10. Bebek Kecil (2)

5 4 0
                                    

ARU mencintai Mozart, dan Mozart mencintai Marceline. Sebuah cinta segitiga pahit yang dirancang oleh kenyataan, dan Aru sangat membenci kenyataan itu. Sedari awal, bukan Mozart asli yang dengan sukarela mau mendekatinya. Bukan Mozart asli pula yang mau menerimanya, tetapi Mozart lain. Mozart yang entah siapa.

"Siapa kau?" Aru menatap sinis ke arah Mozart. Kakinya mundur dengan perlahan dan teratur, hendak berlari sekencang-kencangnya setelah dia mendapat informasi yang sekiranya perlu-informasi yang sekiranya membuatnya yakin bahwa dia benar-benar bukan Mozart.

Mozart merentang keduanya tangannya, hendak merengkuh Aru kalau gadis itu mau. "Aku Mozart Rogardio, kekasihmu-"

"Mozart akan selalu mencintai Marceline." Aru memotong dengan tegas. Matanya sinis dan tajam. Ucapannya juga sukses membuat Mozart berhenti melangkah. "Dan dia, tidak akan pernah mencintaiku." Aru melanjutkan sambil menahan sesak di dadanya. Rasanya perih dan lumayan menggerogoti. Persis belatung.

"Aku ini tidak bodoh, Bangsat." Aru kembali bersuara, kali ini dengan kasar dan bibir gemetar. Dia menahan tangis. "Mozart yang asli, tidak akan pernah bersikap manis padaku. Dia hanya akan melakukannya pada Marceline," lanjutnya.

Mozart terdiam sejenak, menatap Aru dengan tidak menyangka. Kedua tangan yang semula dia rentangkan jatuh. Bertepuk di kedua sisi pinggangnya yang ramping.

Lelaki itu kemudian menunduk, menutup wajahnya dengan satu tangan. Kedua bahunya gemetar, dan sebuah suara menggema di koridor yang lengang ini. Dia tertawa.

Aru beringsut mundur. Mulai merasakan sesuatu yang janggal dengan lelaki ini. "Astaga, astaga. Bukankah sedari awal kau memang tertarik padaku dan mencintaiku?" Dia bertanya sambil melepas tangannya dari wajah. Tersenyum menawan ke arah Aru.

Aru mulai menegang. Dia mulai bersiap untuk lari, tetapi informasi yang dia dapat masih belum cukup. Jadi, Aru memutuskan untuk diam dahulu.

Mozart lagi-lagi tertawa, lalu, kembali mendekati Aru. "Bebek Kecil ...."

Suara Mozart serta-merta berubah menjadi berat dan serak. Tubuhnya pun juga berubah, dari normal, menjadi memanjang. Kedua kaki Mozart memanjang, juga kedua tangannya ikut memanjang sampai menghalangi koridor. Wajahnya yang manis dan rupawan pun mengerut dihiasi keriput dan menua dengan sangat cepat. Hidungnya yang mancung dan indah juga membesar dengan ditumbuhi jerawat, bintik-bintik, dan bulu. Mulutnya juga melebar sampai telinga, dan memunculkan taring panjang dengan air liur yang menetes ke lantai.

Aru menganga, menatap sosok itu dengan menengadah. Sosok itu menjadi besar sedikit demi sedikit, menjadi sosok raksasa, dengan kepala yang menjulur ke arah Aru. Tubuhnya sekarang sebesar dan selebar tempat ini. Dia tidak berdiri. Sosok itu malah berdiri dengan kedua lututnya, wujudnya terlalu besar.

"Bebek Kecil ...." Tangan sosok itu terulur ke arah Aru, hendak meraih gadis itu, tetapi Aru yang sudah bersiap lari langsung melesat cepat. Kabur, menjauhi sosok itu.

Sosok itu kemudian mengamuk, meraung, dan seketika mengejar Aru sambil mengubah tubuhnya menjadi sedikit ciut. Jadi sebesar pria dewasa. Dia memunculkan sepasang sayap hitam di punggungnya dan memutuskan terbang guna memudahkannya menangkap gadis itu.

Aru terus berlari, terus berlari, sampai tiba-tiba objek yang ada di sekelilingnya membesar, dan Aru yang sedang berlari pun sontak jatuh, nyaris mencium lantai, dan kembali berlari setelah dirasa dia bisa menyeimbangkan tubuhnya. Dia pun sadar, kalau larinya tidak secepat tadi.

"Sial! Sudah jam setengah lima!" Aru berseru jengkel dengan masih dikejar sosok itu. Dia sesekali menatap kedua tangannya yang sudah berubah menjadi sayap.

"Bebek Kecil ... Bebek Kecil ...." Sosok itu lagi-lagi memanggilnya. Masih mengejar dengan mengepakkan sayapnya. "Kemarilah Bebek Kecil."

Aru ber-quack nyaring. Dia berteriak.

The Dancing Duck [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang