Tema: Grup band sekolah
Tokoh Utama: KarvinDi sebuah rumah yang hampir hancur terlihat seorang anak laki-laki yang sedang bersembunyi di balik puing-puing atap rumah yang roboh. Dia memeluk tubuhnya yang menggigil dengan kedua tangannya. Wajahnya yang pucat di penuhi oleh debu dan darah kering.
"Ibu," gumam anak kecil itu tak henti-hentinya.
Matanya yang sudah lelah tertutup secara perlahan. Tubuh kecilnya yang terlihat rapuh ambruk ke tanah yang dingin. Air matanya tak henti mengalir begitu juga bibirnya yang terus mengucapkan kata ibu.
Tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh di langit malam yang sunyi. Seolah petir datang lebih awal padahal hujan belum ingin menyirami bumi. Semua orang berlarian ke sana kemari saat sesuatu seperti bom terlempar dari langit. Untungnya si anak kecil terlindungi oleh atap-atap rumah yang kokoh. Dia tertidur dengan sangat nyenyak hingga sengatan matahari mengenai matanya.
"Aduh ... kepalaku sangat sakit," lirihnya setelah terbangun dari tidur panjang.
"Ada anak kecil di sini!" teriak seseorang yang kebetulan lewat di depan rumahnya.
Sekelompok orang dengan pakaian tentara mendatangi anak kecil itu lalu mengangkatnya dengan tandu. Dia di bawa ke tempat penampungan. Dia diperiksa oleh seorang dokter dan di beri makan serta selimut.
"Kamu beruntung, lukanya tidak terlalu parah, istirahatlah di tenda yang paling ujung, di sana banyak anak seumuranmu," ucap sang dokter sambil tersenyum.
Anak kecil itu berjalan ke arah tenda yang di maksud sambil membawa makanannya. Setelah masuk ke dalam tenda dia di sambut oleh empat orang anak yang seumuran dengannya. Ada yang sedang menangis dan menenangkan anak yang menangis itu, ada yang sedang menggambar, dan terakhir ada seorang anak yang sedang meminum teh.
Si anak kecil meringis saat melihat luka yang ada di tubuh anak yang meminum teh. Hampir seluruh tubuhnya tertutupi oleh perban. Merasa tingkahnya itu tidak sopan, dia akhirnya memilih duduk di sebelah anak yang diperban itu.
"Nama?" tanya anak yang diperban padanya.
"K-Karvin," jawabnya dengan terbata karena kaget.
Anak yang diperban itu mengambil cangkir teh yang lain lalu memberikannya pada Karvin. "Ambillah, hari ini sangat dingin."
Karvin menerimanya dengan canggung. Dia meminum teh itu sambil melirik ke arah anak yang diperban. Tanpa sengaja mata mereka bertemu, membuat situasinya bertambah canggung.
"Namaku Cindy," ucap anak yang diperban padanya.
"Dan namaku Steven," tambah seorang anak yang tiba-tiba saja datang menengahi mereka berdua.
Seorang anak perempuan juga ikut di belakang Steven. Dia terlihat malu-malu dan terus bersembunyi di belakang punggungnya. "Tak apa Key, mereka bukan orang jahat."
"Tapi kak, aku takut."
Senyuman di wajah Karvin seketika luntur setelah mendengar penuturan anak yang lebih kecil darinya itu. Ia mengira wajahnya sangat menakutkan hingga anak kecil saja takut padanya.
"Key tidak boleh seperti itu. Lihat, kak Karvin jadi sedih." Steven menunjuk Karvin yang wajahnya seperti ingin menangis.
Key menjadi tidak enak hati. Dia berjalan mendekat ke arah Karvin lalu menarik lengan bajunya. "Maaf," ucap Key malu-malu.
Karvin membalas dengan senyuman. "Tidak apa, namamu Key, bukan?"
"Y-Ya."
"Umurmu berapa tahun?"