Seharusnya hari ini bukan tugas Dara untuk berangkat ke pasar. Tetapi karena yang lain belum bangun, alhasil terpaksa harus ia yang pergi, daripada nanti saat keempat saudaranya bangun tidak ada satupun makanan untuk sarapan, yang ada mereka semua mati kelaparan. Dara sudah sibuk sendiri sejak tadi. Dari mandi paling awal, menyiapkan sepeda, sampai mengecek kembali catatan ; apa saja yang yang harus ia beli di pasar nanti, semua Dara urus sendiri.
Sejak sepuluh menit lalu, Dara tak henti-hentinya bersenandung, bahkan bernyanyi dengan volume suara yang sangat amat keras. Seakan-akan Dara sengaja ingin membangunkan saudara-saudaranya yang sampai tenggorokan Dara sakit pun mereka tidak akan bangun.
Sembari menyisir rambut dan bercermin, Dara sesekali menoleh ke arah kamar saudara-saudaranya, barangkali mereka sudah bangun, tapi ternyata sampai Dara selesai pun tidak ada satupun yang keluar dari kamar.
Dara tersenyum, lantas segera menaiki sepedanya dan pergi ke pasar. Sepanjang jalan Dara selalu bersenandung ria, hingga tanpa sadar ia hampir melewati pasar.
Dara melangkah masuk kedalam pasar dengan perasaan yang sama seperti tadi. Ia membeli semua bahan makanan yang nantinya akan di masak, setelahnya berniat untuk segera pulang. Dalam langkahnya yang begitu pelan menyusuri toko makanan, Dara masih tersenyum. Sampai dimana, fokusnya terarah pada jajan kesukaan ia dan saudara-saudaranya, jajanan yang selalu mereka beli ketika Dayana pergi ke pasar, itupun kalau sedang ada uang lebih. Tetapi jika tidak, biasanya Dhien dan Dayana tidak kebagian karena hanya cukup untuk adik-adiknya saja.
"Waaahhh..." Mata Dara berbinar begitu melihat serabi jawa yang berjajar rapi di meja. Sangat menggiurkan.
Dengan langkah yang dipercepat, Dara berjalan pada dimana penjual serabi jawa itu duduk. Dara kemudian membeli 5 serabi jawa, untuknya dan keempat saudaranya.
Selepas membayar dan membawa 2 bungkus kresek berisi serabi jawa, Dara berjalan menuju parkiran. Dara sengaja tidak membeli apa-apa lagi walaupun sisa uang yang ia bawa masih banyak, Dara lebih memilih untuk menyimpannya dan menggunakan uang itu untuk hal yang lebih penting.
Baiklah, sekarang Dara bingung bagaimana cara membawa semua belanjaannya, ia lupa jika tadi ia menggunakan sepeda dan hanya sendirian.
Sedangkan disini, di dalam rumah, Dhien dengan Aysa sedang duduk santai di ruang tengah setelah membersihkan rumah.
"Kak Dara kemana sih kak? Dari tadi tidak kelihatan."
"Mungkin lagi ke pasar."
"Tapi kok tumben jam segini belum pulang?"
"Tunggu aja, siapa tahu nanti pas pulang bawa serabi kesukaan kamu."
Baru saja Dhien mengucapkan itu, tiba-tiba saja Dayana yang baru selesai mandi muncul didepan mereka. Gadis itu muncul dengan badan menggigil. Dayana berlari dan langsung duduk di tengah-tengah Dhien dan Aysa.
"Ada apa sih dek?!"
Dhien keheranan. Sedangkan Aysa yang sekali melihat pun langsung menyadari bahwa Dayana sedang kedinginan, tanpa aba-aba segera memeluk tubuh Dayana.
"Dingiiinnn!" Dayana membiarkan Aysa memeluk tubuhnya.
"Nyesel aku mandi! Tahu gini tadi tidak usah mandi!"
"Nahkan! Sudah dibilang tidak usah mandi, malah mandi! Kedinginan kan akhirnya."
"Ya mana aku tahu kalau airnya akan sedingin ini." Pelukan Aysa berhasil membuat tubuh Dayana sedikit menghangat.
"Sudah kak, jangan marahin kak Dayana." Aysa semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Dayana.
"Dimana Mutia?" Dhien mencari-cari keberadaan adik ketiganya itu, sejak tadi batang hidungnya tidak terlihat sama sekali.
"Palingan juga masih ngorok di kamar." Jawab Dayana yang sudah tidak kedinginan lagi berkat pelukan hangat Aysa.
"Cepet ganti baju sana. Mau kamu kedinginan lagi?" Mendengar ucapan Dhien dengan cepat Dayana langsung masuk ke kamarnya untuk berganti pakaian.
Brakk!
"PELAN-PELAN DEK! JEBOL NANTI PINTUNYA!!" Dhien mengelus dada, sabar-sabar punya empat saudara yang menguras emosinya.
"IYA KAK MAAF."
"Kamu ga manti Sa?" Dhien melirik Aysa yang asik menonton TV.
"Enggak ah, nanti kedinginan kayak kak Dayana." Aysa menggelengkan kepalanya cepat. Sementara Dhien tertawa dibuatnya.
"Yasudah, kalau gitu kakak saja yang mandi." Dhien langsung berdiri, badannya sudah sangat lengket, ia perlu mandi.
* * *
"KAKAK, ADEK, DIMANA KALIAN? LIHAT INI DARA BAWA APA!" Dara berlari kecil memasuki rumah dengan menenteng kresek belanjaannya.
"Apa sih dek? Pagi-pagi udah teriak-teriak." Dhien sepertinya baru saja selesai bersih-bersih rumah.
"Tumben ke pasar lama banget kamu." Dayana keluar dari kamar bersama Aysa dan Mutia.
"Nih lihat Dara bawa apa." Dara menunjukkan dua kantong berisi serabi jawa yang tadi dibelinya.
"WAAAHHHH SERABIIII..... YEAYYY!!" Aysa melompat kegirangan, begitupun Mutia yang langsung heboh sendiri.
"YEAY KAK DARA BAWA SERABI HORE!!!"
"Sisa banyak tadi uangnya?" Dhien mengambil alih semua belanjaan di tangan Dara dan membawanya ke dapur.
"Iya kak, nih masih ada." Dara menunjukkan sisa uangnya.
"Yasudah, itu sisanya tabung saja." Dhien mulai menyiapkan sarapan untuk kelimanya. Makan serabi saja tidak membuat perut kenyang kan.
"Iya kak. Sini Dara bantu nyiapin sarapannya." Dara hendak membantu Dhien, tetapi tidak diperbolehkan oleh sang empu.
"Tidak usah, kamu pasti lelah kan, istirahat saja dulu."
Baiklah mau tidak mau Dara harus menurut, lagi pula ia memang sedikit lelah setelah belanja ke pasar tadi.
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
HAI GUYS
HAPPY READING
Semoga feel nya sampai dan
bisa kalian rasakan ya✨Berikan vote dan komentar nya ya!
Jangan lupa follow akun Instagram
@wp.duniafiksiMasukin juga cerita ini ke perpustakaan kalian supaya
tidak ketinggalan ceritanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Laut Menangis
Teen Fiction[ FOLLOW SEBELUM BACA ] -------------------------------------------------- ♡ A Story Teen Fiction By D'Maya ♡ -------------------------------------------------- Pada akhirnya semua hanya akan jadi kenangan, kenangan yang akan terukir abadi dalam jiw...