Tema: Buronan
Tokoh Utama: RZAdapun manusia, hari-harinya seperti rumput, seperti bunga di padang demikianlah ia berbunga.
Hari ini jam sepuluh pagi. Alih-alih menghirup hasil fotosintesis tumbuhan dan menerima sapaan hangat mentari pagi, Erez duduk di ruangan berbau min dan air conditioner yang menusuk epidermis. Tumpukan buku bidang besar bordir emas menjadi target arah pandang—selain sosok pria hampir kepala empat berambut dan bernetra hitam sama seperti dirinya.
"Tahun ini ada beberapa mata pelajaran yang mandek." Pria itu membuka satu rapor dan menilik deret angka dari salah satu lembar. Rapor milik Erez. "Stabil yang saya maksud bukan berarti berjalan di tempat, Erez. Setidaknya kamu melangkah walau hanya satu dua angka," jelasnya tanpa sedikit pun mengalihkan pandangan dari kertas rapor itu.
"Maaf, Pak." Tentu hanya jawaban sederhana yang dapat gadis ini keluarkan.
Rapor diletakkan ke samping kanan. Kini mata lelaki dewasa itu mulai dialihkan pada anak didiknya. Walau hanya sebelah, Erez tetap merasa tatapan dari pupil jelaga itu menyelisik intens seakan banyak jarum mengelilingi tubuhnya yang siap melesat saat mata itu berkedip.
"Gak perlu minta maaf sama saya. Kamu tau sendiri akademi ini unggulan seluruh pulau, dan kamu salah satu siswa yang mendapatkan darmasiswa dari menteri." Erez hanya mendengarkan, masih enggan mengangkat kepala untuk beradu tatap barang sejenak. Lama sekali jeda bicara pria itu, mungkin dia sadar yang lebih muda merasa terintimidasi.
"Saya peduli padamu sebagai wali kelas, sekaligus wali murid." Sebuah amplop disodorkan di depan wajah Erez, ditiliknya dengan seksama. Kertas embos krem dengan simbol semanggi tiga daun berwarna biru ditepinya. Mata Erez membola saat kini amplop itu dalam genggamannya.
"Pak Sasuke, ini seriusan?" tanya Erez masih tidak percaya.
Sasuke tidak mengangguk atau tersenyum, dia hanya mengedipkan matanya sekali sebagai respons validitas. "Silakan berlibur. Sampai jumpa semester depan."
Erez melepaskan senyumnya leluasa, dia terkekeh senang tentu saja. Agak kaku bangkit dari tempat duduknya dan membungkuk kikuk tiga kali sebagai tanda terimakasih. "Saya pastikan semester depan nilainya akan naik," ungkapnya penuh harapan. Kali ini dibalas anggukan oleh pria itu. "Kalau begitu, saya izin pamit, Pak. Selamat berlibur."
"Erez," panggil Sasuke tepat saat gadis itu membuka pintu ruangannya, hendak pergi. "Pastikan juga selama liburan kamu gak buat masalah." Kalimat itu sekilas terdengar sederhana, layaknya pesan wali kelas pada umumnya. Tetapi entah mengapa Erez menyadari ada penekanan sekaligus peringatan dalam intonasi penyampaiannya.
Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Erez hanya mengangguk paham. Tepat setelah kakinya keluar dari ambang pintu, napas panjang nan berat dikeluarkan. Diam-diam, dalam langkahnya menuju asrama dia berdoa semoga tidak melakukan hal konyol yang merugikan setelah ini.
.
"Iya, Ma. Paketnya sudah sampai."
Suara teman sekamarnya terdengar jelas saat Erez membuka pintu kamar. Gadis surai pirang sedang membongkar beberapa kotak kardus dengan sebelah tangan—karena sambil menelpon. Erez melangkah masuk, tidak sengaja menendang sesuatu, sebuah—tidak, beberapa kotak dan keranjang buah di dekat pintu yang dia yakin itu semua bukan miliknya.
Temannya menoleh padanya. Erez meringis, spontan meminta maaf dengan gestur tubuh dan sarat mata.
"Oke, nanti kalau ada apa-apa Haru telepon. Love you too, Ma. Daaah." Dengan begitu teman sekamarnya mengakhiri sesi telepon dan berhenti dari kegiatan bongkar membongkar. Dia duduk di pinggir ranjangnya.