Cero

217 31 27
                                    

Holla! I'm Queen Halu
Ini adalah cerita baru dari 'kutipan sajak'
Seperti apa ceritanya?
Kita spil dikit di bawah yaa!

Jangan lupa berikan vote nya
Dan komentarnya
Tambahkan juga ke perpus kalian
Semoga suka🤍
.
.
.
.
.

⚠️SASTRA⚠️
-
-
-
-

Kalian setuju enggak bahwa semua lelaki itu sama?

Mungkin kalian akan menjawab tidak, karena tidak semua lelaki sama. Ya, itu juga benar.

Tapi, semua omongan manis lelaki itu sama!

***
.
.
.

"Jika seorang lelaki trauma pada seorang wanita, maka itu adalah ibunya"
.
.
.
"Jika senja pergi selamanya, maka aku akan membencinya selamanya juga" (Deva)
.
.
.
"Jika hujan menyakitiku, maka aku membencinya selamanya" (Heera)
.
.
.
"Jika kau membenci hujan, itu artinya kau juga membenciku. Sama halnya ketika aku berbicara tentang senja" (Deva)
.
.
.

"Kau mencintai seseorang?" Deva bertanya, setelah satu jam lebih kami menghabiskan waktu di taman.

"Tidak," jawabku sederhana, masih asik dengan bubble gun yang sedang kumainkan.

"Bapak manager itu? Kemarin kalian makan siang bersama, kan?"

"Iya, semua karyawan," sahutku, masih tak menoleh.

"Aku rasa kau terlihat akrab dengannya," katanya lagi, kali ini aku langsung menoleh, lalu menghampirinya yang tengah duduk di bangku.

"Maksudmu?" Aku bertanya untuk memastikan.

"Kau menyukainya?" Lagi-lagi Deva membuatku bingung.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" Aku duduk di sampingnya. "Aku rasa, aku sudah bersikap normal layaknya seorang atasan dan bawahan. Lagipula, apa masalahnya denganmu?" Kali ini aku menatapnya, menunggu sebuah jawaban.

Deva hanya menggelengkan kepala dengan wajahnya yang datar.

Setelah aku perhatikan raut wajahnya, akhirnya aku bertanya, "Kau cemburu?"

^***^

"Sudah kubilang, aku bukan wanita yang mudah percaya dengan laki-laki, bagiku semua lelaki itu sama!" ucapku, kembali menegaskan.

"Tidak semua lelaki itu sama! Jangan samakan aku dengan lelaki lain!" Dia menatapku untuk meyakinkan. Tatapanku juga mendarat di mata bulatnya, namun nyatanya aku tidak mampu melakukan itu. Aku memalingkan wajahku dari pandangan mata indahnya.

"Aku tahu, mungkin kau memiliki trauma di masa lalu, tapi tolong, jangan samakan aku dengan laki-laki yang pernah menyakitimu!" Dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, dia kembali meyakinkanku. Namun aku tetap terdiam membisu.

"Aku tidak ingin kehilanganmu, Heera!" Sekali lagi dia mencoba meraih tanganku. Dan kali ini aku tidak tinggal diam, tangan yang diraihnya segera aku hempaskan.

"Kenapa, Heer?" Dia bertanya dengan kedua matanya yang melebar kaget. "Kau bilang, tidak boleh ada seorang lelaki yang menyentuhku," sahutku, dengan kalimat yang selalu diucapkannya.

"You are mine! You are my girl! Kenapa aku tidak boleh menyentuh tanganmu?"

"Karena kau juga seorang lelaki. Seorang lelaki tidak boleh menyentuhku dan itu termasuk kau!"

"No! Tidak termasuk aku! Aku lelaki yang akan menikah denganmu!"

^____^

"Aku tidak akan menyalahkan, meski demikian aku tahu bahwa ini sangat menyakitiku. Karena aku pikir aku telah menyakitimu dengan tidak membalas cintamu. Tapi satu hal yang harus kau tahu bahwa, aku mencintaimu. Namun aku tidak pernah bisa untuk mengatakan itu hingga akhirnya kau pergi"

Pada akhirnya aku memberanikan diri untuk menulis sebuah surat dan mengirimkannya pada sosok laki-laki yang entah seperti apa aku harus menilai. Dia adalah orang baik yang pernah ada, tapi dia juga orang paling jahat yang pernah aku temui. Aku tidak bisa menilainya. Yang pasti, cinta dan lukanya akan selalu abadi.

***

"Apa ini?" tanyaku, setelah membaca selembar kertas yang Deva berikan. Sebenarnya aku tahu siapa yang menulis surat itu, karena itu adalah aku sendiri. Namun aku malas untuk membahasnya lagi sekarang.

"Apa kau lupa, Heer? Itu adalah surat yang pertama kali kau tulis untukku waktu kita masih berteman. Aku masih menyimpannya, karena aku yakin dengan semua kata-kata yang kau tulis." Dengan begitu meyakinkan Deva mencoba untuk membuatku ingat akan surat itu. Namun saat ini aku hanya menatapnya.

"Kau benar-benar lupa?" Deva kembali bertanya kala ia tidak mendapatkan jawaban dariku. Lalu aku melangkahkan kakiku sedikit maju dengan sebuah kertas yang masih digenggam. Bersama dengan langkah itu aku berkata, "Setelah apa yang kau katakan padaku, aku tidak punya kepercayaan lagi untuk berbicara denganmu!"

"Kau mencintaiku, kan?" Satu pertanyaan lagi melesat dari mulutnya. Dan pertanyaan kali ini membuatku berdiri tanpa gerakan bahkan sedikit suara. Deva pun kemudian melangkah maju dan berdiri di hadapanku.

***

"Aku sembuh dari trauma yang diberikan Ibuku, tapi aku jatuh hingga terluka karena mencintai seorang gadis yang berhasil menyembuhkan traumaku."

(Deva Rogerio Fernandez)

"Aku menemukannya. Aku menganggapnya sebagai obat untuk luka yang diberikan seorang lelaki karena aku terlalu mencintainya. Namun, ternyata aku salah. Dia bukan obat, melainkan racun yang mencoba membunuh hati yang hampir mati."

(Heera Maharisha)
.
.
.
.
.

"Tuhan, jika seorang lelaki itu bukanlah takdirku, maka jangan Engkau datangkan padaku. Jika Engkau berkenan, matikan saja perasaanku. Agar aku tidak bisa mencintai siapa pun lagi. Aku lelah, Tuhan!"

(Heera Maharisha)

"Tuhan, tolong hapus semua cinta yang Engkau berikan kepadaku, dan sisakan satu hanya untuk Heera!"

(Deva Rogerio Fernandez)

"Seperti yang pernah aku katakan padamu bahwa aku memang suka menulis dan bermimpi untuk menjadi seorang penulis. Dan kisah ini, aku akan mengabadikannya dalam sebuah prosa!"

(QueenHalu)





Selamat membaca teman-teman.......


CUS MASUKIN PERPUS ⏩⏩⏩⏩





24, Jan 2024
Pandeglang Banten
Ig:asshifa002
Or:kutipansajak__

Senja di Barcelona Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang