Once

27 12 0
                                    

DIMOHON UNTUK TIDAK MENJADI SILENT READER
TINGGALKAN JEJAK KALIAN ⏬⏩
.
.
.
"Aku ternodai"

~••'°°'••~

Apa yang telah aku lakukan? Sebodoh itukah cinta sampai-sampai aku melakukan kesalahan sebesar ini? Wanita macam apa aku ini? Aku bahkan menikmati pelukan hangatnya.

Tidak! Aku tidak melakukan apa pun. Dia hanya mendekap tubuhku erat, dengan tatapannya yang penuh perasaan. Aku tenggelam dalam pelukannya, dan terhanyut dalam tatapan matanya.

Aku merasakan getaran cinta di dalamnya. Dalam detakan jantungnya yang berada di pelukanku.

"Aku tidak ingin kau pergi!"

Apa lagi maksud yang dia katakan? Aku benar-benar tidak mengerti. Dia tidak mengikatku, tapi dia tidak ingin melepaskanku. Bukankah sesuatu yang tanpa ikatan bisa bebas ke mana saja? Tapi kenapa aku tidak?

Aku memang mencintainya, tapi bukan berarti aku harus memberikan diriku. Aku mengerti bahwa aturan kami sangatlah berbeda. Tuhan-ku melarang untuk melakukan hal kotor tanpa adanya ikatan halal, sementara dalam agamanya, aku tidak tahu apakah ada aturannya atau tidak. Yang pasti, budaya Eropa sangat berbeda dengan budayaku.

Entah akan seperti apa jika mereka tahu tentang pergaulanku di sini. Bersentuhan dengan lelaki sudah menjadi hal biasa bagiku sekarang. Ya, meskipun aku masih tahu batas wajar. Aku masih ingat bahwa aku adalah gadis Pakistan yang ketat dengan agama dan budaya.

Kejadian itu selalu muncul dalam setiap langkahku. Aku tidak bisa melupakan bagaimana dia mendekap tubuhku dan mengatakan bahwa aku jangan pergi. Sweet moments yang kunikmati, namun tidak kusukai.

"Bagaimana restoran di sana? Sudah ramai?" tanya Mireya.

Hari ini aku diberi jadwal di restoran lama. Tentunya bersama Mireya. Sedangkan Damitha ke restoran baru dengan pak Alwar. Aku sama sekali tidak khawatir tentang mereka, justru ini kujadikan sebagai tantangan untuk pak Alwar. Aku ingin tahu, apakah dia bisa memegang ucapannya bahwa tidak ada hubungan antara dirinya dengan Damitha? Atau jika dia tidak bisa menjaga jaraknya, maka artinya dia ingin aku pergi.

"Lumayan. Semakin hari semakin bertambah pelanggan yang datang. Respons mereka juga baik mengenai restorannya. Dan ... ya, banyak juga yang datang karena membaca artikel yang kubuat," jelasku.

"Wow! Hebat! Kau tidak hanya membantu dalam hal pelayanan, tapi juga marketing," kata Mireya memujiku.

"Ya.. lumayan. Aku juga bersyukur bisa berpartisipasi dalam restoran barunya. Semoga aja bisnisnya lancar," ucapku, sekaligus mendoakan hal baik untuk si bapak manager itu.

"Seharusnya kau sudah naik jabatan. Kau pantas jadi marketing atau bagian designer." Lagi-lagi Mireya melontarkan pujiannya.

"Terlalu tinggi. Aku tidak gila jabatan. Melihat kelancaran usahanya aja sudah membuatku senang," sahutku.

"Kau terlalu baik. Dengar Heera! Saat ini kau banyak membantunya, tapi belum tentu kau dijadikan masa depannya. Aku tidak ingin kau hanya menemaninya di saat seperti ini, tapi dia menikmatinya dengan orang lain setelah sukses."

Ada benarnya apa yang Mireya katakan. Namun, aku tidak bisa berkata apa-apa. Lagipula, aku juga memang belum tentu menjadi pilihannya. Semua ada pada takdir.

Senja di Barcelona Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang