13. Pohon Willow

2 4 0
                                    

DICINTAI oleh seekor itik? Yang benar saja!

Meski ini untuk pertama kalinya dalam sejarah-Aru pergi ke kuil untuk beribadah-nyatanya apa yang Max katakan sukses terngiang di kepalanya. Tatapan aneh nan kagum serta pertanyaan beberapa jemaat-yang kebanyakan adalah siswa-siswi Akademi Roroanna, sekaligus teman-teman sekelasnya tidak dia gubris, sama sekali. Dia masih kepikiran tentang ucapan Max, dan rasanya, ini untuk pertama kalinya dia banyak pikiran begini.

Bahkan, saat dia keluar dari pintu kuil, dia nyaris menabrak tiang kalau saja Jasmine tidak menegurnya. "Kau ini kenapa? Bingung karena obat kutukan ketiga yang dijelaskan Marceline?" Pertanyaan gadis itu tepat sasaran, dan Aru memang memikirkan hal itu. "Kemarin kau juga pulang kemalaman. Aku sampai harus menunggumu karena takut kau kenapa-napa!"

"Maaf sudah merepotkanmu, Jasmine." Aru berkata dengan penyesalan yang teramat sangat. Dia pulang malam karena telah membuat kesepakatan dengan Max, yaitu mengajari unggas kecil itu tarian Pas de Deux yang telah diajarkan Bu Ynaiv di kelas, yaitu tarian Swan Lake.

Jasmine menghembuskan napas, sambil menatap poninya sesekali. Seorang anak laki-laki tiba-tiba saja memanggilnya, mengajaknya pergi ke suatu tempat. "Baiklah, aku duluan kalau begitu. Jangan pulang malam lagi, ya." Jasmine menunjuk ke arah Aru. Benar-benar mengingatkannya.

Jasmine telah diberi tanggung jawab oleh Marceline untuk menjaga Aru selama dia tidak ada. Rose juga ikut serta memberi tanggung jawab padanya, dan Jasmine terus-terang, merasa tidak keberatan.

Aru mengangguk patah-patah sambil menenggak ludah. Aru tidak memiliki Ibu atau Ayah, dan dia dibesarkan di panti asuhan. Aru tidak tahu bagaimana rasanya memiliki seorang ibu. Kalau dia punya pun, bisa jadi sifatnya mirip dengan Jasmine.

Jasmine tersenyum puas, lega akhirnya Aru bisa paham. "Oke, sampai nanti."

Gadis itu pun akhirnya pergi meninggalkan Aru di padang rumput yang berdekatan dengan ubin kuil. Seorang diri.

Orion adalah satu-satunya jemaat terakhir yang keluar dari kuil. Dia melihat Aru, berdiri di dekat ubin.

"Sedang apa?"

Aru berjengit. Dia langsung menoleh ke arah Orion dengan mata yang lebar. "Kau mengagetkanku!" sahutnya. Orion beringsut mundur, tertawa dengan tidak enak dan merasa bersalah. "Ma-maaf, habisnya kau sendirian, sih. Di mana Jasmine?"

"Pergi dengan seseorang, sedang berkencan, kurasa?" Aru melipat kedua tangannya di dada. Masih kesal dengan Orion yang tiba-tiba mengejutkannya. Orion mengusap dagunya, menatap wajah Aru. "Kau kesal karena tidak punya pacar?"

"Enak saja! Aku sudah punya pacar tahu!" Entah Aru betulan berbohong atau tidak. Intinya, kemarin dia sudah melakukan kesepakatan dengan Max. Max akan memberikan cintanya pada Aru meski hanya satu kali, dan Aru akan mengajarinya Swan Lake agar itik itu bisa memikat angsa betina impiannya. Omong-omong, Aru melakukan ini karena obat kutukan ketiga. Kalau Max mencintainya satu kali, bisa jadi Aru membalas cintanya meskipun dia tidak yakin.

Selain itu, Aru sendiri juga tidak yakin apakah kesepakatan ini ada kaitannya dengan status sebagai 'sepasang kekasih'. Entahlah, intinya, Aru mengatakannya secara tiba-tiba.

Orion membuka mulutnya, menganga. "Eh, kau sudah punya pacar? Yang benar?"

"Iya, memangnya kenapa? Tidak boleh?" Aru berkata dengan nyolot. Lumayan tidak suka dengan pertanyaan Orion.

"Bukan, justru aku bahagia untukmu, tapi ... pacarmu itu, apakah dia seorang pencemburu?" tanya Orion, takut. "Kalau iya, aku jadi ngeri kalau berduet denganmu."

Aru mendesis, dia mengibaskan tangannya. "Tenang saja, dia bukan seorang pencemburu, kok."

Lagipula, dia hanya seekor itik. Aru menambahkan dalam monolognya. Dalam hati meremehkan itik kecil itu. Orion menghela napas lega. "Syukurlah, oh, kita latihan sekarang, yuk?"

"Latihan? Sekarang?"

"Iya, ada beberapa gerakan yang belum kuhafal dan beberapa gerakan yang belum kupahami. Aku ingin kau mengajariku dan mengoreksiku, apakah gerakannya sudah benar atau tidak."

Aru memiringkan kepalanya ke arah Orion. Menimang-nimang. "Kenapa kau tiba-tiba ingin latihan? Besok Senin, dan kita bisa latihan besok."

"Tidak ada salahnya latihan di luar jam Akademi 'kan? Aku tidak mau mempermalukanmu hanya karena gerakanku kurang luwes. Sindiran Mozart beberapa waktu lalu bikin aku sakit hati tahu." Orion mengerucutkan bibirnya, merengut.

Aru mengangguk. Paham kenapa Orion memintanya untuk latihan. Aru kemudian merapikan dress berwarna kremnya sejenak, lalu mendehem. "Baiklah, kalau itu maumu, ayo kita latihan." Akhirnya Aru mengabulkan keinginan Orion lantas pergi meninggal lelaki itu.

Orion sendiri tersenyum lebar lantas mengikuti gadis itu. Dia bahkan berlari kecil ke arah Aru, hendak menyejajarkan langkahnya dengan gadis itu. Dalam hati, dia bertanya-tanya, akan dibawa ke mana dirinya.

-

Pohon willow yang ada di tepi Danau Marshincez adalah tempat kesukaan Aru. Tidak banyak orang yang tahu perihal tempat ini, kecuali si itik kecil Max, dan kali ini, Aru membawa satu orang ke tempat ini. Kepada orang yang dia rasa berhak untuk tahu.

"Wah, pohon willow, besarnya ...." Orion menengadah. Menatap ranting dan dedaunan pohon yang bergoyang karena tiupan angin. Aru tersenyum, kekehan kecil terdengar di bibirnya. "Selamat datang di tempat kesukaanku."

"Tempat kesukaanmu? Kau sering datang ke sini?" tanya Orion, sambil melihat ke sana-kemari. Aru mengangguk, "iya, setelah aku mengalami hari-hari berat dan panjang di Akademi, aku pasti akan datang ke sini untuk merenung atau bersantai. Selain itu, kau adalah orang kedua yang mengetahui tempat ini."

"Orang pertama yang mengetahui tempat ini pasti pacarmu, iya 'kan?" Orion bertanya, mencoba menebak. Aru mematung sejenak, lalu menatap ke arah lain dengan kikuk. "I-iya."

"Eh? Apa tidak apa-apa aku datang ke sini? Tempat ini pasti sangat sakral untuk kalian berdua. Kalau pacarmu tahu aku di sini dan dia salah paham, bagaimana?"

"Ih, kau tenang saja. Kita tidak akan salah paham, kok!" Aru berkata kesal. Sejujurnya, dia kurang suka dengan topik pembicaraan ini. Kalau boleh jujur, Aru sendiri sebenarnya tidak punya pacar. Aru hanya membuat kesepakatan dengan Max, dan tampaknya, kesepakatan itu tidak ada kaitannya untuk menjadi sepasang kekasih.

Aru menghela napas sejenak, membetulkan anak-anak rambut yang bertengger di belakang lehernya. Rambutnya digelung dengan hiasan pita hijau. Jasmine yang menghiasnya dengan sukarela.

"Baiklah, ayo kita mulai latihannya. Orion, kemari. Kita ambil posisi."

"Ah, I-iya. Baiklah." Orion agak gugup ketika Aru memerintahnya.

"Oh, karena di sini tidak ada musik, jadi, aku yang akan bersenandung." Aru menambahkan. Orion mengangguk. "Baiklah."

Latihan pun dimulai. Sesuai dengan apa yang Aru katakan, dia mengajari Orion sambil bersenandung. Aru lumayan hafal gerakan anak laki-laki karena dia sangat suka menari dan iseng mempraktikkannya bersama Jasmine. Makanya, dia dengan senang hati mengajari Orion dan akan memberitahu bagian yang salah.

Saat latihan sedang berlangsung, sepasang mata menatap mereka dari balik semak.

Mozart palsu, menatap kedua insan itu tidak suka.

The Dancing Duck [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang