
"Ahyeon benar. Jangan dipikirkan, ya."
"Terimakasih." Asa tersenyum manis. Senang sekali mendapatkan semangat dari teman-teman barunya.
Tatapan Asa lantas beralih pada Ahyeon. Kini, giliran gadis itu yang bercerita tentang kehidupannya. Mereka akan membaca cerita hidup Dain di akhir, karena mereka yakin jika ini akan seperti sebuah novel dibandingkan cerita hidup.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT : From Home
Фанфик[on hold] ❝Mari bersama menunggu senja, lalu menyambut suka di bawah atap yang sama❞ © matchavesper, 2024.