11. Kehilangan Semuanya

74 17 0
                                    

Tsunami malam itu benar-benar mengubah kota Aceh menjadi lautan mayat dalam sekejap. Malam itu juga, sekitar satu jam setelah tsunami menyapu seluruh kota, tim SAR langsung terjun ke tempat kejadian, dimana ratusan ribu manusia tergeletak tak beraturan disembarang tempat. Ada yang masih diberi napas, ada pula yang sudah tak terhitung berapa lama napasnya habis.

Dara ternyata sudah dievakuasi sebab napasnya masih ada. Dara masih hidup, meski setelah ditemukan tim SAR ia kehilangan kesadarannya. Gadis itu langsung dilarikan ke rumah sakit darurat.

Sementara Dhien, Dayana, Mutia, dan Aysa belum juga ditemukan sampai sekarang.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Terhitung kurang lebih ada 220 ribu jiwa yang menjadi korban. Peristiwa semalam adalah bencana paling dahsyat yang mampu menghancurkan seluruh kota dalam waktu singkat. Bahkan saking singkatnya sampai mampu meluluh lantahkan bangunan-bangunan besar dan menghilangkan ribuan nyawa.

Di rumah sakit darurat, Dara sedang terbaring menatap langit-langit kamar rumah sakit. Ia tidak sendirian, ada banyak korban lain yang juga dirawat disana bersamanya. Kemudian, saat ada salah satu tim SAR masuk ke kamar rawat nya membawa korban baru, Dara langsung bangkit dan bertanya dimana saudara-saudaranya.

"Mas, saudara saya dimana? Kakak saya dan adik saya dimana?" Dara bertanya dengan suara lirih.

"Maaf, siapa nama saudara anda?"

"Dhien Buleuen, Dayana Ranjana, Mutia Ayu, dan Cut Aysa. Dimana mereka semua?"

Terlihat tim SAR itu tidak langsung menjawab pertanyaan Dara, melainkan kini sibuk menelpon seseorang.

"Maaf, tapi semua saudara anda masih belum ditemukan sampai sekarang. Kami para tim SAR sedang berusaha sebisa kami untuk menemukan mereka. Adik berdoa saja semoga mereka semua selamat."

Mendengar itu Dara langsung menangis, ia tidak mampu lagi menahan air matanya.

"Tidak! Tidak mungkin!"

"Tolong cari mereka semua sampai ketemu mas, tolong."

Suara tangisannya semakin terdengar pilu. Bukan hanya Dara, setelah ucapan itu terlontar, beberapa orang yang ada disana bahkan turut menjatuhkan air mata melihat bagaimana Dara hancur sehancur-hancurnya sendirian tanpa satupun orang terdekat.

* * *

5 Hari Setelah Tsunami

Di sore yang cerah ini, sekitar pukul empat, Dara sudah diperbolehkan untuk pulang oleh Dokter yang beberapa hari kebelakang merawatnya. Hanya perasaan sedih dan gelisah yang Dara rasakan saat ini, terlebih saat kakinya melangkah sedikit demi sedikit ke rumah yang sudah ia tinggali sejak kecil.

"Kak Dhien! kak Dayana! Mutia! Aysa! Aku pulang!"

Dara berlari ke teras rumah, yang bahkan sama sekali tidak terlihat seperti teras rumah.

"Kalian kemana?! Kok tinggalin Dara sendirian?! Dara takut tahu!" Dara mengusap kasar air mata yang jatuh terus menerus di pipinya.

"Tega kalian tinggalin aku sendiri disini? Aku main sama siapa nanti?"

Langkahnya membawa Dara pada dimana gitar rusak yang hanya tersisa setengahnya saja, tergeletak dekat reruntuhan pintu rumah.

"Nanti juga aku gitaran sama siapa?! Aku tidak ada teman!"

Dara semakin berlari, menjelajahi ruangan tanpa atap dan pintu itu. Ruangan-ruangan yang hanya tinggal separuh.

Disana, dekat meja rusak, Dara menemukan foto-foto keluarganya dengan pigura yang sudah pecah berkeping-keping. Ia ambil foto itu dan memeluknya penuh kasih sayang.

"Ya Allah..." Dara jatuh, lututnya membentur tanah secara kasar.

"Ibu, Bapak... Dara minta maaf, Dara gagal jaga saudara-saudara Dara..."

Sembari menggenggam foto itu, mata Dara tak sengaja menangkap secarik kertas yang bahkan sudah sangat mengering dan kaku ditumpukan baju-baju berserakan. Perlahan Dara ambil kertas itu dan membaca isinya yang untung saja tulisannya masih nampak sangat jelas. Dara membaca surat itu dalam hati, yang ternyata memang surat itu Mutia tulis untuk saudara-saudaranya. Tanpa sadar ia menjatuhkan air matanya. Tulisan tangan Mutia berhasil mengoyak habis hatinya, meski tidak terlalu panjang, kalimat di kertas itu mampu membuat nyeri yang amat besar memukul-mukul dinding hati.

"Kakak lebih sayang kamu Mut, melebihi rasa sayang kamu ke kakak."

Ketika dihadapkan dengan posisi seperti ini, Dara harus tetap berdiri tegap dan lebih kokoh. Ia bertekad untuk mencari semua saudaranya sampai ketemu.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

HAI GUYS

HAPPY READING

Semoga feel nya sampai dan
bisa kalian rasakan ya✨

Berikan vote dan komentar nya ya!

Jangan lupa follow akun Instagram
@wp.duniafiksi

Masukin juga cerita ini ke perpustakaan kalian supaya
tidak ketinggalan ceritanya.

Laut MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang