Tema: Buronan
Tokoh Utama: RestiAku ingin tinggal di suatu tempat yang tidak terjamah oleh manusia, di mana hanya ada aku seorang diri berteman dengan alam yang indah serta menghabiskan waktu bersama para binatang. Sebuah tempat hijau dan asri, memiliki air terjun, berada cukup dekat dengan lautan, dan embusan angin sejuk menerpa.
Aku memekik kesakitan, rasa panas seketika dapat kurasakan menjalar dari betis hingga bagian kaki. Tidak cukup di satu titik, bahkan luka itu kembali aku dapatkan pada bagian punggung hingga tubuhku ambruk ke depan, jatuh dalam keadaan tengkurap dengan baju yang sudah basah oleh darah segar.
"Ternyata gak sekuat yang aku bayangkan." Suara itu terdengar semakin dekat, berhenti tepat di sampingku lalu menarik rambut panjangku agar terdongak ke arahnya.
Seorang lelaki, cukup tinggi dengan rambut yang kuperkirakan dipotong hanya satu sentimeter, ia berkacamata dan sekarang sedang menodongkan sebuah pistol mengarah tepat ke keningku.
"Jangan kasar-kasar, Kak Baim. Kalau dia kenapa-napa entar bisa-bisa bayaran kita jadi berkurang." Itu suara seorang perempuan yang kini berdiri di belakang lelaki tersebut. Gadis itu tampak masih sangat muda, tatapannya cerah dengan senyuman yang lebar.
Lelaki yang dipanggilnya Baim itu bersuara, "Gapapa, toh mau ditembak mati sekalipun, dia beneran bisa hidup lagi, loh. Jadi sekalian aja aku eksperimen, Niina."
Mengerikan.
Ke manapun aku pergi, ke negara manapun aku lari, beginilah yang selalu aku jumpai. Kalau tidak dikejar-kejar oleh militer suatu negara, pasti dikejar oleh pemburu yang mengharapkan hadiah besar dengan tertangkapnya diriku.
Aku tidak ingat, kapan terakhir kali berita itu diumumkan di seluruh dunia bahwa telah ditemukan seorang wanita dari spesies tidak dikenal yang memiliki kemampuan regenerasi super dan aku ditetapkan sebagai buronan kelas dunia. Sejak saat itu, kehidupanku tidak lagi diperlakukan seperti manusia. Ada banyak orang yang merasa penasaran terhadap hal itu sehingga menangkapku hanya demi membuktikannya. Badanku yang diiris-iris, organku yang dipisah dan dijadikan lahan bisnis, aku masih bisa mengingat segalanya meski kejadiannya sudah bertahun-tahun lamanya. Aku si spesies tidak bisa mati.
Pandanganku menggelap mana kala Baim benar-benar menarik pelatuk pistolnya tepat di kepala. Begitu terbangun, kudapati diriku sudah berada di tempat lain. Sebuah ruangan minim pencahayaan dengan kaki dan tanganku yang terborgol pada sebuah kursi besi. Beberapa detik kemudian, pintu ruangan ini terbuka, menampilkan seorang wanita mengenakan pakaian rapi, perpaduan antara kemeja putih dan jas hitam yang tidak dikancingkan. Ia mengenakan celana panjang, lengkap dengan sepatu hak tinggi yang meninggalkan bunyi setiap kali ia bergerak. Wanita itu berhenti tepat di depanku, lalu menangkap wajahku dengan sebelah tangan. Ia kemudian mengeluarkan alat scan, memindai wajahku hingga mendapatkan kecocokan seratus persen.
"Bagiamana?" Gadis muda bernama Niina yang juga ada di ruangan ini bertanya kepada si wanita.
"Kerja bagus. Dia benar-benar buronan yang kami cari," jawab si wanita itu.
"Kau membawa imbalannya, kan?" tanya Niina, menengadahkan tangan menagih apa yang mereka janjikan melalui poster buronan.
Wanita yang kuperkirakan berada di usia dua puluh lima tahunan atau lebih itu mengangkat tangan, memberikan isyarat pada para lelaki yang berjalan masuk di belakangnya tadi. Lalu, orang-orang yang mungkin adalah bawahannya tersebut menodongkan senapan pada Baim dan Niina.
Dua orang pemburu yang berhasil menangkapku itu dibuat terkejut. Mereka balas menodongkan pistol. Niina bahkan berseru, "Ini tidak seperti yang kalian janjikan!"