"DEWI Odette, kumohon." Aru langsung bersujud begitu dia sudah masuk ke dalam kuil.
Patung Dewi Cinta, Odette, diam membisu ketika gadis ini bersuara. Visual indahnya terpapar sinar matahari yang menembus jendela mozaik bergambar dirinya yang sedang mengalahkan Rothbart-Dewa Kebencian. Semua orang di Kota Roroanna tahu kalau Odette adalah Dewi yang mereka percayai. Kuil Dewi Odette pun dibangun beberapa ratus tahun kemudian, dan tentunya masih beroperasi sampai sekarang berkat pengikut-pengikut kepercayaannya yang setia.
Aru adalah salah satu dari sekian banyak warga Roroanna yang menyembah sang Dewi. Meski dia sering bolos di hari ibadah pun, pada akhirnya ketika dia mendapat masalah, pergi ke kuil adalah solusinya. Bersujud di depan Patung Odette, mengeluh dan meminta solusi pada sang Dewi.
"Tolong, angkat kutukan sialan ini dariku!" Aru berseru-seru malang. Dia bahkan menangis meraung, bersujud kembali seraya menyembunyikan tangis. Menimbulkan suara bising di kuil yang lengang ini.
Pendeta Baran, selaku pria tua yang mengurus tempat peribadatan ini lumayan terkejut dengan apa yang dilihatnya. Begitu masuk, dia melihat seekor itik ber-quack bising di depan Patung Dewi. Mengepakkan kedua sayapnya yang mungil lalu kemudian mondar-mandir ke sana kemari dengan kepala terangkat. Seolah mengajak patung itu bicara.
Pendeta Baran terkekeh melihatnya, kemudian menggeleng dan melangkah ke depan seraya menghampiri si itik lincah.
"Aku akan rajin ibadah, aku akan rajin berdoa, dan aku akan rajin belajar agar kau tidak kecewa!" Aru lagi-lagi memohon. Bersujud beberapa kali dengan jidat yang terus dia ketuk ke lantai sampai jidatnya memerah.
Tiba-tiba tubuh mungilnya terangkat. Dua tangan raksasa nan keriput yang menangkapnya. Aru menengadah, dan ber-quack keras begitu dia melihat Pendeta Baran.
"Halo, Bebek Kecil."
Aru lagi-lagi ber-quack, panik. Dia menggeliat minta dilepas, dan kedua sayap mungilnya juga sesekali mengepak lincah. Ingin terbang tetapi tak bisa karena genggaman Pendeta Baran yang kuat. Pendeta Baran lagi-lagi terkekeh. Menatap Aru dengan wujud anak itik yang menggemaskan.
"Kau pasti tidak sabar ingin keluar, ya? Baiklah, ayo, kita keluar."
"Tidak! Dewi! Tolong aku! Dewi!" Aru lagi-lagi berteriak. Bagi telinga Pendeta Baran, anak itik ini pasti ber-quack karena mengajaknya mengobrol. Namun sebenarnya, tidak begitu.
Aru panik karena ingin tetap di dalam kuil, tetapi Pendeta Baran yang baik hati mengira kalau anak itik ini sedang mencari jalan keluar, tersesat, dan mengira apa yang sedang anak itik ini lakukan adalah sedang mencari jalan keluar melalui kaki patung Dewi Odette.
Semua ini salah paham, benar-benar salah paham. Meski tampaknya bukan masalah yang serius, tetapi Aru yang sudah mendapat wujud menyerupai anak itik tidak bisa mengakuinya begitu saja.
Dia paham, ini pasti karena kutukan Rothbart yang masih berkeliaran di atas langit Roroanna. Berputar-putar di atas Kota Roroanna yang indah, mencari mangsa selama seratus tahun karena dendam pada Dewi Odette yang masih belum terbalaskan.
Aru adalah satu dari sekian banyaknya anak-anak remaja yang tidak mempercayai hal itu. Namun, dua bulan setelah dia menginjakan kaki di Akademi Roroanna, akhirnya dia mempercayainya.
Kutukan Rothbart memilih dirinya untuk dijadikan anak itik, dan beginilah nasib Aru sekarang. Menjadi anak itik menggemaskan bagi manusia-manusia yang menyukai sesuatu yang imut.
Pendeta Baran menyukai sesuatu yang imut. Aru mengetahuinya seminggu yang lalu ketika mereka saling temu di Akademi.
Pendeta Baran menurunkan Aru di tepi danau setelah tiga menit menjauh dari kuil. Ada banyak Kuil Odette di Roroanna, salah satunya terletak di dalam Akademi Roroanna. Lebih detailnya, di sebelah Timur Danau Marshincez.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dancing Duck [END]
FantasyBIG WARNING! Cerita ini mengandung bab acak tetapi alurnya masih berhubungan. Diri ini udah beberapa kali ngatur bab-nya tapi tetap aja gitu. Entah apa yang terjadi dengan si Wattpad, diri ini tak tahu. So, kalo kamu pengen baca cerita ini silakan^...