3. Apakah Ini Pertanda?

47 15 0
                                    

"Senja selalu indah, tapi sayang kehadirannya hanya sesaat."

"Bukankah manusia juga begitu? Setelah tugasnya di dunia selesai mereka akan pergi."

"Seperti Bapak dan Ibu?"

"Ya."

"Kenapa harus kita?" Perkataan Dara membuat yang lain menatapnya.

"Kenapa harus kita yang merasakan semua ini? Kehilangan Bapak saat kita masih bayi, dan 4 tahun silam kita juga kehilangan Ibu." Dara menerawang jauh kedepan berusaha menahan air mata yang ingin keluar.

"Ini semua sudah takdir Tuhan. Tuhan tahu kita kuat, makanya kita diuji dengan cara seperti ini." Dayana mengelus lembut kepala Dara menyalurkan kekuatannya agar adiknya tetap kuat menjalani semua ini.

"Kamu tidak sendirian, kami semua ada disini bersama kamu." Mereka semua saling merangkul satu sama lain.

"Dunia ini keras, bahkan untuk kita berlima." Mutia menatap sendu laut di depannya. Kata orang kalau melihat laut bisa membuat bahagia, tapi nyatanya setiap Mutia menatap laut hanya kesedihan yang muncul dibenaknya.

"Dunia memang keras, hanya orang-orang terpilih dan kuat yang mampu bertahan."

"Seperti kita kan?"

"Tentu."

"Kakak tahu, memang tidak mudah, tapi kalau kita melewati ini semua bersama pasti akan lebih mudah. Kita sudah sejauh ini, lantas apakah kalian akan berhenti ditengah jalan begitu saja? Kakak yakin tidak." Dhien menatap satu-persatu adik-adiknya berusaha untuk terus menguatkan mereka.

"Benar kata kakak, kita akan bertahan sampai akhir."

"Apapun endingnya nanti, berlima ya harus tetap berlima. Kita itu satu, satu jiwa dalam lima raga berbeda."

"Iya, kita akan terus saling jaga satu sama lain hingga akhir."

"Janji ya kak? Kalian akan terus ada disamping aku apapun yang terjadi."

"Aku janji akan selalu bersama kalian."

"Kakak juga, apapun yang terjadi kakak akan selalu disamping kalian. Kakak tidak akan meninggalkan kalian."

"Sudah gelap, sebaiknya kita pulang sekarang, kalian pasti lapar."

Mereka beranjak meninggalkan laut menuju rumah. Tapi tiba-tiba tubuh kelimanya terguncang lumayan kencang untuk beberapa menit sampai tersungkur ke pasir. Mereka masih saling melindungi satu sama lain. Walaupun panik Dhien berusaha tetap tenang, dia langsung menarik tangan keempat adiknya agar mendekat dan meraih kepala mereka untuk dia peluk.

"Gempa bumi! Gempa bumi!"

Teriakan para warga yang berada di sekitaran laut terdengar sangat riuh. Mereka berlarian tak tentu arah, berusaha menyelamatkan diri dan keluarga masing-masing.

"Peluk kakak yang erat!"

Yang lain hanya bisa mengangguk dalam dekapan erat Dhien, bahkan mereka bisa mendengar jelas detak jantung satu sama lain yang menjadi begitu cepat. Dhien membawa adik-adiknya berlari, sebisa mungkin menjauh dari tempat yang sekiranya dapat membahayakan.

Gempanya lumayan besar dan lama, mereka kehilangan kata-kata sesaat setelah guncangan berhenti sepenuhnya. Mereka berdiri di samping rumah kosong dekat warung Bu Warsih. Dengan napas memburu, Dhien melepaskan pelukannya pada keempat adiknya, dia menatap wajah ketakutan mereka semua.

"Kalian tidak apa-apa kan?"

Yang lain mengangguk cepat.

"Kita tidak apa-apa kak."

"Kita pulang sekarang, gempanya sudah berhenti."

* * *

Rasanya sore ini benar-benar sendu, lebih sendu dari langit yang mendadak padam sebab dikerubungi awan hitam. Angin berhembus kencang, seakan-akan ingin menyapu habis siapapun yang berdiri disana. Bumi mungkin sedang marah, bahkan pertengahan kemarin, bumi juga sempat mengguncang kota meski guncangnnya tidak separah hari ini. Tapi tetap saja, siapapun pasti akan ketakutan ketika mendapati bumi melepaskan amarahnya.

Selepas kejadian beberapa menit yang lalu, dalam heningnya suasana di teras rumah, Dara menatap lurus pada setiap inci dari luka yang menganga di kaki kiri Mutia. Dara panik, tapi sepertinya tidak sepanik Dhien yang kini masih bolak-balik mengambil peralatan untuk mengobati luka di kaki Mutia. Walaupun lukanya tidak cukup besar, tapi itu berhasil membuat Mutia sesekali melenguh sakit. Dara membantu Dhien mengobati luka Mutia, sedangkan Dayana dan Aysa sedang membersihkan beberapa barang dan dinding yang jatuh berserakan di dapur.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

HAI GUYS

HAPPY READING

Semoga feel nya sampai dan
bisa kalian rasakan ya✨

Berikan vote dan komentar nya ya!

Jangan lupa follow akun Instagram
@wp.duniafiksi

Masukin juga cerita ini ke perpustakaan kalian supaya
tidak ketinggalan ceritanya.

Laut MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang