SECUIL PERHATIAN

297 23 53
                                    

"Dokter, bagaimana kondisi istri saya?"

"Tidak perlu khawatir, perutnya hanya kosong, dan sepertinya dia banyak pikiran sehingga kurang istirahat. Nanti setelah dia sadar, berikan obat ini sebelum makan. Usahakan beri bubur saja dulu untuk sarapannya." Jawaban Dokter Adit cukup membuat Ilham bernapas lega.

"Baik, terima kasih, Dokter." Ilham melirik tajam pada Dista sebagai penanggung jawab dapur dan makanan, setelahnya menyusul Dokter Adit dan mengantarnya keluar.

"Bagaimana Nona kalian bisa tidak makan?"

Dista menunduk dalam, ingin menjawab bahwa hal itu kesalahan Tuan Muda nya juga tidak lah mungkin. Tapi, jika tidak di katakan maka ia akan berada dalam masalah.

"Jawab, Dista!" Bentak Ilham.

"I--iya, Tuan Muda. Nona tidak mau makan karena menunggu Tuan Muda pulang. Saat Tuan Muda marah dan pergi, Nona menyusul. Ta--tapi katanya, Tuan Muda sedang makan sama No--Nona Reva. Sampai pulang pun Nona tidak mau makan."

Ilham mematung, "jadi benar kemarin dia menyusul? Apa itu brarti dia dan laki-laki itu hanya bertemu?"

"Apa lagi?"

"Sudah beberapa kali saya antar makanan ke kamar, tapi Nona tetap menolak karena menunggu Tuan Muda."

"Ya sudah, rebuskan air, saya mau buat bubur untuk dia."

Dista mendongak, netranya berkaca-kaca mendengar perintah majikannya itu.

"Tuan--Muda."

"Mau sampai kapan kamu berdiri di depan saya?"

"Ba--baik, Tuan Muda. Saya laksanakan." Dista mengusap kasar air natanya yang hampir jatuh, kemudian berjalan cepat menuju dapur.

Belum lama air mendidih, Ilham sudah menyusul ke dapur dan mulai berkutat dengan peralatan yang sepertinya sudah seperti mainan baginya. Lelaki itu tampak lihai memasak, Dista yang hanya membantu dibiarkan pergi, dan hanya dipanggil sesekali untuk dimintai bantuan mengambil sesuatu.

"Dista, aku--" Disti yang baru saja masuk rumah usai menjemur baju ternganga melihat Ilham tengah sibuk mengaduk susu dan menyiapkan mangkuk.

Gadis itu berkaca-kaca melihat majikannya kembali menginjak lantai dapur, "Dista, ini benar Tuan Muda kan? Aku nggak mimpi kan?" Dista mencubit lengan Disti sebentar.

"Sakit ih."

"Ya itu artinya kamu nggak mimpi." Dista bicara setengah berbisik.

"Kalian mau sampai kapan di sana bergosip?" Suara berat Ilham membuat si kembar gelagapan.

"Ah, mm--enggak, Tuan Muda. Kami hanya lewat."

Ilham berjalan santai membawa nampan berisi bubur dan susu yang baru saja ia buat untuk Kinara.

"Tuan, Tuan Muda kembali?"

"Memangnya saya pernah ke mana?"

"Mm--maksud saya, Tuan masuk dapur lagi?"

Ilham tersenyum kecil, menatap sekilas susu dan bubur di tangannya yang masih mengepulkan asap.

"Kalian makan saja makanan dari Reva, sepertinya Nara tidak suka jika saya memakannya."

Dista dan Disti saling pandang, "kenapa? Kalau kalian tidak mau, kasih saja ke Pak Dadang."

"Tuan, apa--"

"Sudah, jangan banyak bicara." Ilham melenggang pergi.

Dista dan Disti daling melempar senyum haru, "sepertinya, Tuan Muda mulai kembali," ucap Dista.

KATAKAN CINTA PADAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang