12. Kejanggalan

108 65 235
                                    

Tak terasa, sudah dua minggu mereka berada di kastil tua itu. Tepat pada hari ini, hari pelepasan bagi Oranye dan Hijau, juga beberapa prajurit yang akan menemani mereka mencari harta karun itu hidup mati.

Mereka yang ikut telah gagah menaiki kuda masing-masing. Hijau dan Oranye saling menatap dan mengangguk. 'Inilah saatnya'

"BERANGKAT!" Maroon alias kepala prajurit itu berteriak lantang dan memacu kudanya. Diikuti oleh prajurit-prajurit lainnya bersama dengan Oranye dan Hijau.

Derap kuda mereka memenuhi pendengaran bagi siapa saja yang berada di sana. Kuda-kuda telah berlari kencang keluar dari pekarangan istana.


Lambat laun, suara dan bayangan mereka tak lagi terdengar maupun terlihat, menyisakan bekas-bekas tapak kuda di rerumputan.

***

Lagi-lagi, di sinilah para warna perempuan tertinggal.
"Ah, kenapa kita harus terus berada di taman belakang ini? Membuat rangkaian bunga dan semacamnya!" keluh Merah.

Merah melihat Ungu yang melenggang pergi meninggalkannya. 'Enak saja, kali ini aku akan mengikuti mu!'

"Kami juga sudah mulai bosan." Kuning bersama Nila terlihat sedang merangkai bunga-bunga mereka dengan sembrono, tampak terlilit di sana dan di sini.

Keresahan dua temannya itu tidak digubris oleh Merah, ia diam-diam sedang mengikuti Ungu dari belakang.

Kuning yang melihat itu langsung mengerti dan berlari kecil menghampiri Merah, diikuti dengan Nila dari belakang.

"Kita sedang apa?" tanya Nila dengan lugunya.

"Sssstt" pertanyaan Nila tadi dibalas oleh Kuning dan Merah, menyuruh untuk memelankan suaranya.

Ungu sadar bahwa ia sedang diikuti, ia mempercepat langkah kakinya. Sebelum mereka dapat menyusul mengejar Ungu, langkah kaki mereka dihentikan.

"Hei, sedang apa kalian di sini?" Kelabu menatap sinis ketiganya.

"Kami? Eh... hanya ingin berjalan-jalan!" Merah menyeringai ngeri melihat Kelabu yang telah berdiri tegap di depan mereka. Perkataan Merah disusul oleh anggukan Kuning dan Nila.

Tatapan sinis Kelabu masih lekat pada mereka bertiga. "Terserahlah." Ia melangkah pergi.

Saat dipastikan bahwa Kelabu telah jauh meninggalkan mereka, mereka akhirnya dapat bernapas lega. Gebrakan tadi benar-benar mencengkam.

"Aduh! Kita kehilangan jejak Ungu." Kuning melihat sisi kiri dan kanannya, tetapi tidak kunjung melihat tanda-tanda keberadaan Ungu.

Ketika mereka hendak putar arah, berpikir untuk kembali ke taman belakang terkutuk. Kesadaran ketiga warna itu memudar, penglihatan mereka gelap seketika. Warna-warna itu telah disergap.

***

Nila mengerjap-ngerjapkan matanya, pandangannya berkunang-kunang, ia merasa pusing sekali seakan-akan tiada lagi gravitasi yang tersisa di sana.

Untungnya, efek itu tidak lama. Keadaan Nila berangsur pulih dan tersadar bahwa ia berada di tempat yang sangat asing. Merah dan Kuning di sampingnya masih belum sadar.

Tempat yang mereka tempati sekarang benar-benar layaknya mimpi buruk.

Itu adalah sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, minimnya pencahayaan, sedikitnya sirkulasi udara yang masuk membuat pengap seluruh ruangan. Tidak ada apa-apa di ruangan itu, kosong melompong.

Akhirnya selang beberapa menit kemudian, dua warna lainnya bangun.
"Oh ayolah, kenapa kita bisa berakhir di sini?" teriak Merah.

Persis setelah Merah melontarkan kalimatnya, seseorang mengetuk pintu ruangan itu dan membukanya. Sungguh mengejutkan melihat siapa yang muncul saat pintu itu dibuka.

Ungu lah yang berada di sana, berdiri mematung.

***

Hiruk Pikuk WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang