Mmalam Pertama

2.1K 60 5
                                    

+62...
Nai bagaimana kamu bisa jdi koki Raksa?

+62...
Nanti kalau mau ngantar makanan buat Raksa, buatin aku juga ya

+62...
Kamu tenang saja nanti transfer uang untuk biaya makanannya

Beberapa pesan dari Daniel masuk ke ponsel Naila, sedangkan yang punya sedang sibuk memasak di dapur milik Raksa. Hari sudah mulai malam, jadi wanita berkerudung itu harus cepat-cepat memasak karena takut Raksa sudah pulang dan makanan belum ada.

Pesan tadi Nai abaikan karena dia sudah tahu siapa pengirimnya. Agak bingung melihat sikap Daniel akhir-akhir ini, pria itu jadi lebih intens mengirim pesan setelah tahu Naila bekerja dengan Raksa.

Selain Nai tidak ada waktu untuk hanya sekedar membalas pesan, dia juga takut dengan Naura. Wanita itu menurutnya sangat bahaya, dia bisa dalam sekejap menghilangkan pekerjaan. Jadi Nai, sebisa mungkin harus tetap jauh dari Daniel.

Waktu menunjukan pukul setengah lima sore, Nai sendiri tidak tahu jam pulang Raksa jadi sebisa mungkin makan malam harus selesai sebelum solat magrib. Tapi belum lama Nai menentukan targetnya, suara buka pintu terdengar membuat pikirannya berantakan.

Nai takut itu Raksa, sedangkan makan malam belum selesai dia buat. Dia buru-buru ke meja makan untuk membereskan, menata piring milik Raksa. Meski makananya belum masak, dia harus terlebih dahulu membereskan meja makan supaya nanti tidak ribet.

"Wanginya enak banget, Nai." Benar dugaan Nai, itu suara Raksa yang baru pulang kerja, pria itu langsung berjalan ke dapur saat mencium aroma nikmat. "Kamu masak apa?" tanya Raksa kemudian.

"Masak daging semur, A, tapi maaf masakanya belum matang." Nai menjawab, sembari tangannya membuka tutup panci memperlihatkan semur daging buatannya. "Saya tidak tahu jam berapa Aa pulang kerja, jadi masakannya belum siap."

Raksa mengangguk memahami keadaan Naila. "Aku yang lupa memberitahu kamu Nai, tapi biasanya sih dalam rentang waktu pukul 5-7 sore saya pulang kerja." Raksa menyimpan tas kerja di atas meja makan. Melihat Nai hanya mengangguk, Raksa langsung berbicara. "Panggil aku kalau makananya sudah siap."

"Baik A, nanti saya panggil, tapi ini sebentar lagi siap ko." Nai menjawab, sembari tangannya membawa mangkuk untuk wadah semur daging.

Raksa mengalihkan perhatiannya pada ponsel Nai di atas meja makan. Dia sedikit mengerutkan kedua alisnya karena melihat banyak pesan masuk dari Daniel. Kedua tangannya langsung mengepal kuat, rasanya tidak nyaman saat mengetahui Daniel menghubungi Nai.

Dengan menahan rasa tidak nyaman itu, Raksa pergi ke kamar untuk membersihkan diri meninggalkan Nai yang masih sedang menykapkan makanan. Dia pertama memasukan semur daging ke piring, lalu menyimpannya di meja, lalu ada tumis sayur dan buah-buahan.

Beberapa menit berlalu, kini urusan meja makan sudah selesai, Nai berjalan ke dapur untuk segera membersihkan dapur. Karena kebiasaan Nai saat sedang masak dia selalu sembari membersihkan tempat masak, makanya dapur tidak terlalu kotor. Dia hanya perlu mengelap kompor dan mencuci perkakas yang sudah dia gunakan.

Saat pintu kamar Raksa terbuka, Nai di dapur juga sudah membereskan pekerjaanya dan dia siap-siap akan pulang. "A, semuanya sudah beres, saya ijin pulang, ya." Tidak mau menunggu lama, wanita dengan kerudung itu langsung berpamitan pada Raksa.

Sedangkan Raksa, yang baru selesai dalam mengelola perasaannya itu kembali merasa berantakan. "Oh ya udah, kamu boleh pulang. Pake aja motor di besmen ya." Raksa duduk di kursi makan, dia tidak langsung memakan makanannya. Masih terdiam melihat Nai bersiap akan pulang, kedua tangannya mengepal entah kenapa. Hatinya benar-benar berantakan saat ini.

"Saya pamit, A, assalamualaikum." Setelah Nai selesai menyiapkan diri akan pulang, dia langsung berpamitan dan Raksa hanya mengangguk memberi ijin entah Nai paham atau tidak tapi aura dari seorang Raksa sudah berubah dari pria itu hanya diam saja bahkan sama sekali tidak menyentuh makanannya.

Nai sebenarnya sedikit menyadari bahwa ada perbedaan dari Aura Raksa yang sedikit pendiam. Wanita itu menankap aura marah yang Raksa coba tahan dan tentu saja Nai tidak tahu kenapa Raksa bisa begitu. Dia menyangka bahwa bossnya itu sedang ada dalam masalah.

Tidak mau memikirkan banyak hal aneh, Nai berjalan ke luar apartemen Raksa, membuka pintu dan langsung berjalan ke arah besmen setelah pintu apartemen  dia tutup meninggalkan Raksa yang masih memperhatikan makananya dengan tidak berselera. Bahkan wajahnya sudah berubah datar, tidak ada raut ramah seperti tadi yang dia tunjukkan pada Nai.

Raksa berjalan ke arah balkon, pria itu meninggalkan meja makan tanpa dia sentuh. Matanya melihat keindahan malam kota yang masih terlihat sibuk, di bawah dia juga melihat Nai yang akan segera pulang dengan motor yang baru Raksa beli kemarin.

Bukannya langsung makan malam, pria itu malah mengeluarkan roko miliknya. Ditemani dengan kesibukan malam kota, pria itu dengan pemikirannya mulai berkelana. Memikirkan bagaimana dia bisa dekat dengan Nai, jujur saja selera makannya sudah hilang saat Nai pergi tadi.

"Datang ke apartemen!" Raksa menelepon adiknya, lalu langsung menutup panggilan. Yang ditelepon hanya bisa melongo karena kebiasaan kakaknya yang tidak pernah berubah.

Raksa menutup panggilan, lalu tangannya dengan lincah menekan nomor ponsel seseorang yang dia kenal. Panggilan terhubung, dan diangkat. Suara seorang wanita menyahut. "Hallo, Raksa ya, kamu ada apa menelepon Daniel?" tanya wanita itu langsung, yang tidak lain adalah Naura.

"Di mana Daniel?" tanya Raksa singkat padat dan datar.

"Ada apa? Ada kok, kamu bicara saja sama aku, nanti disampaikan." Naura dia sedikit senang karena dia bisa bicara langsung dengan Raksa. Dia menganggap ini sebuah kesempatan.

"Gue mau Bicara sama Daniel." Raksa masih berbicara dengan nada datar tanpa keramahan sama sekali. "Kasih hpnya ke Daniel!"

Di sebrang telepon, suara Daniel menyahut menanyakan siapa yang meneleponya. "Ini Raksa, yang. Dia cariin kamu," jawab Naura, dia langsung memberikan ponsel pada Daniel. Hatinya saat ini bergemuruh karena sikap Raksa yang sangat dingin pada Dirinya.

"Sial! Susah banget ngedeketin si Raksa!" ucap Naura dalam hati, dia kembali melanjutkan makan malamnya.

"Ada apa?" tanya Daniel langsung tanpa basa basi.

"Gue mau lo jangan ganggu Naila." Raksa juga tanpa basa basi berbicara langsung. "Stop kirim pesan spam!" lanjutnya penuh penekanan.

"Lo gak berhak ngehalangin gue!" Daniel tidak mau kalah.

"Atau kerja sama kita gagal." Raksa tidak kehabisan ide. "Lo cari yang lain aja, gue gak mau kerja sama lo."

"Lo jangan gila, cuma gara gara janda itu?" Daniel segera menahan amarahnya,  Raksa saat ini benar-benar di luar dugaan.

"Oke, kerja sama kita gagal." Raksa langsung menutup panggilan. Hatinya sangat bergemuruh saat ini, kedua tangannya mengepal menahan emosi atas perkataan Daniel yang merendahkan Naila.

Sementara Daniel benar-benar marah karena kerja sama dengan Raksa sudah mencapai 70%, harus gagal hanya karena Raksa tidak menyukai interaksi Daniel dengan Naila. Benar-benar kekanakan sekali Raksa menurut Daniel. Pria itu mengabaikan spekulasi tentang Daniel yang mungkin ada perasaan special pada Naila.

Di apartemen Raksa, Raka baru saja datang. Pria itu langsung duduk di meja makan, bersiap akan makan malam. "Wih... Ini masakan Naila, ya. Kelihatannya enak banget." Raka mengambil piring, bersiap akan makan malam.

"Lo boleh makan, tapi setelah bantu gue masukin semua makanan ini ke tuperwere." Raksa membawa wadah untuk makanannya.

"Hah... Lo mau makan dimana emang?" tanya Raka begitu bingung dengan kakaknya ini.

"Di kosan lo, cepet!"

Kedua pria itu begitu sibuk memasukan makanan yang sudah Naila bereskan tadi, dengan penuh pertanyaan Raka hanya bisa diam melihat sikap kakanya ini yang entah kenapa tiba-tiba terobsesi dengan kosan milinya.

Mengasuh Anak MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang