Kedua warna itu saling tatap.
"Kamu percaya dengan ini? Oranye kan selalu percaya pada hal-hal seperti ini," tanya Nila."Entahlah ... simpan saja dulu." Ungu menggulung kembali kertas itu dan memasukkannya kedalam botol layaknya semula lantas melemparnya pada Nila.
"Eh? Aku?" Nila mengernyitkan dahinya.
Ungu mengangguk santai.Ia hendak melangkahkan kakinya keluar dari kamar asramanya Nila. Belum sempat Ungu membuka pintu kamar itu, seseorang telah membukanya terlebih dahulu dari luar.
"Nila!" Oranye berteriak lantang, ia menyapu pandangannya dan melihat orang lain selain Nila di dalam ruangan itu "Ungu!"
"Hai Oranye," Ungu menyapa santai.
"Jangan berpura-pura polos, dimana kalian menyembunyikan botolku?"
Nila tersentak dan reflek memberikan botol ditangannya pada Oranye. "Ini! Tadi kamu menjatuhkannya-"
"BODOH! KENAPA MALAH KAMU BERIKAN?" Ungu berteriak marah.Nila menarik kembali botol yang hendak ia berikan pada Oranye tadi. Aduh, dia jadi serba salah.
Ungu menyambar botol itu. "Begini saja, bagaimana kalau kita bersama-sama memecahkan puisi membingungkan ini bersama para warna lain?"
"Bukankah kalian tidak mempercayaiku? Menyebutku si tukang berhalusinasi?" Oranye balas bertanya.Lengang sejenak. Nila mencoba membuka suara "Bukan begitu ... hanya saja, perkataanmu sulit untuk di percayai."
Ungu menepuk bahu Oranye, berusaha membuatnya yakin dengan kalimat Nila.
"Baiklah." Oranye memutar bola matanya.Ungu mengepalkan tangannya. "Bagus! Pagi-pagi besok jangan sampai terlambat ke taman belakang karena akan ada rapat besar-besaran di sana."
Ungu melambaikan tangannya.
Oranye hanya mengangguk sekilas dan mengikuti langkah Ungu.***
Pagi-pagi buta para warna berkumpul dengan rasa penasaran mereka, lantasan Ungu memberi mereka kertas kecil dengan dua kalimat.
'Datanglah ke taman belakang Colors Academy sebelum matahari terbit. Akan ada pembicaraan yang kalian pasti suka'."Ada apa Ungu? Kenapa kau menyuruh kami kemari?" Hijau menguap lebar.
"Dengarkan! Oranye menemukan botol berisi gulungan kertas dengan puisi teka-teki, bagaimana jika kita memecahkannya bersama?" Ungu berbicara ditengah-tengah lingkaran warna."Puisi? Untuk apa?" Biru terlihat tertarik pada arah pembicaraan.
Ungu memberikan kertas usang itu kepada Biru. "Apakah kamu bisa memecahkannya?" tanyanya.
Biru mengangkat bahunya. "Akan kucoba."Warna lain hanya menatap bingung kecuali Nila dan Oranye.
"Kalian ini sedang membicarakan apa?" Hijau mengubah muka bantalnya menjadi muka bingung.
"Ikuti saja alurnya," jawab Ungu.***
Krring!!
Lonceng berdentang dengan nyaring, tanda bahwa waktu sarapan telah tiba. Warna-warna berkumpul pada satu meja panjang yang sama."Selesai." Selesai yang satu ini memiliki dua makna, Biru menyelesaikan sarapannya sekaligus Biru selesai mengartikan maksud puisi itu.
"Secepat itu?" Ungu menerima ragu-ragu kertas puisi yang telah dipecahkan itu.
"Ya ... begitulah." Biru membersihkan sisa-sisa makanannya.
"Sempurna," gumam Ungu.'Puisi ini memiliki makna yang kurang lebih seperti, pergilah ke kota yang paling ramai penduduknya bersama dengan orang-orang yang kau percaya, yang sedia mengorbankan diri mereka demi kau seorang, setelah itu pergilah ke hutan kota disebelah barat, terdapat pulau di dalam hutan itu, pulau itu pastinya tidak sama dengan pulau kebanyakan tapi pemandangannya tetap membuat takjub'
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hiruk Pikuk Warna
Fantasy"Pulau Anantara itu nyata adanya," Oranye berteriak lantang di ruang makan asrama pagi itu. Disitulah awal mula sebuah cerita dimulai, tentang ada atau tidaknya pulau yang orang-orang dambakan pada masa nya juga persahabatan serta perbedaan mereka y...