Seorang pria berambut sedikit gondrong, berjalan ke luar, di tangannya terdapat beberapa bungkus makanan. Pagi ini dia begitu terbantu karena tidak perlu jauh-jauh lagi saat membeli makanan. Raka namanya, dengan postur tubuh tunggi dan berotot, dia berjalan masuk ke kamar kontrakan.
"Nih... Gue bawa sarapan!" Raka masuk, mengagetkan dua pria yang terlihat sibuk dengan kegiatannya. "Ada sop ayam rumahan sama gorengan."
Salah satu pria yang sibuk dengan laptop mengalihkan perhatiannya dari laptop. "Lo beli di mana? Gue gak mau makan kalo beli di pinggir jalan," ucapnya kembali fokus pada laptop.
"Lo tenang aja, Sa, gue beli di tetangga, dia baru aja jualan makanan," balas Raka sembari membawa piring, dia kemudian menuangkan sop ayam bagiannya. Seketika aroma enak tercium ke seluruh kamar, membuat setiap orang merasa lapar. "Gila, enak banget makananya," lanjut Raka mulai makan.
"Wangi banget dah... Gue jadi laper," ucap pria yang sedang fokus main game. Dia menyimpan ponselnya, lalu bergabung dengan Raka, mengambil gorengan karena sangat mengoda. "Gorengannya bikin nagih, ini buat gue semua ya." Imam sudah akan habis tiga gorengan.
Raka memukul tangan Imam saat pria itu akan mengambil gorengan lainnya. "Lo Serakah! Ini punya gue sama Raksa, kalau mau lebih beli lagi sana sendiri!"
"Ya elah," keluh Imam, tapi tangannya mengambil sup ayam bagiannya lalu sibuk makan sampai tidak inget apapun. "Lo bener, sop ayamnya enak," puji Imam saat makananya sudah habis.
"Lo gak makan, Sa.. Buruan keburu dingin." Raka melihat kakaknya masih saja sibuk dengan pekerjaanya. "Tenang aja makananya bersih dan enak, tadi gue lihat juga dapurnya, gak ada yang aneh, ko, bersih malahan."
"Lo, yakin?" tanya Raksa sembari menutup laptopnya. Kemudian dia berjalan mengambil piring, tidak ada pilihan lain karena sangat kelaparan.
Raksa mengambil gorengan, dia memakannya, satu gigit dua gigit dan memang benar apa yang dikatakan Raka juga Imam rasa makananya sangatlah enak, meski gorengan ini tidak sehat Raksa masih bisa memakannya, hanya nanti harus lebih rajin lagi olahraga.
Apalagi saat Raksa memakan sup ayamnya, dia begitu menikmati setiap sendok sampai tidak terasa semuanya sudah habis. "Lumayan... Lo beli di mana? Gue mau lagi," ucap Raksa penasaran.
"Lo inget gak kemarin malam ada cewek berhijab lewat?" tanya Raka. "Dia yang jualan semua makanan ini, di kontrakan nomor sembilan," jelas Rakas membuat Raksa mengangguk paham.
Raksa ingat dengan wanita berhijab yang kemarian malam lewat di depan kontrakan adiknya. Wanita itu terlihat malu-malu, apalagi saat Raka menyapanya. "Ternyata masakannya enak juga," ucap Raksa dalam hati.
"Gue minta nomor ponselnya," pintra Raksa memaksa.
Raka mengerutkan kedua alisnya, dia merasa kakanya itu tidak biasa, dari yang tidak pernah peduli pada sekitar tapi saat ini sungguh di luar dugaan. Minta nomor seorang wanita. "Buat apa, lo kan cuma beberapa hari di sini."
"Lo banyak bacot, buruan kasih ke gue nomornya." Raksa begitu memaksa Raka untuk memberikan nomor ponsel Nai. "Gue mau jadiin dia koki pribadi," lanjut Raksa mengutarakan idenya.
Raka dan Imam terlihat terkejut dengan perkataan Raksa. Bagaimana bisa seorang Raksa bisa mempercayakan makananya dibuat oleh sembarang orang. Sangat tidak mungkin sekali, kecuali orang itu sudah memenuhi setandart Raksa. "Kenapa pada bengong? Kirim nomornya sekarang juga!"
Raka tersadar, dia kemudian mengirimkan nomor Nai pada Raksa. "Tuh udah gue kirim."
"Bagus, bagus."
Kini hari sudah semakin siang, setiap orang sudah mulai istirahat dari pekerjaan. Kecuali Nai yang baru saja selesai menunaikan ibadah sholat dzuhur. Setelah berjualan di pagi hari, Nai tidak melakukan apaun, dia hanya beristirahat, menunggu sholat saja.
Nai ingin sekali berjualan makanan siang hari, tapi tentu saja tidak bisa, karena orang kontrakan pada kerja, kecuali dia punya lapak dagangan. Kerjaan Nai sangat santai sekali, tapi lumayan bisa menabung, dia hanya akan repot saat harus bangun subuh saja.
Ting!
Suara pesan masuk di ponsel Nai, membuat wanita itu sedikit terkejut. Pesannya datang dari nomor yang tidak dikenal.
+62...
Apa siang ini tidak ada menu yang kamu jual?Isi pesan yang membuat Nai mengerutkan kedua halisnya, dalam hati wanita itu terus bertanya-tanya siapakah yang mengirimkan pesan barusan.
Nai
Siang ini saya tidak berjualan, tapi kalau mau pesan bisa saya buatkan.Nai tidak akan melewatkan kesempatan sedikitpun, jika dia harus terus memasak sepanjang hari demi mencari uang, maka Nai akan lakukan. Dan semuanya dia lakukan untuk dirinya sendiri.
+62...
Apa yang akan kamu buat?Nai
Rencananya, saya akan membuat nasi ayam dan lalapan kumplit+62...
Pesan enam porsi, masing masing bungkusnya isi dua porsi, dua porsi. Paham kan?Nai
Paham kok, ini mau mulai masak jam satu bisa langsung ambil+62...
OkeNai sangat bersyukur karena siang ini dia mendapatkan pesanan yang tiba-tiba. Dia dengan semangat memasak makanan, untung saja dapur sempitnya ini selalu bersih, jadi tidak harus membersihkan dapur terlebih dahulu.
Step per step Nai lakukan dari mulai membuat nasi, menggoreng ayam, membuat sambal, terakhir menata lalapan. Masaknya tidak terlalu lama, karena semuanya mudah dan bahan lengkap di kulkas.
Setelah semuanya selesai, Nai mulai membungkus makan sesuai pesanan. Yang pesan ingin dua porsi tapi disatukan sebanyak tiga bungkus. Nai kembali bersyukur.
Nai
Bisa diambil makananya, sudah siap.Setelah Nai mengirim pesan, beberapa menit kemudian datang dari luar seorang pria yang akan mengambil makananya. Pria itu mengetuk pintu, dan Nai langsung membukanya. Nai sedikit terkejut karena orang yang datang terlihat tampan, tentu dia sedikit terpesona. "Maaf, Anda ingin mengambil pesanan?" tanya Nai sedikit malu, dia berjalan ke luar kamar kontrakan, sembari tangannya menjingjing keresek.
"Iya, semuanya berapa?" tanya pria itu, atau tidak lain Raksa. Dia juga mengalami sesuatu yang aneh saat melihat wanita berhijab di depannya.
"Harga setiap porsinya 20rb, jadi semuanya 120rb." Nai menjelaskan, matanya tidak berani melihat pria tampan, tinggi di depannya.
Raksa memberikan uang senilai 120rb, dan Nai menerimanya. Hati wanita itu begitu kalut, tak kala Raksa masih berdiri di depan pintu kontrakan Nai.
Raksa sendiri, entah kenapa dia tidak mau cepat beranjak dari kontrakan Nai. "Masakanmu, enak. Kalau bisa kamu jadi kokiku saja," ucap Raksa langsung tanpa basa basi.
Nai terdiam sejenak mendengar perkataan pria di depannya ini. "Maaf, untuk saat ini saya tidak bisa." Nai menolak, dia takut Raksa hanya bermain-main saja dengan ucapannya.
"Sayang sekali, saya sangat suka masakanmu." Raksa masih menatap lekat wanita di depannya, rasanya dia tidak mau berpaling, membuat Nai benar-benar tidak nyaman. "Bagaimana kalau 8 juta perbulan sebagai bayarannya."
Perkataan Raksa membuat Nai membeku, disaat dia butuh pekerjaan Allah memang maha baik mengirimkan seseorang. Tapi, apa Nai harus menerimanya?
Jangan lupa komentar dan vote, juga Subcribe, juga share dan apalah itu, terimakasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengasuh Anak Mantan
RomanceBagaimana perasaan kamu saat harus terpaksa menjadi pengasuh anak mantan? Rasanya nano-nano, apalagi mantan yang satu ini adalah mantan terindah, yang sekaligus mantan paling membuatmu sakit hati dulu saat berpacaran. penasaran, cus... baca!