DIMOHON UNTUK TIDAK MENJADI SILENT READER!
SO, TINGGALKAN JEJAK KALIAN ⏩⏬
.
.
.
"Aku tidak ingin jatuh hanya karena ekspetasiku sendiri"^•_•^
Mengingat kembali mengenai wajah polosnya, Deva tersenyum. Gadis yang pernah ditolongnya saat itu, rupanya cukup membuatnya tertarik untuk berteman lebih dekat.
Sesekali ia mengintip gadis itu di balik jendela kamarnya. Apartemen yang berhadapan membuat keduanya bisa saling memantau dari kejauhan. Seperti saat ini, ia tengah berdiri di balik jendela dengan melipat kedua tangannya di dada.
"Innocent girl," gumamnya, dibarengi dengan lengkungan sudut bibirnya.
Setidaknya Deva menyebut gadis itu dengan sebutan 'innocent girl' yang artinya gadis lugu atau polos. Kalimat itu muncul dalam benaknya kala sang gadis yang tengah berdiri saat hujan turun menjadi bayang-bayang ingatannya.
"Aku tidak suka hujan. Aku lemah."
"Aku sangat menyukai hujan, tapi dia tidak. Ini sebuah perbedaan," monolognya, lalu mendengus, kemudian menutup gorden.
Tapi ... ada sesuatu di sana. Gorden dibukanya sedikit, lalu mengarahkan pandangan ke bawah sana. Ada seseorang, tentunya gadis itu.
"Heera," gumamnya lagi, tak lupa dengan senyuman. Ia menoleh menatap langit, gerimis kecil tampak turun. Tanpa melihat gadis itu lagi, gorden ditutup kembali.
Deva menyukainya? Sepertinya. Namun mustahil untuknya mengungkapkan cinta pada wanita. Ya, dia memiliki trauma karena wanita, dan itu ibunya sendiri.
^•_•^
"Hujan tidak akan memberimu sakit, itu hanya akan memberimu kenangan"
Aku mengingat kalimat itu. Dan sekarang, entah kenapa aku tidak lagi memiliki rasa kesal saat hujan turun. Tapi aku juga tidak menjadikannya sebagai kebahagiaanku. Bagiku, hujan tetap akan membuatku sakit. Hanya saja, sekarang aku tidak begitu membencinya.
Aku masih menatap hujan yang sepertinya mulai deras. Aku sudah bisa melawan gerimis, buktinya aku sudah jalan sepuluh menit dari tempatku menuju restoran. Tapi sepertinya hujan mulai deras, sehingga aku harus meneduh.
Aku meneduh di bawah pohon di trotoar jalan. Semakin deras hujan, semakin memberikan rintiknya di kakiku. Aku benar-benar terjebak pagi ini.
Banyak orang yang meneduh di bawah gedung sana, tapi aku tidak mungkin berlari ke sana di tengah hujan yang cukup deras. Ah, sial!
Sebuah mobil berhenti. Aku tahu mobil itu milik siapa. Pak Alwar? Tentu saja. Ya, mobilnya berhenti di depanku.
Aku panik, takut, tapi bingung. Duh, bagaimana jika dia memarahiku lagi? Tidak! Hujannya cukup deras, aku rasa dia akan memahami itu.
"Ayo, masuk!" pintanya, membuka kaca mobil.
Hah? Masuk? Serius? Aku masuk ke mobilnya? Demi apa? Aku tidak bermimpi, kan?
"Ayo cepat!"
Eh, kenapa aku bengong?
Aku memberikan gelengan kepala. Hujannya deras, aku tidak mungkin melewatinya meski hanya beberapa langkah saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja di Barcelona
RomantizmLayaknya seorang pengembara yang berjalan mengelilingi dunia. Namun bukan untuk mencari kehidupan, melainkan mencari sebuah penawar untuk lukanya yang hampir lebam. Dari titik terendah hingga titik tertinggi, namun langkahnya belum juga menemukan ti...