HAPPY READING
Dalam beberapa hari terakhir, semua baik-baik saja. Dimulai dari Ruka dan Asa, Ahyeon yang merasakan kasih sayang keluarga, Canny yang bersifat baik, dan yang baru-baru terjadi--Dain dengan keempat saudara barunya.
Ternyata, kedatangan sang Ibu menemui Ahyeon kemarin karena merasa tidak enak. Pasalnya, sang Ibu sempat menyapanya di malam sebelumnya namun belum sempat menjenguk Ahyeon yang saat itu masih menjadi seorang pasien. Hingga pernyataan sang Ibu yang mengatakan akan menjadi wali bagi Ahyeon dalam melakukan operasi usus buntu 3 hari lagi.
Tidak ada yang lebih bahagia daripada itu. Dain bahkan tidak melunturkan senyumnya sedari kemarin. Nyatanya berbagi Mommy tidak seburuk itu. Dain mengerti dengan keadaan teman-temannya yang tidak seberuntung dirinya dalam hubungan anak dan orang tua. Maka dari itu, ia tidak merasa cemburu atau lainnya.
Langit sore kembali ia temui bersama orang yang sama. Kali ini, tangan keduanya bertaut sembari berjalan santai menuju halte bus yang tidak jauh dari asrama.
"Dain, maaf..."
Pernyataan tiba-tiba dari Canny membuat atensi Dain sepenuhnya jatuh pada gadis disampingnya. Sembari memiringkan kepala, Dain bertanya dalam bahasa tubuh sehari-harinya.
"Untuk?"
"Untuk sifat kekanak-kanakan ku," helaan napas itu terdengar sebelum sang empunya menoleh balik. "Maaf karena kemarin aku terkesan menjauhi mu. Aku sungguh kekanakan. Maafkan aku."
Ah, Dain paham. Ternyata itu bukan hanya perasaannya saja. Canny mengakui jika dia memang menjaga jarak dengannya kemarin. Lantas apa alasannya?
"Kenapa, Canny?"
Tidak ada raut wajah marah di sana, dan hal itu semakin membuat rasa bersalah Canny berkali-kali lipat lebih besar.
"Karena aku iri," Canny menunduk. "Aku iri karena kamu memiliki Ibu yang baik. Melihatmu yang begitu bahagia bersama Mommy Mina, aku semakin ingin merasakan bagaimana kasih sayang seorang Ibu."
"Menjauhi mu bukanlah rencana awal ku. Aku terlalu terbayang-bayang dengan kedekatan kalian di bangku malam itu hingga aku tidak bisa tidur. Aku memikirkan banyak hal, salah satunya; apakah Mama ku juga akan se-sayang itu padaku jika dia masih ada di sini?"
Canny terkekeh sembari menggeleng kecil, "aku pikir itu tidak mungkin terjadi."
Kembali, Canny mendongakkan kepalanya guna untuk menatap netra hazel Dain yang indah. Mata yang indah, seperti Mommy Mina.
"Sekali lagi, maafkan aku, Dain."
Dain tahu betul bagaimana perasaan Canny saat itu. Seandainya dia menjadi Canny, mungkin dia akan melakukan hal yang sama seperti apa yang Canny lakukan.
Melihat sesuatu yang selama ini menjadi impian mu, tentu ada rasa senang dan sedih tersendiri dalam hati. Canny memiliki impian untuk bisa dekat dengan sang Papa dan kembali menerima sang kakak, namun hal itu tidak pernah terwujud. Impiannya yang lain adalah dapat bertemu dengan sosok yang telah melahirkannya. Di lain sisi, ada kekhawatiran tentang pandangan sang Ibu--yang selama ini tidak pernah ia temui--kepadanya. Mengingat jika selama ini, sang Ayah saja tidak pernah mengakui keberadaannya.
Tentu bukan hal yang mudah bagi Canny untuk menerima keadaan selama ini. Ditambah, mimpi yang sangat ia dambakan itu agar terwujud padanya justru terwujud pada Dain, di depan matanya. Bagaimana Mina menatap sayang pada Dain dan peluk hangat serta kecupan yang tak pernah lepas selama sesi pertemuan itu, membuat Canny merasa iri. Canny selalu bertanya-tanya; kapan waktu itu akan terjadi padanya?
KAMU SEDANG MEMBACA
TWILIGHT : From Home
Фанфик[on hold] ❝Mari bersama menunggu senja, lalu menyambut suka di bawah atap yang sama❞ © matchavesper, 2024.