Mereka semua kembali bertemu satu sama lain setelah melakukan aktivitas masing-masing di ruang makan kerajaan, tempat di mana mereka sarapan tadi pagi.
Warna-warna itu belum menyantap sesuap pun makanan-makanan yang terhidang, mereka hanya saling tatap sembari menunggu Raja yang tak lain dan tak bukan adalah tuan rumah disini untuk menunjukkan batang hidungnya.
"Maaf membuat kalian menunggu. Silahkan! Santap habis hidangannya." Raja kembali dengan senyuman khasnya, mendudukkan dirinya di kursi yang paling agung yang sengaja di kosongkan.
Menu untuk makan siang mereka sama saja dengan menu untuk sarapan mereka pagi tadi. Walaupun begitu, mereka tetap memakannya tanpa berkomentar, para warna ini sadar diri bahwa mereka hanyalah tamu.
"Lihatlah gadis-gadis ini, alangkah indahnya rangkaian bunga yang kalian buat," puji Raja yang menjerumus ke arah Kuning dan Nila.
Yang disanjung tersenyum lebar sambil serentak membenarkan rangkaian bunga di atas kepala mereka masing-masing dan menjawab, "Terimakasih!"
Merah yang tetap berada di samping mereka hanya bisa mendengus kesal.Raja terkekeh dan memindahkan pandangan tajamnya ke arah dua warna lelaki yang siap ataupun tidak itu harus bertarung, siapa lagi jikalau bukan Oranye dan Hijau. "Khusus untuk kalian berdua ...,"
Hijau dan Oranye menundukkan kepala dan sudah siap untuk kemungkinan terburuk pada kalimat yang akan dilontarkan oleh Raja kepada mereka berdua.
"... setelah makan siang ini, pergilah ke taman belakang kerajaan. Nanti kalian akan dituntun oleh pelayan. Ada Kepala Prajurit yang akan mengajari kalian bertarung di sana," lanjut Sang Raja.
Hijau dan Oranye hanya bisa tersenyum sebagai tanda menghargai dan berterimakasih kepada Raja walau di lubuk hati terdalam mereka, mereka gentar setengah mati.
Raja balik memindahkan tatapannya ke arah Putih dan Ungu, lantas menatap Penasihatnya alias Kelabu dengan penuh makna. Yang ditatap hanya diam seribu bahasa. Tatapan yang mencurigakan ...
Setelah memastikan bahwa semua orang yang berada di ruang makan kerajaan itu telah ditatap olehnya, Raja pun berangsur menghabiskan makan siang miliknya.
***
"Ayolah Hijau, jangan membuatku malu begini," Oranye berusaha membujuk Hijau yang sedang merengek sembari tengkurap di atas rerumputan.
"Aku tidak bisa! Aku tidak ingin bertarung!" teriakan Hijau memenuhi atmosfer di sana, bahkan kicauan burung saja bisa kalah.
Sebelum Oranye dapat mengatakan kalimat-kalimat persuasif untuk meyakinkan Hijau kembali, Hijau sendiri sudah beranjak kembali berdiri di sampingnya.
"Wah wah! Teriakan siapa itu tadi? Lantang sekali, sudah sangat tidak sabar ingin berlatih ya?" pria dengan tubuh jangkung dan gagah itu tertawa renyah dihadapan mereka.
"Kalian mungkin sudah tahu aku siapa, tapi biarkan aku memperkenalkan diriku dengan lebih baik. Aku adalah Maroon, namun kalian tidak akan memanggilku dengan nama itu. Panggil saja aku Kepala Prajurit."
Pria itu memperkenalkan dirinya dengan penuh wibawa, suara bariton nya terdengar tegas. Perawakannya jelas menunjukkan bahwa ia sudah berkali-kali terlibat dalam pertarungan hidup mati.
Pengalamannya itu terukir oleh luka-luka ditubuhnya, terlebih lagi dengan bekas goresan panjang yang merenggut penglihatan pada mata sebelah kirinya itu.
Orang ini memang pantas disebut dengan Kepala Prajurit. Ia menjabat kedua tangan warna itu bergantian. Jabat tangan yang bertenaga, Hijau dan Oranye benar-benar sudah tenggelam jauh sekarang.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiruk Pikuk Warna
Фэнтези"Pulau Anantara itu nyata adanya," Oranye berteriak lantang di ruang makan asrama pagi itu. Disitulah awal mula sebuah cerita dimulai, tentang ada atau tidaknya pulau yang orang-orang dambakan pada masa nya juga persahabatan serta perbedaan mereka y...