Tema: Terdampar di pulau terpencil
Tokoh Utama: AldoLiburan setelah mengadu nasib di neraka bernama pekerjaan dan ujian skripsi itu hal paling mengasikkan. Apalagi untuk kaum-kaum pecinta alam. Anak senja. Mereka yang memutuskan untuk liburan di vila dekat pantai pasir putih. Tempat aestetic yang viral di media sosial.
"Tapi apa ini?!"
Teriakan Aldo bergema di rimbunnya pepohonan. Sayup-sayup terdengar suara monyet yang menyahut. Aldo mengusap matanya, menyingkirkan beberapa helai poni yang masuk ke matanya.
"Udah. Jangan nangis, Dek."
Sura menepuk pundak Aldo, mencoba menghiburnya. Aldo tahu Sura salah paham padanya. Namun, mengingat situasi yang melanda mereka memang tak ada salahnya jika Sura beranggapan begitu.
"Kak Sura, apa kau sadar situasi saat ini?"
Sura diam berpikir agak lama sembari sesekali melihat sekitar. "Bukankah kita sedang liburan? Lihat! Kita menginjak pasir putih."
Aldo mengguncang bahu Sura. Tawanya terdengar seperti orang tak waras.
"Ya Tuhan. Kak, kita terdampar di pulau asing. Tempat kita liburan ada di sana!"
Aldo menunjuk seberang dimana ada pulau yang lebih besar di sana. Terlihat beberapa bangunan dan mercusuar besar di tepi pulau.
"Bagaimana ini?!" gerutu Aldo frustasi. Ia kembali memijik keningnya.
"Sudahlah. Jangan buang tenagamu, Do. Ayo pikirkan jalan keluarnya."
Melihat Haru yang begitu santai membuat Aldo kesal. Ia menghela napas kasar. Lelah. Kepalanya sudah panas karena tidak menemukan jalan keluar. Aldo inisiatif menyipratkan air laut ke Haru yang sedang tiduran di pantai.
"Argh! Kau membuatku basah lagi!"
"Kita sudah basah kuyuh dari tadi."
"Makanya aku berjemur biar kering."
Haru menggerutu sembari membersihkan pasir di bajunya. Ada alasannya kenapa dia begitu santai. Sama seperti Aldo, buntu. Pada akhirnya pasrah dan memilih tiduran di atas pasir.
"Gak ada gunanya berdebat. Kita lakukan apa yang bisa dilakukan saja."
"Kau benar. Oh! Kak Sura dan Haru kalian bikin tenda saja. Kalian kan sama-sama anak pramuka."
Haru bingung sesaat mendengar tutur Aldo. "Kak Sura kapan jadi anak pramuka?"
Sura hanya nyengir, "Ceritanya panjang. Ah, Aldo ngapain?"
"Aku akan bantu cari bahan untuk buat tenda."
Mereka pun berpencar mengerjakan tugas masing-masing. Sementara itu, Rav mengamati Nina yang sibuk merangkai bunga, begitu selesai ia lemparkan ke laut sambil melantunkan doa.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Rav.
"Aku berdoa, semoga kapten kapal kita diterima di sisi-Nya."
"Heh, jangan sembarang bicara. Dia lebih tahu lautan dari pada kita. Tidak mungkin mati semudah itu."
"Kalau dia lebih tahu lautan, kenapa membuat kita tenggelam?"
Perkataan Nina membuat Rav jadi berpikir. Melihat kilas balik mereka beberapa jam yang lalu.
Lima remaja sudah siap dengan pelampung masing-masing. Menunggu kapten kapal untuk berlayar ke seberang. Satu jam kemudian, kapten kapal mereka datang. Ia memperkenalkan dirinya sebagai 'Kapten Nathan' dengan perawakan seperti nelayan pada umumnya, tapi penampilannya sedikit tak terurus. Bisa dilihat dari brewoknya yang panjang. Padahal kapal yang akan dia bawa lumayan bagus dan layak. Kapal nelayan yang cukup besar tanpa atap dan terlihat masih mulus.