PERNIKAHAN

444 31 19
                                    

"Saya terima nikah dan kawinnya Kinara Anjani binti Hermawan dengan mas kawin seperangkat alat sholat serta uang sebesar 100 juta dibayar tunai."

"Bagaimana saksi? Sah?"

Kalimat 'sah' yang menggema di ruangan dengan dekorasi serba putih itu membuat si lelaki muda dan tampan, Ilhamsyah Deva Edsa Putra, sang pemilik perusahaan GANESHA grub bernapas lega.

Gadis yang begitu di inginkannya kini telah bersanding dengannya di bawah naungan selendang putih yang sama. Gadis dengan dandanan natural serta kebaya putih jarik coklat muda itu kini telah sah menjadi miliknya. Kinara Anjani.

***


"Maaf, tidak ada penyambutan buat kamu. Karena saya tidak memiliki siapa-siapa lagi selain ART." Ilham tersenyum, membukakan pintu rumah besar di hadapan mereka. Rumah tinggalnya yang terbiasa sepi kini akan mulai mendapat anggota baru.

"Selamat datang, Nona." Ada 2 orang ART menyambut kedatangan Kinara dan Ilham.

"Kenalkan, namanya Dista dan Disti. Mereka kembar" Ilham memperkenalkan satu persatu para ART nya pada Kinara.

Kinara mengangguk tanda mengerti. Setelahnya, Ilham membawa Kinara ke kamar mereka.

"Aku harap kamu ingat kalau aku tidak mau tidur satu kamar denganmu." Ucapan Kinara yang tiba-tiba membuat Ilham terdiam. Gadis itu menatapnya datar.

"Iya, saya ingat." Ilham mengembuskan napas berat, mencoba berdamai dengan hatinya yang sakit karena memang ia harus ingat perjanjiannya dengan gadis itu sebelum bersedia ia nikahi.

"Aku bersedia menikah denganmu dengan 3 syarat."

"Apa?"

"Pertama, aku tidak mau tidur sekamar. Kedua, jangan menuntut hak apa pun padaku. Dan yang ketiga, jangan melarang apa saja yang ingin kulakukan."

"Saya akan tidur di ruangan sebelah, kamu bisa pakai kamar ini sebagai kamar kamu."

Ilham menarik koper Kinara dan mengangkatnya ke ranjang, kemudian berjalan menuju lemari untuk mengambil baju gantinya.

"Pa, Ma, sebagai bentuk baktiku aku akan tinggal bersama lelaki ini. Maafkan aku, Fey. Aku sudah mengingkari janji-janji kita."

Kinara mengusap pelan air matanya, tanpa ia tahu, pemandangan itu ditangkap jelas oleh Ilham.

"Maaf kalau saya terlalu memaksakan kehendak. Tapi, ini satu-satunya cara saya buat bisa bersama kamu." Ilham meninggalkan Kinara yang air matanya semakin mengalir deras.

Kamar yang memiliki pintu penghubung dengan kamar sebelahnya itu tentu memudahkan Ilham untuk bisa keluar masuk kamar pribadinya yang kini di huni Kinara.

"Pegang kunci ini, biar kamu nggak curiga kalau saya bakalan apa-apain kamu. Karena saya tidak akan melakukan apa pun sampai kamu mau, saya akan menunggu kamu siap."

"Tapi sayang itu tak akan pernah terjadi," desis Kinara menatap tajam pada Ilham yang tersenyum tipis.

"Tuhan itu maha membolak-balikkan hati manusia, Nara."

"Aku yang akan tinggal di kamar itu, kamar ini milikmu, jadi kau yang lebih berhak atas kamar ini."

"Saya tidak akan pernah bisa melarang kamu. Tapi, saya harap kamu mau mengerti. Dan ya, kalau mau keluar-masuk, sebaiknya lewat pintu utama kamar ini. Biar Dista dan Disti tidak curiga."

Sepeninggal Ilham, Kinara melempar kasar tas sampingnya, "jika saja bukan karena permintaan Papa, aku tidak akan ada di sini."

***

KATAKAN CINTA PADAKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang