1. Satu Lagi Hilang

101 18 0
                                    

Aceh, 2000

"Hompimpa alaium gambreng!"

Mutia mencibir ketika lagi-lagi dirinya yang kalah dan harus siap menghitung dari satu sampai 10 kembali sembari menghadap ke pohon dan menutup matanya.

"Kenapa dari tadi aku terus sih yang jaga?!"

"Kamu kan kalah, ya harus jaga dong!"

"Iya-iya, cepetan sembunyi!"

"Sudah mainnya, kita pulang sekarang, sebentar lagi Maghrib, nanti Ibu nyariin." Itu Dayana yang baru saja kembali entah darimana.

Yang lain mengangguk dan pergi dari tanah kosong yang selalu jadi tempat bermain kelimanya untuk pulang ke rumah.

"Yang terakhir sampai rumah angkatin jemuran sendirian!" Mutia langsung berlari meninggalkan keempat saudaranya.

"MANA BOLEH GITU! CURANG!" Aysa berlari mengejar Mutia tanpa menghiraukan teriakan sang kakak.

"HEI JANGAN LARI-LARI NANTI JATUH!!" Benar saja sedetik kemudian setelah Dayana menyelesaikan ucapannya, Aysa si bungsu terjatuh karena tersandung batu.

"Aduh... Sakit..."

"Tuh kan, apa kakak bilang." Dayana menghampiri Aysa dan membantunya berdiri.

"Nanti sampai rumah kita obatin."

"Mutia kamu juga, udah dibilangin berkali-kali, jangan suka lari-lari! Nanti kalau kamu yang jatuh gimana?" Mutia hanya bisa mengucapkan maaf saat lagi-lagi Dhien memarahinya.

Mereka berlima kembali pulang, namun kali ini dengan berjalan santai sembari menikmati angin sore, tidak lagi berlari seperti tadi.

"Kalian mandi sana, jangan berebutan! Aku mau ke kamar Ibu dulu. Jemuran di depan juga jangan lupa diangkatin."

Dan disini, dalam hening nya kamar Ibu, Dara terlihat begitu khawatir melihat keadaan perempuan yang melahirkannya semakin hari semakin memburuk. Kemarin juga keadaan Ibu sangat memprihatinkan, tapi sekarang justru keadaannya malah semakin membuat hati Dara dilanda sakit yang teramat sangat.

Sudah satu tahun lamanya Ibu sakit, selama itu juga hanya kelima putrinya lah yang merawatnya dengan sepenuh hati. Sementara bapak sudah lama meninggalkan dunia untuk selamanya, bapak menghembuskan napas terakhir di medan perang saat bertugas.

Dengan senyuman paling manis Dara menghampiri ranjang Ibu dan duduk di tepi kasur sembari mengusap lembut tangan milik perempuan paruh baya itu.

"Ibu..."

Detik setelahnya Dara kembali tersenyum melihat raut wajah Ibu yang masih terpejam tenang dengan senyum simpul yang menghiasi wajah cantiknya membuat Dara seketika menghangat.

"Bu, minum obat dulu, ini sudah Dara bawakan bubur sama air hangat nya."

Tapi nyatanya suara lembut milik Dara tidak bisa membangunkan Ibu dari tidurnya. Perempuan paruh baya itu masih terpejam tenang dengan linangan air mata yang jatuh tepat dimana Dara tengah mendekatkan mulutnya pada telinga Ibu, berniat membangunkannya dengan jarak yang lebih dekat.

"Bu..." Tangannya lantas menggoyangkan kecil bahu Ibu, namun tetap saja tidak ada respon apapun

Sampai akhirnya Dara mengguncang kedua bahu Ibu lebih keras. Tapi lagi-lagi Ibu tidak merespon sama sekali, matanya masih terpejam dengan air mata yang perlahan jatuh mengenai kain bantal.

"Ibu, ini Dara.. Dara mau bantu Ibu minum obat." Untuk ketiga kalinya bocah perempuan berusia 13 tahun itu mengusap lembut wajah sang ibu, berharap mata yang terpejam itu perlahan terbuka seperti biasanya

Tapi justru yang ada Dara malah semakin panik, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat saat menyadari kalau ternyata Ibu tidak lagi menarik dan membuang napasnya. Tubuhnya benar-benar tenang, tapi tangannya sudah menjadi lebih dingin dari beberapa menit lalu.

Hanya dengan begitu saja tangisan Dara langsung terdengar begitu memilukan, napasnya hampir habis karena berusaha mati-matian agar suara tangisnya tidak terdengar oleh adik-adik dan kakak-kakak nya yang justru tengah tertawa diluar sana sembari saling melempar candaan satu sama lain.

Sedangkan disini, Dara yang tahu kalau Ibu sudah tidur untuk selamanya hanya bisa tersedu sendirian dalam hampa nya ruangan ini. Sesak sekali rasanya, Dara tidak tahu harus berbuat apa selain menangisi tubuh Ibu yang sudah terbujur kaku dan sangat dingin.

"Ibu..."

"Ibu jangan tidur bu... Dara tidak bisa jaga saudara-saudara Dara sendirian, Dara masih butuh Ibu..."

"Bangun bu... Dara mohon..."

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

HAI GUYS

Gimana prolognya?
Absen dulu yuk!

Semoga feel nya sampai dan
bisa kalian rasakan ya✨

Berikan vote dan komentar nya ya!

Jangan lupa follow akun Instagram
@wp.duniafiksi

Masukin juga cerita ini ke perpustakaan kalian supaya
tidak ketinggalan ceritanya.

SEE YOU IN NEXT CHAPTER-!!

Laut MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang