Pekerjaan Baru

1.5K 64 0
                                    

Nai baru saja selesai membereskan kontrakan dimana dia akan tinggal, sedangkan hari sudah menunjukan pukul delapan malam. Meski pun begitu, suasana di kontrakan ini bukan sepi, malah sangat ramai. Karena memang penghuni kamar sudah pada pulang dari kerja mereka masing-masing.

Menatap ke setiap sudut kontrakan, Nai bernapas berat. Di dalam kamarnya masih belum ada banyak barang, hanya ada tempat tidur tipis dan bantal. Untuk selimut dan lainnya masih belum ada, bahkan peralatan masak juga tidak ada. "Sementara aku harus membeli makanan. Tidak mungkin memasak, karena tidak ada peralatan masak." Nai merencanakan kehidupan barunya.

Perut Nai sudah mulai merasakan lapar, dia berencana akan pergi ke luar untuk mencari makanan, tapi, kontrakannya saat ini kebayakan dihuni oleh pria, dari muda sampai tua, beberapa mereka ada yang membawa istri dan anak. Jadi Nai begitu malu jika harus ke luar sekarang.

Nai masih menenangkan hatinya, saat ponsel dia berdering. Tangan itu langsung mengambil dan mengangkat panggilan dari teman Nai, Rina. "Nai bagaimana pekerjaanmu?" tanya Rina penasaran, dia baru bisa menghubungi.

"Aku dipecat, Rin." Nada bicara Nai begitu tidak bersemangat. "Aku dituduh meracuni anaknya majikan," lanjut Nai dengan sedih saat mengingat pengalaman singkatnya di rumah Daniel.

Rina begitu terkejut saat mendengar ucapan Nai. Bagaimana bisa hal seperti itu terjadi. Tidak mungkin temannya itu meracuni Bara, Nai begitu memerlukan pekerjaan ini. "Tidak mungkin, Nai. Kamu kan sangat memerlukan pekerjaan, bagaimana bisa?" tanya Rina begitu penasaran.

"Ceritanya begitu panjang, Rin. Main ke kontrakanku dong, nanti aku ceritakan." Nai mengundang temannya itu untuk datang ke kontrakan.

Rina mengangguk. "Ya udah, kamu kirim alamatnya, ya, aku otw nih." Rina buru-buru bersiap diri, kebetulan pekerjaanya sudah selesai.

"Iya, aku kirim alamatnya sekarang. Ya udah hati-hati di jalan." Nai langsung memutuskan sambungan saat Rina sudah merespon, dia kemudian berjalan ke luar kontrakan, ingin membeli makanan untuk teman baiknya itu, sekalian dia membeli makan malam.

Suasana malam di depan kontrakan Nai masih ramai, ada beberapa orang yang sedang berkumpul di depan kamar nomor satu, Nai terpaksa harus berjalan melewati mereka karena pintu ke luar tepat sesudah pintu nomor satu.

Jantungnya berdebar, apalagi orang yang berkumpul itu pria semua. Saat Nai berjalan tepat di depan mereka, ada yang menyapanya. "Assalamualaikum, Mbak... Penghuni baru di kontakan ini, ya?" tanya salah satu pria.

Nai menundukkan wajah, jantungnya semakin berdebar. Dia tidak menyangka salah satu dari mereka akan menyapa. Nai mengangguk, lalu menjawab. "Iya, baru sampai tadi sore," jawab Nai tanpa melihat siapa yang bertanya, lalu dia pergi setelah berpamitan. "Permisi."

Wanita berkerudung itu langsung berjalan cepat meninggalkan kumpulan pria yang entah sedang apa. Kini Nai sudah sampai di luar gang, dia berjalan mencari makanan, syukur lokasi kontrakannya ini dekat dengan bayak tukang makanan, seperti nasi goreng, bakso, mie ayam, bahkan makanan aneh aneh pun banyak.

Nai memutuskan untuk membeli nasi goreng dua bungkus dengan air mineral ukuran sedang tiga botol. Dia memutuskan untuk menunggu Rina, mentalnya sudah down jika harus melewati kumpulan para pria tadi, setidaknya jika bersama Rina dia bisa tenang.

Beberapa belas menit kemudian, Nai melihat Rina berjalan mendekat. "Udah beli nasi gorengnya, Nai?" tanya Rina saat sampai di depan temannya itu.

Nai mengangguk. "Udah, ayok... Aku juga udah beli untukmu, kita makan sama-sama, ya." Nai menunjukan nasi goreng bungkusnya.

"Ayok lah... Aku juga bawa camilan, nih." Rina juga menunjukan camilan yang dia beli.

Mereka berdua akhirnya berjalan bersama masuk ke kawasan kontrakan, saat tiba di dekat pintu kamar no satu... Nai langsung menundukan wajah, sembari mendengarkan Rina. Kali ini dia sedikit merasa aman, sedangkan temannya itu sama sekali tidak ngeh, hanya Nai saja di sini yang bermasalah.

"Gila, Nai, penghuni kontrakan ini cogan semua, ya," ucap Rina saat mereka sudah sampai di dalam kamar Nai. Dia langsung mengungkapkan kesannya saat memasuki kawasan kontrakan Nai, apalagi tadi di depan Rina melihat kumpulan pria yang sempat menyapa Nai.

Nai mengangkat kedua bahunya. "Tidak tahu juga, Rin, aku tidak terlalu memperhatikan." Nai memang tidak terlalu memperhatikan keadaan sekitar. Tapi saat tadi ada yang menyapanya, dia  menyetujui perkataan Rina.

"Kamu lapar gak, Rin... Makan, yuk. Aku udah lapar banget nih." Nai membuka bungkusan nasi goreng, dia memakan langsung dari bungkusnya karena tidak punya peralatan makan, sepertinya besok Nai harus membeli beberapa barang yang dibutuhkan, mumpung uang  kompensasinya masih ada.

Rina mengangguk. "Makasih, ya." Rina juga mulai makan bersama dengan Nai, dia sesekali mengangguk. Nai mulai mencaritakan masalahnya saat menjadi pengasuh Bara.

"... Jadi karena itu aku dipecat, Rin. Selebihnya gak tau kenapa alasan nenek Bara memecat aku." Nai menceritakan detail masalahnya.

"Gila juga, ya Naura Naura itu. Manurutku sih, dia memandang kamu sebagai saingan atau ancaman untuk kedepannya deh, Nai." Rina mulai menganalisa keadaan Nai di rumah Daniel.

"Mungkin, aku juga tidak tahu, Rin. Kalau dipikir-pikir ada baiknya juga, ya dipecat, bisa terjauh dari kecemburuan seorang wanita." Nai juga memandang Naura seperti wanita posesif terhadap Bara dan ayahnya.

Rina mengangguk, membenarkan. "Untung kamu dipecat, Nai... Ya malasah pekerjaan kan bisa dicari lagi. Dari pada kamu terus dituduh untuk sesuatu yang tidak dilakukan, kan mending cari pekerjaan lain. Kita kan bukan hidup di dunia drama siang hari, kita bisa memilih untuk mencari yang lebih baik," ucap Rina panjang kali lebar dan Nai setuju.

"Iya, Alhamdulillah, Rin. Tapi sekarang aku agak bingung harus bekerja apa." Nai mengeluarkan unek-uneknya saat ini.

"Saat ini, aku belum ada kerjaan untuk kamu, Nai. Tapi nanti kalau ada, kamu bakal aku kasih tahu." Rina berkata jujur. "Kamu kan pinter masak, Nai kenapa tidak jualan makanan aja?" tanya Rina membuat Nai menatap temannya serius.

"Kamu benar juga, Rin. Tapi aku harus membeli perabotan dapur terlebih dahulu kayaknya." Ide bagus dari Rina membuat Nai semangat entah bagaimana, sepertinya jualan makanan akan laris, karena setiap orang kan butuh itu.

Rina mengangguk, potensi Nai dalam memasak memang tidak diragukan lagi. "Iya kalau belum ada lapak, kamu jualan di kontrakan ini aja, kan penghuninya juga banyak, tapi sebelum itu coba minta ijin dulu pada ibu kontrakan, takut tidak diijinkan," saran Rina kemudian membuat Nai menganggu semangat.

"Wah, kamu memang cemerlang, Rin. Bismillah deh aku mau jualan makanan di sini, semoga lancar." Nai mulai memikirkan apa yang harus dia beli.

Mengasuh Anak MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang