TWILIGHT ; 26. Weekend

486 109 34
                                    

HAPPY READING

Pagi hari yang cerah berhasil membuat suasana hati anak pertama Ten Lee itu bahagia. Pasalnya, di hari minggu ini dia dan adiknya akan dibawa oleh sang Ayah pada peresmian gedung perbelanjaan milik teman Ten. Rasa bahagianya dikarenakan ini adalah kali pertama mereka akan menghabiskan hari minggu dengan bersenang-senang. Tak ayal, Pharita telah bersiap sedari pagi untuk membuat sarapan di bantu dengan sang Ayah.

"Baunya harum sekali," pekik Pharita senang.

Nasi goreng omelette buatan sang Ayah adalah kesukaannya. Pharita bersikeras ingin sarapan itu agar Canny juga turut merasakan makanan kesukaannya dari Ten.

Ten yang mendengarnya tersenyum, "duduklah. Papa akan membereskan ini. Atau ingin membangunkan adikmu? Papa lihat, suasana hatinya sedikit buruk kemarin."

Ten tak sengaja melihat raut wajah kesal milik Canny setelah dirinya menjemput sang anak dari sekolah kemarin. Tidak seperti Canny yang selalu tersenyum saat dia jemput, Ten pikir ada masalah yang mengganggu sang anak di sekolah hingga membuatnya terlihat sedang tidak menyukai sesuatu.

"Semalam dia bercerita, katanya ada orang menyebalkan yang mengganggu temannya. Itu kenapa dia kesal." Ujar Pharita.

Daripada menuruti Ten yang memintanya untuk membangunkan Canny, Pharita lebih memilih untuk duduk di kursi sembari menunggu sarapan paginya dihidangkan. Kebiasaan Canny yang enggan bangun pagi di hari libur masihlah sama, Pharita tidak harus susah-susah membangunkannya karena adiknya itu akan bangun sendiri ketika sarapan telah siap. Atau cara lainnya dengan Ten yang akan mengecup seluruh wajah bantalnya.

"Seberapa dekat dia dengan teman-temannya?"

Pharita mengerjap, "aku pikir, lebih dekat daripada dengan kita,"

"Canny sering bercerita denganku jika ada satu orang seumurannya yang sangat dekat dengannya. Namanya Dain, Canny bilang jika gadis itu tunawicara." Papar Pharita, "atau adik-kakak dari Jepang yang menjadi roommate-nya, dan salah satu anak kembar keluarga Park."

"Wow, kamu tahu banyak tentang mereka?" Ten terkagum-kagum, meskipun tahu jika Pharita hanya sekedar mengenal mereka sebagai teman anak bungsunya.

Pharita terkekeh, "Canny sering mendongeng sebelum tidur."

Dan karena Pharita akan selalu menawarkan diri untuk menemani sang adik tidur, dirinya juga harus rela mendengar keseharian sang adik dari bangun tidur sampai akan menjemput mimpi kembali. Tak heran jika dirinya turut paham dengan siapa saja teman dari adiknya yang ada di asrama.

Ten tersenyum kecil. Pria paruh baya itu lantas membawa nasi goreng dengan omelette di masing-masing piring mereka bertiga untuk mereka santap sebentar lagi di meja makan.

Ten duduk di satu-satunya kursi yang berada di tengah-tengah meja makan. Tatapannya lantas menyendu, masih dibarengi dengan senyum tipisnya selagi sebelah tangannya mengelus lembut rambut panjang Pharita yang jarang di potong itu.

"Tidakkah kamu ingin melihat Papa dan Canny, Pharita?"

Pharita tak lekas menjawab. Gadis itu masih menikmati elusan yang diberikan oleh sang Ayah sebelum menghembuskan napas panjang.

"Papa masih ingin membahas hal itu?"

"Papa hanya ingin kamu ikut merasakan kebahagiaan yang Papa dan Canny rasakan, Pharita."

Rencana operasi yang sempat Ten rangkai di masa lalu untuk Pharita, memang sempat ditentang keras oleh gadis itu. Pharita selalu beralasan bahwa dirinya tidak ingin melihat dunia jika adiknya tidak menganggapnya.

TWILIGHT : From HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang