Memakanmu Tah

1.9K 53 0
                                    

Beberapa hari berlalu, setelah Nai mendapat tawaran dari Raksa untuk menjadi koki di rumah pria itu. Kini Nai sedang bersama Rina, mereka berdua tengah memakan gorengan buatan Nai. "Menurutmu bagaimana, Rin?" tanya Nai sangat bingung. "Aku mendapat tawaran sebagai koki." Nia menceritakan keresahannya.

"Semua tergantung kamu, Nai." Rina mencoba memahami Nai yang resah. "Kalau kamu mau dan gajinya besar, kenapa tidak diambil. Toh memasak adalah hobimu, kan. Malahan bagus bisa dapat gaji. Berapa gajinya?" tanya Rina penasaran.

Nai mengangguk lemah, mendengar apa yang dikatakan Rina. "Gajinya lumayan, Rin, hanya saja aku agak kagok sama Raksa, banyak banget kemungkinan nanti, takut dia tinggal sendiri, atau aku gak bisa jualan di kontrakan, meski gak banyak, tapi aku suka banget jualan rumahan seperti ini." Nai menjelaskan segala kerisauannya.

"Jadi kalau bisa, kamu kerja di rumah Raksa dan tetap jualan?" Rina memikirkan keinginan Nai yang sedikit rumit, tapi masih bisa dikerjakan. "Ya udah, coba obrolin aja sama orangnya, kalau kamu gak mau kerja full time."

"Bisa, ya begitu?" tanya Nai tidak yakin. "Kalau bisa aku juga tidak mau nginep di rumah Raksa," lanjut Nai mengeluarkan unek-uneknya.

"Ya kalau menurutku sih bisa-bisa aja, Nai... Koki kan tugasnya memasak aja." Rina memberikan pendapatnya. "Ya udah coba obrolin dulu, insyaallah bisa lah. Kalau gak bisa, ya udah kamu lanjut jualan aja, jangan diterima."

Nai mengangguk, angguk paham. "Oke deh, aku coba hubungi dia sekarang."

"Iya, sok atuh."

Nai mengangguk, lalu dia mengambil ponsel untuk menghubungi Raksa. Dia sudah menyimpan nomornya, karena pria itu sendiri yang menyuruhnya.

Nai
Assalamualaikum, tentang tawaran kamu kemarin apa aku bisa kerjanya tidak full-time?

Nai mengirimkan pesan, tidak lama pesan Nai dibaca oleh Raksa, kemudian muncul tanda Typing.

Raksa
Bisa saja, kamu hanya perlu masak pagi dan malam.

Raksa sedang bekerja di kontrakan adiknya, dia merasa heran dengan Nai. Bukannya mereka tidak jauh, ya. Apa salahnya datang dan bicara langsung. Pria itu menggeleng pelan.

Raksa
Cukup datang pagi dan sore untuk masak di apartemen.

Mendapat jawaban dari Raksa membuat,  hati Nai sangat senang. Dia hanya perlu kerja part time dan selebihnya bisa jualan di waktu siang hari. Gaji pertama nanti, Nai akan dipake untuk menyewa toko, dia akan jualan makanan.

Nai
Oke deh, saya mau

Raksa
Besok bisa mulai kerja, kamu datang pukul lima subuh, apartemen saya tidak jauh dari sini.

Nai
Insyaallah

Nai merasa lega saat Raksa mengatakan bahwa dia bisa bekerja part time, tampa menginap di rumah. "Alhamdulillah bisa, Rin. Aku besok udah mulai kerja."

Rina tersenyum senang menatap temannya begitu lega. "Syukur deh, Nai. Mudah-mudahan yang kali ini bisa langgeng ya kerjanya."

"Aamiin, Rin, semoga lancar-lancar saja."  Nai berharap juga bahwa pekerjaan kali ini bisa lancar dan kalaupun ada kontrak, bisa sampai selesai nantinya.

Waktu berlalu, jam sudah menunjukan pukul setengah lima pagi, dan Nai baru saja selesai mengerjakan sholat subuh. Semalam, Nai tidak bisa tidur karena memikirkan pekerjaan barunya.

Apapun Nai pikirkan, dari makanan apa yang harus Nai masak, sampai bagaimana jika ternyata makanan Nai bukan selera Raksa, dan wanita itu gagal lagi untuk mendapatkan pekerjaan.

Saat Nai sudah merapikan tempat sholat, terdengar dari luar suara pintu diketuk. Nai sendiri bergegas membuka pintu, alangkah terkejutnya saat Raksa sudah ada di depan pintu. "Maaf ada apa ya?" tanya Nai bingung. Bukannya Raksa ada di apartemennya.

"Saya mau pulang, sekalian saja bareng." Raksa menjelaskan tujuannya bertemu dengan Nai.

"Boleh, sebentar, mau mengambil keperluan saya dulu." Nai membiarkan pintu terbuka, dia mengambil tas lalu kembali ke depan.

Nai dan Raksa langsung berjalan meninggalkan kontrakan, melewati gang sempit. Orang-orang sudah mulai ramai di sekitar, mereka sibuk akan berangkat berkerja.

"Panggil saya Raksa saja, Nai," ucap Raksa saat kedua orang itu sudah ada di dalam mobil. Nai sendiri terlihat tidak nyaman hanya berdua dengan seorang pria dewasa.

Nai menunduk, dia sedang kalut dengan pikirannya. "Mana bisa, kalau boleh tahu berapa usia Anda?" tanya Nai memberanikan diri.

"Tidak terlalu Tua, saya 28." Raksa menjawab dengan santai, sembari menjalankan mobil.

Nai mengangguk. "Saya panggil Aa saja, ya. Panggilan hormat dari yang lebih muda ke yang lebih tua." Nai menjelaskan dengan pelan. Dia tidak bisa mencari kata lembut sari tua, Nai jadi khawatir kalau Raksa akan tersinggung.

"Senyamanya kamu saja." Raksa tidak masalah kalau ada yang memanggilnya apapun, yang penting bukan kata buruk. "Oh iya, saya sudah memikirkan lagi, kalau kamu sebaiknya masak siang dan malam saja, untuk pagi tidak perlu."

"Saya tidak masalah, A, malahan saya bisa jualan di pagi hari kalau jadwalnya dipindahkan." Nai mengutarakan pendapat, masih dengan posisi awal yaitu menunduk, Nai sedikit malu berduaan dengan Raksa di mobil.

Raksa mengangguk. "Bagus, untuk hari ini tanggung, kamu bisa masak menu simple aja nanti pas sampai." Sebenarnya Raksa agak aneh dengan prilaku Nai saat bicara tidak melihat ke arahnya. Dia merasa ada yang kurang.

"Aa ada pantangan makan apa?" tanya Nai masih menunduk, kedua tangannya sudah sangat gelisah.

"Saya bisa makan semua, tidak ada pantangan apapun." Raksa menjawab, dia kini melihat Nai, salah satu alisnya terangkat, malah senyum terlukis melihat sikap Nai yang ternyata lucu jika diperhatikan. "Hanya saja makanan itu harus bersih, sehat dan enak. Gak apa apa tidak sehat, yang penting bersih dan enak. Saya tidak akan protes."

Nai mengangguk paham. "Sebenarnya saya bingung mau masak apa, jujur gugup sekali." Entah kenapa Nai bisa berkata terus terang seperti itu.

Raksa sendiri langsung tersenyum, tapi Nai tidak bisa melihatnya karena pria itu menyembunyikannya. "Siapkan saja salad buah, Nai, dengan segelas air putih biasa."

Nai tersenyum manis, membuat Raksa terdiam membeku. Jantungnya entah kenapa mulai berdetak kecang, hanya karena melihat senyuman Nai yang manis. "Santai saja, Nai, saya tidak akan memakanmu, kok," ucap Raksa santai, tapi tidak menurut Nai. Wanita itu terdiam membeku, pikirannya malah berkelana saat mendengar salah satu kata yang diucapkan Raksa.

Jangan lupakan, Nai adalah seorang janda, kata memakan ini untuk mereka yang paham mengandung arti ganda yang salahsatunya sedikit membuat Nai tidak nyaman. 

Mengasuh Anak MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang