HAPPY READING
"Lima,"
"Enam,"
"Tujuh-- hiks..."
"Delapan,"
"Sembilan--"
Brakkk
"Rami!"
"Sepuluh--"
Srakkk
Rami menangis tersedu setelah sang Ayah mengambil paksa pecahan kaca yang sempat ia pegang. Sedangkan sang Ibu yang baru datang, tergopoh-gopoh menarik pelan tangan kirinya yang terluka dan mulai membersihkannya.
Chanyeol menatap geram pada sang anak yang kini menangis. Terlebih, tatapannya jatuh pada lengan putih itu yang kini telah berhiaskan sayatan dan darah yang mengalir cukup deras dari sana.
"Apa yang kamu lakukan?!" Bentak Chanyeol.
"Rami, jawab Appa! APA YANG KAMU LAKUKAN?!"
Seumur hidup, mungkin ini adalah pertama kalinya bagi Chanyeol membentak Rami. Tentu saja, Rami adalah hal paling berharga yang ia punya dan Chanyeol maupun Rosé tidak pernah sekalipun menyakiti fisik dengan bermain tangan.
Jiwa dan raga Rami begitu berharga bak berlian langka yang sulit didapatkan. Dan melihat bagaimana Rami melukai dirinya sendiri dengan menyayat lengannya, Chanyeol tentu merasa marah. Beraninya anaknya itu melukai dirinya sendiri di saat ada banyak orang yang coba Chanyeol singkirkan karena mencoba untuk melukainya.
"Chanyeol, hentikan! Kita harus membawa Rami ke rumah sakit." Tegur Rosé yang kini tengah memeluk tubuh rapuh sang anak.
Berbeda dengan Chanyeol, Rosé akan berpikir dingin untuk menyelesaikan masalah ini. Dia yakin, Rami tidak akan mengambil resiko melukai dirinya sendiri tanpa sebab.
"Tenangkan dirimu, Chanyeol. Rami butuh kita."
Rami yang mendengar itu menggeleng kuat, "aku tidak butuh! Ahyeon lebih butuh kita, Eomma!"
"Ahyeon sakit, hiks... dan kita tidak berada di sampingnya sampai sekarang."
Rami kembali menjatuhkan dirinya pada pelukan sang Ibu yang kini mematung. Memeluk erat Rosé tanpa peduli jika tangannya yang terluka justru menimbulkan noda pada pakaian yang mereka kenakan.
Rosé lantas melemaskan bahunya. Kemungkinan besar, Rami mengetahuinya dari teman-temannya. Tangannya mengelus lembut punggung ringkih itu, memberinya ketenangan dengan hati was-was karena melihat Chanyeol yang mengepalkan tangannya kuat-kuat. Entah apa yang sedang pria itu pikirkan, semoga tidak ada rencana jahat yang di susun di otaknya.
"Kamu boleh sedih, tapi tidak dengan menyakiti dirimu sendiri, Rami." Rosé mengendurkan pelukannya, lalu memegang kedua sisi wajah sembab sang anak yang memerah.
"Kamu tahu, kan, betapa berharganya kamu dalam hidup Eomma dan Appa? Jangan sekali-kali mencoba untuk pergi dari kami, Rami. Jangan lukai tubuh mu sendiri." Rosé mencium sayang kening sang anak sebelum menuntunnya untuk berdiri.
"Ingin Appa gendong atau berjalan sendiri?" Chanyeol bertanya lembut.
Sosok kepala keluarga itu terlihat berbeda. Tatapan yang awalnya tajam dengan otot-otot leher yang tercetak, kini menjadi lembut dan penuh kasih. Sangat berbeda, dan Rami tidak bisa menolak kehangatan yang orangtuanya itu tawarkan.
"Gendong Appa."
Hal itu menimbulkan kekehan ringan dari Chanyeol dan Rosé. Sekalipun hanya ujung jari yang terluka, Chanyeol tidak akan segan-segan menawarkan punggung lebarnya untuk sang anak.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT : From Home
Fanfiction[on hold] ❝Mari bersama menunggu senja, lalu menyambut suka di bawah atap yang sama❞ © matchavesper, 2024.