27. Asrama dan Atmanya

89 7 61
                                    

Tema: Asrama Berhantu
Tokoh Utama: Tiara

"Ma! Tiara enggak mau masuk akademi itu!"

Remaja perempuan itu berseru dengan nada membentak kepada wanita di hadapannya.

"Kenapa, Tiara?" tanya Siri, sang Mama.

"Kan, Tiara sudah bilang berkali-kali, Ma. Asrama akademi itu berhantu! Banyak remaja yang enggak kuat bersekolah di sana dan berakhir kabur atau bunuh diri!"

"Ngawur kamu! Itu cuma rumor, Tiara!" bantah sang Mama tak percaya. "Lagian, Nak, kan kamu sendiri yang pengin jadi penulis sampai ngerengek minta masuk ke akademi itu."

Skakmat. Namun, Tiara sudah kepalang emosi.

"Pokoknya, Tiara tetap enggak mau masuk akademi itu!" Mata Tiara berkilat marah, lalu membalikkan badan, melengos dari hadapan Siri.

Perasaan Tiara saat ini benar-benar campur aduk: marah, kesal, takut, sedih. Tidak pernah ia merasa seemosi ini sebelumnya, apalagi kepada sang Mama.

"Tiara, sekali lagi Mama bilang, percaya pada Mama, Nak. Kamu enggak bakal kenapa-kenapa. Kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungi Papa dan Mama."

Tiara yang hendak memegang kenop pintu seketika menghentikan langkahnya dan membatu sejenak.

"Lagian, sayang sekali beasiswamu, Nak. Kamu sudah ambil, kalau mengundurkan diri nanti Mama dan Papa kena denda yang besar."

Hanya itu kata-kata terakhir Siri yang Tiara dengar sebelum akhirnya benar-benar masuk ke kamar.

***

Tiara mendongak. Netra cokelatnya menatap hampa plang kayu berukuran cukup besar yang bertuliskan, 'Selamat datang di asrama Akademi Seni dan Sastra Four-Leaf Clover.'

Gadis berambut cokelat sepunggung yang dihiasi bando kuning itu menghela napas panjang. Ia benar-benar tak bisa menolak bujukan dan permintaan dari sang Mama dan Papa.

Sekarang Tiara merasa dirinya sangat bodoh. Sebelum ia tahu soal kasus yang menimpa kenalannya di dunia kepenulisan, dulu Tiara keras kepala sekali dan menggebu-gebu ingin masuk ke akademi ini sampai merengek ke Siri dan Saskeh, papanya. Akan tetapi, kini rasanya ia ingin kabur saja dari akademi ini.

Namun, ah ....

Tiara menggeleng-gelengkan kepalanya.

Enggak, Tia, kamu enggak boleh gitu. Enggak akan terjadi apa-apa selama kamu di sini. Siapa tahu Mama benar, kalau hal itu cuma rumor ... semoga.

Setelah memantapkan hati, Tiara membawa langkahnya menuju kamar asrama tempat dirinya akan tinggal selama tiga tahun ke depan. Ia lalu berhenti setelah naik dua lantai, tepat di kamar nomor 25.

Tiara mengetuk-etuk pintu karena seingatnya, ia punya satu teman sekamar bernama Ravel.

"Iya, sebentar!"

Tak lama kemudian, seseorang berambut pendek dan memakai kacamata bulat membukakan pintu.

"Tiara, ya?" tanya orang itu sambil mengulas senyum tipis. Suaranya yang agak cempreng dan terdengar belum pecah, membuat Tiara yang sempat meragukan gender orang itu jadi yakin bahwa dia adalah perempuan.

Tiara mengangguk. "Iya, benar."

"Ayo, masuk," ajaknya kemudian.

Tanpa membalas, gadis berbando kuning itu akhirnya memasuki kamar. Kepalanya celingak-celinguk, memperhatikan interior kamar yang terlihat agak tua: dinding krem kusam, lemari kayu yang sudah usang, pun dengan meja belajar dan kursinya. Kamar mandinya agak kumuh. Dipan kayu terlihat reyot, tetapi tampaknya masih bisa ditiduri.

FLC MultiverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang