"Kerja tuh yang bener dong, harus tahu apa yang disuka sama tidak disuka oleh Bara." Naura kembali memarahi Nai, wanita itu memeluk Bara sayang. "Lagian kamu orang baru, jangan terlalu lancang deh."
Nai hanya diam mendengarkan ocehan Naura. Napasnya berhembus kasar. "Ini perempuan siapa sih? Datang-datang malah ngomel," ucap Nai dalam hati, dia sedikit kesal. Sebenarnya masalah pagi ini tuh enggak sebesar itu, hanya wanita cantik ini yang mebesar-besarkan saja. "Saya minta maaf," ucap Nai mengalah, memang dia harus mengalah.
Apalagi melihat wanita di depannya yang seperti tidak mau kalah. Jadi dari pada nanti masalah ini semakin besar, Nai memutuskan untuk meminta maaf terlebih dahulu.
"Maaf kamu tuh udah gak guna tahu, lihat Bara... Dia terlanjur makan makanan yang tidak dia suka. Kan kasian." Naura mengalihkan perhatiannya dari Nai ke Bara. "Tante bawa sesuatu, ayuk makan di meja makan," ajak Naura dengan semangat mengabaikam Nai yang masih menunduk.
"Ayok, tan.... Tante bawa makanan apa? Bala mau makan semuanya, ya." Bara berkata sembari duduk di meja makan, dia begitu semangat saat ada Naura. Wanita itu memang suka membawa banyak makanan enak.
Naura mengangguk. "Iya, tante kali ini bawa makanan yang enak, ada ayam goreng saus keju." Naura menunjukan makanan yang dia bawa. Terlihat ayam utuh itu berwarna merah dengan taburan entah apa namanya. "Heh... Cepat siapkan makanan ini, bawa piring dan minumnya," suruh Naura seperti nyonya rumah, padahal pemilik aslinya belum pernah berlaku seperti itu pada Nai.
Tanpa banyak bicara, Nai langsung mengerjakan perintah Naura. Bukan karena takut pada wanita bossy itu, hanya saja melihat Bara yang begitu antusias ingin makan makanan dari Naura.
Dengan telaten, Nai menyiapkan piring juga minum, dia memindahkan ayam besar utuh ke piring, memotongnya beberapa bagian kecil untuk dimakan Bara. Pria kecil itu terlihat tidak sabar ingin memakan ayam goreng besar itu.
"Ayo makan Bara, tante bawa ini untuk kamu, sayang, habiskan, ya." Naura memberikan satu piring penuh ayam. "Dan kamu, buang bekas bungkus ayam ini ke belakang," lanjut Naura memerintah kasar pada Nai.
Sungguh Nai sangat tidak suka dengan wanita cantik itu. Wajahnya saja yang terlihat elok, enak dipandang, hatinya begitu busuk sekali. Suka merendahkan orang biasa seperti Nai.
Tapi meski Nai tidak suka Naura, dia tetap melaksanakan perintah untuk membuang semua bungkus ayam ke belakang. Tangannya mengambil sisa bungkus, membawanya ke belakang, meninggalkan Bara yang sedang menikmati makananya dengan lahap.
Nai tersenyum saat sudah sampai di belakang rumah, tempat sampah dan di sana juga ada Hani yang sedang mengobrol dengan pekerja lain. "Bu, di dalam ada wanita cantik, dia bawa makanan untuk Bara," ucap Nai memulai percakapan.
"Oh, itu Naura, Nai. Dia memang selalu datang ke rumah ini untuk menemui Tuan Daniel, kadang juga membawa makanan untuk Bara," jawab Hani sembari mengingat-ngingat.
"Cantik, ya Bu orangnya, tapi sedikit kasar." Nai sedikit mengeluarkan pendapatnya.
Hani mengangguk. "Ibu juga sering mendapat perlakuan seperti itu dari Naura, tapi meski begitu dia baik sekali pada Bara."
"Iya, Bu, dia juga terlihat sangat menyayangi Bara." Nai juga memberikan pendapatnya. "Bu, Nai masuk lagi ya, takut Bara butuh sesuatu." Nai meninggalkan Hani setelah selesai berpamitan.
Nai berjalan masuk ke dalam rumah, entah kenapa hatinya tiba-tiba berdebar sedikit kencang. Apalagi setelah mendengar suara cukup bising dari arah ruang makan. Perasaanya semakin kalut karena mendengat suara Hera yang terdengar khawatir.
Saat tiba di ruang makan, keadaan sudah kacau. Hera terlihat menangis khawatir, Daniel yang sedang menelepon, juga terlihat khawatir, rahang wajahnya juga terlihat menegang menahan amarah.
Di lantai ada Naura yang juga terlihat khawatir, di pangkuannya ada Bara. Pria kecil itu terlihat sedang menahan sakit, napasnya juga terdengar cepat tanda bawa Bara sedang sesak napas. Naura, dia malah wajahnya terlihat ketakutan dan cemas.
"Wanita itu membuat semua makanan yang dimakan oleh Bara!" Naura langsung menuduh Nai saat matanya bersitatap dengan Nai. "Tadi aku melihat Bara juga makan banyak, ada ayam giling dan ayam goreng keju," lanjutnya membuat mata setiap orang menatap ke arah Nai.
Nai sendiri langsung terdiam mendengar tuduhan Naura. Dia memang membuat ayam giling saus tomat untuk Bara, tapi bahan yang dia gunakan tidak ada yang aneh. Malahan sangat sehat dan alami. Untuk ayam goreng saus keju tentu bukan Nai yang memberikan, jelas itu Naura, tapi kenapa wanita itu menuduh Nai.
"Kamu baru kerja sehari tapi sudah melakukan kesalahan besar, Nai!" Hera mendekat, dia terlihat kecewa, juga menyesal karena sudah menerima Nai sebagai pengasuh Bara. "Cucu saya punya alergi, seharusnya kamu bertanya pada Hani, makanan apa yang seharusnya tidak boleh dimakan oleh Bara."
Nai terlihat menunduk, dia merasa sudah melakukan semua yang dikatakan Hera. Tidak mungkin dirinya tega menyakiti anak lemah seperti Bara. "Maafkan saya, Nyonya. Tapi demi Allah, makanan yang saya buat sama sekali tidak berbahaya bagi Bara."
"Kamu jangan banyak alasan!" Naura langsung menyahut galak. "Sekarang Bara dalam bahaya, ini semua karena makananmu itu!"
Daniel yang sendari tadi memperhatikan, dia kemudian mendekat ke arah Bara. Memangku pria kecil itu. "Saya akan bawa Bara ke rumah sakit," ucap Daniel dengan nada dingin. Pria itu begitu kalut perasaanya. Dia begitu takut juga sesuatu yang lebih buruk terjadi pada Bara.
"Kamu! Siapkan keperluan Bara di rumah sakit," lanjut Daniel menatap Nai tajam. "Sebaiknya kamu jangan berani untuk kabur!" Sungguh, Nai merasa takut melihat Daniel yang terkesan dingin juga galak.
Meski pun begitu, dia tentu tidak akan kabur. Jika dia kabur, maka orang-orang akan menyangka bahwa Nai lah yang mencelakai Bara. Jadi dia harus bertanggungjawab, meski sangat yakin bukan makananya yang membuat Bara dalam bahaya.
Nai membuat makananya menggunakan bahan alami, juga sudah bertanya pada Hani, jadi dia sangat yakin bahwa keadaan Bara saat ini bukan salahnya. "Saya kecewa sama kamu, Nai," ucap Hera sedih, dia kemudian pergi menyusul Daniel.
Sedangkan Naura tersenyum miring menatap Nai. "Gue harus buat pengasuh itu pergi dari rumah, gue gak mau Bara dekat dengan wanita selain gue."
Nai masih terdiam merasakan keadaan yang tiba-tiba seperti ini. Hatinya juga kalut, melihat Bara yang nanasnya sesak. Dia kemudian berlari ke kamar Bara, menyiapkan pakaian, beberapa mainan dan tidak lupa Nai juga mengambil beberapa popok jika dibutuhkan nanti di rumah sakit. "Semoga kamu baik-baik saja, Bara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengasuh Anak Mantan
RomanceBagaimana perasaan kamu saat harus terpaksa menjadi pengasuh anak mantan? Rasanya nano-nano, apalagi mantan yang satu ini adalah mantan terindah, yang sekaligus mantan paling membuatmu sakit hati dulu saat berpacaran. penasaran, cus... baca!