05. Kota Krasner

144 90 228
                                    

Para warna saling tatap "Jadi ... kita akan pergi? Kapan?" Nila bertanya.
"Secepatnya! Liburan semester ini sepertinya adalah waktu yang pas." Oranye terlihat sangat meyakinkan dengan gagasannya tapi warna lain tetap saja menimbang-nimbang.

"Aku tidak ikut."
"Biru? Kenapa?" tanya Nila.
"Yang benar saja, aku tidak ingin mati konyol," balas Biru.
"Terserah saja. Yang ingin ikut, kalian bisa berkumpul di taman belakang saat libur semester tiba." Oranye tetap teguh dengan pendiriannya.

Hari demi hari terlewati, hari merangkai menjadi minggu dan minggu merangkai menjadi bulan. Saat itu, tepatnya hari liburan semester. Para warna telah berkumpul di taman belakang sesuai dengan rencana mereka kecuali Biru.

Oranye mengambil alih tim, "Semua lengkap? Ayo berangkat!"
"Dengan apa?" Merah menghentikan langkah Oranye.

Oranye menunjuk mobil karavan yang cukup besar dibelakangnya.
"Aku yang mengemudi!" Merah dengan semangatnya.

Para warna satu per satu masuk kedalam mobil karavan yang cukup nyaman itu.
"Kamu mendapat benda ini darimana?" tanya Hijau.
"Biru," ketus Oranye.

Hijau terkekeh pelan, "Dia itu, walau selalu terlihat tidak peduli tapi sebenarnya selalu selangkah lebih depan untuk kita."
Oranye mengabaikan total perkataan Hijau, ia mengalihkan pandangannya kembali pada Merah. "Kamu tahukan kemana tujuan kita?"
"Serahkan padaku!"

Merah menekan pedal dan menggenggam kemudinya dengan erat, ia layaknya seekor predator kuat yang sedang mengejar mangsanya.

Sayangnya, warna yang bahkan belum sempat mendudukkan diri mereka dan bahkan beberapa terbanting ke sisi lain, tidak setuju dengan tindakan Merah barusan.

Sang pelaku hanya bisa cengengesan. Tujuan pertama mereka, kota paling ramai penduduk, Kota Krasner.

Kota Krasner adalah kota dengan populasi penduduk paling banyak di dunia warna. Penduduk dengan warna-warna terang yang beragam sesak memenuhi kota ini.

Perjalanan beberapa jam yang lalu berjalan dengan lancar. Merah memarkirkan mobil karavan itu di sekitaran tempat makan. Ketika pintu mobil itu dibuka, semburat matahari pagi menyiram takzim bagian dalam mobil.

"Pulau itu dimana?" Nila bertanya polos.
"Hal itu nanti-nanti saja diurus, sekarang kita sarapan dulu." Merah menuntun jalan para warna lain menuju pintu masuk tempat makan didepan mereka.

Mereka berseru tertahan saat melihat isi dalam tempat makan itu, bisa dimaklumi untuk seukuran warna yang kurang tahu menahu mengenai dunia luar sebab terkurung dalam kehidupan asrama layaknya mereka.

Merah menyambar langsung sebuah meja panjang disudut ruangan, diikuti dengan warna lain. "Menakjubkan! Lihatlah, kita bahkan dapat melihat kesibukan kota dari sini," timpal Ungu sambil menunjuk jendela besar diseberang meja mereka dengan jari telunjuknya.

Seorang pelayan menghampiri meja mereka. "Bolehkah aku mencatat pesanan kalian?" ia memberikan daftar pesanan.
"Hei! Kalian masih terlalu muda, bukankah kalian seharusnya disekolah?" tanyanya sekali lagi.

"Wah wah, tahanlah dulu semua pertanyaanmu itu kawan, sebelumnya kami ingin memesan ini, ini, dan ini." Oranye menunjuk-nunjuk beberapa makanan di daftar pesanan.
"Kami pergi kemari untuk berlibur setelah ujian semester kami," Kuning sengaja menjawab bohong.

Tapi sungguh, pelayan itu malah menanggapi kalimat Kuning dengan tertawa terbahak-bahak, membuat warna-warna lain saling menatap heran.

"Kalian mengira aku sebodoh itu? Sudah menjadi tradisi bagi warna-warna tanggung semacam kalian untuk mencari harta pusaka itu kemari, tapi ..." pelayan menggantungkan kalimatnya sejenak.

"... tak ada yang pernah kembali" pelayan mengambil daftar-daftar pesanan dan melenggang pergi.
Kalimat terakhir itu malah membuat warna-warna menatap semakin heran.

Dalam hitungan menit, makanan-makanan yang mereka pesan datang memenuhi meja makan. Begitu juga dengan pelayan tadi, ia kembali.

"Kalian yakin masih ingin pergi?" tanyanya.
"Tentu saja kami yakin!" Merah yang tak akan pernah terpisah dengan semangat menggebu pada dirinya.

Pelayan tadi hanya tertawa kecil dan mengangguk pelan. "Setidaknya, ambil lah ini." Ia mengulurkan sebuah kartu pengenal kepada mereka.

Nama: Jingga.
Asal: Kota Tivara.
Pekerjaan: A̶r̶k̶e̶o̶l̶o̶g̶ / Pelayan Restoran Pusat Kota Krasner.

"Semoga berhasil."

***

Hiruk Pikuk WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang