10. Lautan Mayat

32 14 0
                                    

Tanpa tahu harus melakukan apa, disini Dayana yang ternyata masih bersama Aysa karena memang genggaman tangan mereka tidak terlepas saat dihempas ombak, masih utuh kesadarannya. Tubuh mereka berdua terpontang-panting terbawa arus ombak. Disisa-sisa napas dan tenaganya, Dayana memeluk erat tubuh Aysa dalam dekapannya, berusaha melindungi adiknya itu, untuk terakhir kalinya. Yang ada dalam pikiran Dayana sekarang hanya satu, setidaknya jika ia tidak selamat, saudaranya harus ada yang selamat.

"Aysa, kamu harus bertahan. Kakak akan lindungi kamu, jangan takut."

"Iya kak. Kak Dayana juga harus bertahan, kita akan selalu sama-sama."

Dayana tersenyum sendu, ia tatap adik bungsunya dengan tatapan sayu, lalu menggeleng.

"Tidak bisa, kakak sudah tidak kuat. Maaf, maaf karena tidak bisa memenuhi janji kakak pada kalian. Ternyata kakak tidak bisa selalu bersama kalian."

Kemudian, telinga Dayana berdengung sangat kencang, penglihatannya menghitam, semua menjadi gelap seketika, bersamaan dengan napasnya yang habis.

"KAK DAYANA!! KAK BANGUN KAK! JANGAN TINGGALIN AYSA SENDIRIAN DISINI!" Aysa menangis sejadi-jadinya, ia mengguncang keras tubuh Dayana, berharap kakaknya itu mau membuka mata kembali.

"KAK! BUKA MATA KAKAK! KAKAK UDAH JANJI TIDAK AKAN MENINGGALKAN AYSA DAN YANG LAIN! KAK DAYANA!!!"

Jauh berbeda dengan keadaan Dara. Entah ini kabar baik atau sebaliknya, saat ini Dara berhasil menyelamatkan diri dengan cara berpegangan pada batang pohon besar. Hatinya menjerit, ia menangis melihat tak ada satupun saudaranya yang bersamanya.

Dengan masih menangis dan berpegangan pada batang pohon besar, mata Dara berkeliaran di lautan mayat manusia yang masih terapung-apung. Mulutnya kembali meneriaki satu persatu nama keempat saudaranya dengan dada sesak dan perasaan campur aduk yang membuat suara Dara terdengar begitu lirih dan memilukan.

"Kakak!!"

"Kak Dhien!!"

"Kak Dayana!!"

"Aku disini kak!"

"Dara disini..." Suaranya hilang, Dara menangis sejadi-jadinya.

"Mutia!!"

"Aysa!!"

"Dek.., kakak disini..."

Lagi, tangisan itu semakin kencang seakan tak berniat untuk berhenti. Dara masih terus meneriaki nama saudara-saudaranya, berharap dengan cara itu mereka bisa kembali kedalam pelukan.

"Kakak... Adek... Kalian dimana...?"

Semakin keras isakan Dara, semakin keras juga suara air menyapu kembali siapun yang masih tersisa. Dara lagi-lagi kalut. Kesadarannya hampir hilang karena tubuhnya sangat lemas. Namun, Dara berusaha sebisa mungkin agar tidak kehilangan kesadarannya. Mau bagaimanapun ia harus bertahan, Dara tidak ingin pergi sekarang, ia masih ingin bertemu dengan keempat saudaranya.

Memikirkan saudaranya, Dara jadi mengkhawatirkan keadaan mereka, apakah keempat saudaranya itu mampu bertahan? Ataukah....

"Tidak... Kalian harus bertahan... Jangan tinggalin Dara...." Dara sudah tidak mampu berteriak lagi, tenaganya habis, suaranya hilang, yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menunggu pertolongan.

Dara menoleh ke kanan dan kiri begitu mendengar suara peluit dan suara beberapa orang mengobrol tak jauh dari tempat ia tergeletak sekarang. Dara tergeletak di tanah basah bersama batu dan batang pohon besar serta barang-barang yang terseret air. Semuanya hancur, habis dimakan air tanpa sisa.

Kini pandangannya menerawang jauh ke atas, memandangi langit yang nampak sangat cerah dan bersih. Padahal seingatnya, Dara masih bersama keempat saudaranya di teras rumah, merajuk pada Dayana karena menolak menciumnya, hingga akhirnya perintah Dhien berhasil membuat Dayana mau mencium kedua pipinya. Tetapi justru sekarang, Dara telah berada entah dimana, sendirian, seolah semuanya adalah mimpi.

"HEY! DISINI!"

"DISINI! ADA YANG MASIH HIDUP!"

Untung tepat saat Dara kehilangan kesadarannya Tim SAR berhasil menemukan keberadaannya, dan membawanya ke posko pengungsian.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

HAI GUYS

HAPPY READING

Semoga feel nya sampai dan
bisa kalian rasakan ya✨

Berikan vote dan komentar nya ya!

Jangan lupa follow akun Instagram
@wp.duniafiksi

Masukin juga cerita ini ke perpustakaan kalian supaya
tidak ketinggalan ceritanya.

Laut MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang