Bagian; 22.

135 34 1
                                    

Malam itu, bukan hanya Ata yang menangis. Tapi sepertinya langit juga merayakan hari kehancuran Ata.

Deras rintik hujan diluar semakin membuat dingin rumah ini. Rasa hampa dan kesepian yang melandanya selalu membuat Ata berfikir, "Untuk apa aku hidup?"

Tuhan, tolong beri tau Ata jika ia masih memiliki malaikat baik hati disisinya. Yang sendari tadi hanya dapat mengintip dari balik lemari ruang sebelah. Menyaksikan bagaimana majikannya begitu keras pada Ata. Membuatnya hanya bisa menangis dalam diam.

Mungkin, orang-orang akan berkata, "buat apa ngurusin keluarga orang, keluarga sendiri aja kagak bener!" tapi, dirinya juga seorang wanita yang kehilangan bayi perempuannya. Lalu bekerja mengurus bayi majikannya yang baru berumur satu bulan. bagaimana jiwa keibuannya tidak tumbuh?

Tak banyak kata yang ujarkan, wanita itu langsung memeluk, merengkuh tubuh Ata. Membuat bahunya dibasahi air mata gadis itu.

Mungkin, ia sudah terbiasa ditinggalkan orang tuanya dalam keseharian. Tapi malam ini, entah kapan keluarga nya akan berkumpul kembali. Atau bahkan, tidak akan pernah kembali. Ata benar-benar hancur malam ini. Hilangan Johan, Resa juga Aru yang entah dimana keberadaanya.

Tinggal lah dirinya dan Bi Summah dirumah sebesar ini. Yang justru, membuat Ata tak nyaman. Menatapnya, membuat dirinya semakin membenci kehidupan yang ia punya. Buat apa ia tinggal dirumah semegah ini, jika tak pernah ada kehangatan keluarga sedikitpun.

"Bi... tolong, bawa Ata keluar dari rumah ini. Ata nggak mau tinggal disini."

Ata merintih, dadanya turun naik. Terasa sesak sekali.


✧ ────────────────── ✧

Bi Summah tidak mempunyai pilihan lain. Setelah Ata memintanya untuk membawanya keluar dari rumah, ia bergegas mengambil beberapa pakaian Ata. Menaruhnya dalam tas lalu benar-benar meninggalkan rumah besar itu. Hingga tidak ada satupun manusia yang bermalam disana. Bak tempat terkutuk, semua enggan memijakkan kakinya masuk barang selangkah.

Ata tidak pernah melepaskan genggaman Bi Summah. Kini, keduanya akan bermalam di rumah Bi Summah. Berkat dukungan supir pribadi Ata, keduanya diantar menggunakan mobil menerobos hujan deras malam itu.

"Sini, masuk Neng."

Selama perjalanan, Ata menutup matanya. Enggan melihat jalanan sekitar. Sampai-sampai ia tak tau di daerah mana Bi Summah tinggal. Tak apa, yang terpenting kini ia meninggalkan rumah itu.

Jelas terlihat bagaimana perbedaan kondisi rumah ia dan Bi Summah. Jauh lebih sederhana. Tanpa barang-barang juga arsitektur mewah. Namun baginya rumah ini begitu memancarkan kehangatan.

Bi Summah kembali menghampiri Ata dengan secangkir teh hangat, "Neng tunggu disini dulu ya, Bibi siapin kamar dulu."

Pikirannya masih kosong hingga saat ini. Ia tak memikirkan bagaimana hari esok. Syukur-syukur jika ia masih hidup esok. Hanya satu yang berada dibenaknya. Satu orang. Dan kalian pasti bisa menebaknya.

Ia tak habis pikir kemana sosok itu kala Ata sedang kalut-kalutnya? sedang hancur-hancurnya. Bahkan sekarang ia tak memiliki ponsel untuk mencari tau keberadaanya.

"Neng Ata, sini. Bibi antar ke kamar."

Suara itu memecahkan lamunannya. Ia bangkit dari duduk, mengekori Bi Summah. Dibukanya salah satu pintu kamar. Ruang yang besarnya mungkin hanya setengah dari kamar dirinya. Di dudukinya Ata di sisi kasur.

"Ini dulunya, kamar yang dibangun Bibi untuk anak Bibi. Tapi ternyata, dia pulang kerumah Tuhan. Bukan kesini," Bi Summah menatap sekitar. Ia sangat terampil merawat sesuatu. Walau tak berpenghuni, kamar ini tampak sangat bersih.

Lalu kedua manik mata itu menangkap bagaimana pucatnya wajah Ata. Tangannya langsung terulur pada keningnya. Benar saja. Seperti sebuah kebiasaan, ketika ada sesuatu yang terjadi diantara Ata dan kedua orang tuanya, demam pasti langsung menyerang Ata.

"Waduh neng, demam. Ganti baju, ya. Sebentar Bibi ambil kompresan dulu."

Jika boleh meminta, Ia ingin Tuhan menjadikan Bi Summah sebagai ibu kandungnya. Ia ingin terlahir dari rahim Bi Summah dan mendapatkan bagaimana kasih sayang seorang Ibu. Padahal saat inipun, Tuhan sedang memberikan takdir untuk mereka agar saling melengkapi.

"Neng, ayo sini. Bibi kompres."

Ata membaringkan dirinya, membiarkan Bi Summah mengobatinya. Sembari terpejam, ia dapat merasakan keningnya mulai menghangat. Cukup meredakan kepalanya yang pening.

"Bi, Ata nggak mau pulang kerumah."

Bi Summah menatap wajah sendu itu, "Ata boleh kok tinggal disini buat sementara."

"Jangan pernah bilang Papa kalau Ata disini, Ata nggak mau ketemu Papa."

Ata yakin, cepat lambat Johan akan kembali kerumah. Kembali kepada Ata dengan ego dan tidak akan pernah merasa bersalah. Membuatnya kembali menjadi boneka. Robot penghasil medai olimpiade.

Ata membuka kedua matanya, "Bi Summah."

Alis Bi Summah saling bertautan, "Ya?"

"Ata mau panggil Bibi pakai panggilan Ibu, boleh?"

Bi Summah berdegup kencang, matanya mulai berkaca-kaca, "Boleh, Ata."

"Makasih, Ibu."

Lihatlah kedua insan yang tidak pernah tau jika akan ditakdirkan begini. Bi Summah mengelus lembut surai Ata yang sedang terlelap. Hatinya hancur melihat Ata. Johan dan Resa benar-benar membuang anak itu, tak pernah merasakan bagaimana keluarga lain mati-matian ingin memiliki anak.

Dan sebenarnya, keberadaan Bi Summah di keluarga Johan jauh lebih lama dari kelahiran Ata. Ia saksi bagaimana hancurnya kehangatan rumah itu. Ia tau siapa Asha, bahkan ia sempat mengasuhnya walau hanya satu tahun, sebelum kejadian tragis itu terjadi.

Namun Bi Summah akan tutup mulut. Ia takkan memberi tau Ata. Kecuali, jika anak itu sendiri yang memintanya.

✧ ────────────────── ✧

Sudah tiga hari sejak Ata tinggal dirumah Summah. Namun ia tak pernah meninggalkan kamar itu. Pagi, siang, malam ia hanya menghabiskan waktu dengan meringkuk di kasur. Entah terlelap atau tidak.

Ya, tepat sasaran jika tebakan kalian Ata mengalami depresi. Ia masih belum bisa berfikir secara baik-baik. Ia tak pernah mengerti bagaimana takdir Tuhan mempermainkanya. Untungnya, kini ia memiliki Summah. Benar-benar berarti kehadiran Summah disisinya. Summah juga tak pernah menurunkan kesabarannya, ia mengerti jika kejadian ini begitu tiba-tiba dan membiarkan Ata mengambil waktu sendirinya.

Malam ini, seperti biasa. Ata akan mengganti pakaiannya, lalu duduk menatap langit dari jendela kamar. Ia akan bangun kala Summah masuk membawa senampan makan malam.

Klek

Suara angsel pintu itu membuatnya bangkit, "Tum-"

Dirinya terpaku melihat sosok itu berdiri di ambang pintu. Bukan Summah yang membawa nampan. Badannya bergetar hebat, siap kembali menumpahkan tangis lagi malam ini. Rasa yang selama ini terpendam dalam dirinya membuncah begitu saja.

Sosok yang selama ini menghilang tanpa sebab. Pemilik bahu yang lebar juga dekap hangat pelukkannya.

"Aru?"

✧ ────────────────── ✧

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✧ ────────────────── ✧

Aru; Rumah untuk Ata.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang