Setelah perjalanan tidak terlalu jauh, mobil milik Daniel kini sudah sampai di rumah sakit. Pria itu megantar Nai setelah makan siang terlebih dahulu di rumah. "Bara dirawat di lantai 4, kamar nomor 413. Aku tidak akan ikut kamu karena pekerjaan sudah menunggu." Daniel berbicara sebelum Nai turun dari mobil.
"Oke deh, terimakasih sudah mengantar." Nai turun dari mobil, sebelahnya Daniel juga langsung pergi dari pekarangan rumah sakit.
Nai menggeleng tidak percaya dengan Daneil, bagaimana bisa anaknya masuk rumah sakit, tapi dia masih memaksakan diri untuk pergi bekerja. "Ayah yang buruk...," ucap Nai sembari melangkah memasuki rumah sakit.
Dia berjalan ke arah lift dan masuk, menekan tombol nomor empat. Lift pun langsung berjalan ke atas, ke lantai yang dituju oleh Nai.
Lantai nomor empat ini adalah lantai yang dipenuhi oleh kamar VVIP, untuk lokasi kamar Bara, Nai harus melewati beberapa kamar VIP, terus terhalang oleh sebuah pintu, Nai masuk ke ruangan khusus dimana semuanya adalah kamar dengan fasilitas komplit.
Setelah sekian detik mencari, akhirnya Nai menemukan ruang kamar milik Bara. Dia langsung mengetuk dan menunggu seseorang dari dalam untuk membuka pintu.
Tidak lama, terdenhar pintu akan dibuka, munculah Naura dari dalam. Wajah yang tadinya cantik full senyum, kini berubah menjadi datar tidak suka saat melihat Nai. "Mau apa lo ke sini? Sana pergi Bara udah gak mau ketemu sama lo lagi!" ucap Naura dengan nada tidak suka.
Nai jadi bingung sendiri melihat Naura, entah kenapa wanita ini sangat tidak suka pada dirinya. Seakan dirinya ini adalah musuh yang nayata bagi Naura. Padahal, Nai baru kali ini bertamu Wanita cantik dengan rambut panjang hitam berkilau itu. "Saya bawa makanan untuk Bara," balas Nai masih mencoba sopan.
"Makanan? Lo mau ngeracunin Bara lagi, ha?" Naura mengerutkan kedua halisnya. "Udah gue bilang, Bara gak mau ketemu sama lo lagi," lanjut Naura sembari mendorong kasar tubuh Nai, agar menjauh dari pintu kamar rumah sakit.
"Mabk... Sebenarnya kamu ini kenapa? Saya cuma menjalankan perintah Bara dan papanya untuk membawakan makanan." Nai sudah sedikit kehilangan kesabaran, emosinya juga mulai naik melihat kelakuan Naura yang aneh.
"Udah lo jangan banyak bacot, sini makananya, biar gue yang kasih ke Bara." Naura merebut makanan yang dibawa oleh Nai kasar. "Udah lo pergi aja, sana! Hushhh...."
Perlakuan Naura begitu membekas di hati Nai, dia sedikit sakit hati saat diperlakukan seperti tadi. Terpaksa Nai harus pergi dari rumah sakit tanpa bertemu terlebih dahulu dengan Bara, hanya saja dia bersyukur karena makanan pesanan pria kecil itu sudah bisa dimakan oleh Bara.
Beberapa langkah Nai pergi setelah keluar dari ruangan VVIP, dia bertemu dengan Hera yang sudah dari kantin. "Kamu sudah sampai?" tanya Hera langsung bertanya.
"Iya, Nyonya. Tadi saya sudah bertemu dengan Nona Naura, sekalian menitipkan makanan pesanan Bara." Nai menjawab dengan sopan.
"Oh iya terimakasih, Nai." Hera menguncapkan terimakasih. "Sepertinya kamu tidak bisa bekerja lagi di rumah saya, Nai," lanjut Hera membuat Nai mematung terdiam dengan jantung yang mulai berdebar.
"Tapi, Nyonya... Bukan saya yang membuat Bara masuk rumah sakit." Nai mencoba memberikan penjelasan, sekalian membela diri. "Bukan saya juga yang membuat ayam goreng, saya hanya membuat ayam giling dengan bahan tanpa bahan-bahan kimia berbahaya."
Hera mengangguk. "Saya tahu, Nai... Tapi keputusan saya untuk memberhentikan kamu adalah yang terbaik." Hera sedikit menjelaskan. "Kamu bisa pergi dari rumah, masalah kontrak, saya yang akan mengurusnya. Kamu tidak perlu membayar denda."
Nai hanya bisa mengangguk dengan pelan. Dia tidak bisa memaksakan kehendaknya, lagian untuk apa jika terus memaksa bekerja jika ada beberapa orang yang tidak suka dengan kehadiranya. "Baiklah, Bu. Saya akan pulang dan mengambil barang di rumah, setelahnya saya akan pergi."
Hera mengangguk mendengar keputusan Nai. "Terimakasih sudah mengerti, Nai dan sampai jumpa." Hera berlalu, meninggalkan Nai sendiri dengan pikirannya.
Hera merasa kehadiran Nai akan membuat gejolak besar dalam keluarganya. Jika dipikirkan, semua pengasuh sebelum Nai, mereka memang dikerjai oleh Bara, tapi keadaan tetap kondusif. Tidak sampai membuat Bara masuk rumah sakit, dan tidak membuat Naura berprilaku di luar kebiasaanya.
Walau Bara terlihat menolak Nai, tapi Hera tahu pria kecil itu sudah tertarik dengan Nai, jika saja Nai bertahan lebih lama di rumah, wanita berkerudung itu akan bisa menaklukkan Bara. Jadi keputusan Hera sudah yang terbaik, tidak akan ada drama di rumahnya, setiap orang aman dan kembali kekeadan normal. "Maaf, Nai... Semoga kamu bisa mendapatkan pekerjaan lain."
Hera masuk ke kamar Bara, disana sudah ada Naura yang sedang menunggu Bara. Pria kecil itu sudah membaik, malahan kini lahap sekali memakan masakan buatan Nai. "Allhamdulilah kamu udah mau makan, Bara," ucap Hera sembari mendekat.
"Iya, Nek... Makanannya enak banget, Bala suka. Sepelti buatan Nai," ucap Bara dengan semangat. "Telnyata tante Naula juga bisa masak, ya, enak juga makanannya," lanjut Bara membuat Hera mengerutkan kedua alisnya.
"Kamu yang buat, Ra?" tanya Hera memastikan.
"Iya, Mah, kasihan Bara dia sangat ingin makan ayam giling, tapi pengasuhnya itu tidak kunjung datang, jadi sebelum kesini tadi, aku sengaja buatkan untuk Bara." Naura menjelaskan dengan nada bangga, membuat Hera tersenyum getir.
"Ya udah, makasih ya." Naura mengangguk senang kemudain Hera berjalan ke sofa, dia duduk memperhatikan keadaan.
Hal seperti inilah yang tidak disukai oleh Hera. Saat kehadiran Nai muncul orang orang jadi keluar sifat asli mereka. Tentu Hera tahu makanan itu adalah buatan Nai, tapi Hera memilih bungkam karena tidak mau melanjutkan drama, dia sudah menghentikan drama ini saat memecat Nai tadi.
"Mah, bagaimana dengan pengasuh Bara itu?" tanya Naura mendekat pada calon mertuanya.
Hera tersenyum. "Mamah memutuskan untuk memberhentikan Naila." Perkataan Hera membuat Naura tersenyum senang, Hera melihat itu dan dia sangat paham.
"Aku setuju, Mah, aku takut wanita itu akan mencelakai Bara." Naila begitu menyebalkan jika dari kacamata Naila, seharusnya yang diwaspadai akan mencelakai Bara adalah Naura, bukan Nai dan Hera jelas mengerti soal itu.
"Iya, Ra. Mamah juga khawatir." Hera mengangguk paham. "Oh, iya... Bara kan punya alergi terhadap bahan kimia, kamu kan sebelumnya suka bawain Bara makanan, saran mamah untuk saat ini jangan dulu bawa, ya Ra. Kecuali itu buatan kamu sendiri."
Naura terlihat mengangguk paham. "Iya, Mah, mulai saat ini Naura bakal buat membuat sendiri makanan untuk Bara."
"Terimakasih, Ya, Ra. Sekarang mama bisa tenang." Hera menghembuskan napasnya pelan, ia sangat berharap kejadian Bara ke rumah sakit ini adalah yang terakhir kalinya.
"Iya, Ma, sama sama," ucap Naura sembari memeluk calon mertuanya. "Yes! Gue berhasil buat wanita sialan itu pergi dari rumah. Lo hebat, Naura," ucap Naura dalam hati penuh kesombongan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengasuh Anak Mantan
RomanceBagaimana perasaan kamu saat harus terpaksa menjadi pengasuh anak mantan? Rasanya nano-nano, apalagi mantan yang satu ini adalah mantan terindah, yang sekaligus mantan paling membuatmu sakit hati dulu saat berpacaran. penasaran, cus... baca!