12. Rela Tak Semudah Kata

75 17 0
                                    

2 Hari Kemudian

Dara terus bolak-balik ke rumah sakit darurat hanya untuk menanyakan apakah ada saudaranya yang baru masuk. Tapi sepertinya hari ini doa nya dikabulkan. Dara menemukan nama Cut Aysa di daftar korban selamat yang baru datang semalam. Dengan senyuman bahagia, ia berlari menuju kamar tempat Aysa dirawat. Begitu membuka pintu kamar, Dara melihat adik bungsunya sedang terbaring menghadap pintu.

"Kakak!!"

Dara langsung memeluk Aysa dengan erat, setelah ini ia tidak akan membiarkan Aysa pergi kemanapun tanpa dirinya.

"Kamu darimana saja sih?! Kakak kangen..."

"Yang lain dimana kak?"

Mendengar itu, Dara hanya diam, ia tak kuat jika harus menjawabnya, tapi bagaimanapun Aysa tetap harus mengetahuinya.

"Kak jawab kak!"

"Kak Dayana juga ada disini kan? Waktu tsunami dia peluk aku, lindungi aku. Pasti sekarang dia lagi dirawat disini juga kan?"

"Kak Dhien, kak Dayana, dan Mutia... Mereka belum juga ditemukan sampai sekarang." Dara menunduk, tak kuasa menahan air matanya

"Tidak kak! Tidak mungkin!"

Aysa menangis dalam pelukan Dara, baginya ini semua hanya mimpi, ia ingin cepat bangun dari mimpinya.

* * *

Sudah hampir dua minggu setelah tsunami terjadi, dan Dhien, Dayana, juga Mutia masih tetap belum ditemukan.

"Dek, kakak benci laut. Tapi sekarang kakak mau kesana, kamu mau ikut?"

"Iya kak, aku ikut."

Padahal sudah sepuluh hari, tetapi hingga detik ini, Dara dan Aysa belum mendapatkan kabar baik tentang ketiga saudaranya. Sampai rasanya, tingkatan benci yang Dara rasakan pada laut semakin hari semakin bertambah.

Laut boleh mengambil semua yang Dara punya, tapi tolong kembalikan jasadnya. Beri ia kesempatan, setidaknya sekali saja untuk memeluk raga Dhien, Dayana, dan Mutia.

Dalam langkah yang semakin mendekat pada luasnya air di sepanjang mata memandang, Dara merasakan dadanya bergemuruh hebat, detak jantungnya bergerak lebih cepat membuat sekujur tubuhnya bergetar tanpa mampu ia kendalikan. Dengan napas cepat dan tak beraturan, Dara menggenggam kuat tangan Aysa. Kakinya mendadak lemas begitu ombak kecil kembali menyapu permukaan.

Saat itu juga air mata Dara jatuh. Kakinya ia hentakkan ke tanah berulang kali, berharap rasa sakit dihatinya bisa ikut berjatuhan dan terbawa air.

"JAHATTT!!" Aysa melepaskan genggaman tangan Dara dan melangkah lebih dekat pada air.

"KAK DHIEN!!!"

"KAK DAYANA!!!"

"KAK MUTIA!!!"

"PULANG!"

Dengan tatapan penuh sesak, Dara berdiri disamping Aysa, mengarahkan pandangannya pada air yang masih bergemuruh. Berisik. Tatapan benci tak bisa hilang dari mata keduanya.

"LAUT!! JANGAN SEMBUNYIKAN KAK DHIEN, KAK DAYANA, DAN MUTIA!!"

"KAU SUDAH AMBIL SEMUANYA YANG KAMI PUNYA!"

"SERAKAH KALAU KAU TIDAK MAU KEMBALIKAN MEREKA PADAKU DAN AYSA!"

"Kenapa ombak jahat? Dia datang tiba-tiba dan pergi begitu saja setelah menghancurkan semuanya." Aysa menatap nanar lautan dihadapannya.

"Kakak juga sekarang jadi benci laut, dia sudah ambil semua yang kita punya!"

"Kita ikhlaskan mereka saja ya kak? Dengan kita suruh laut kembalikan mereka juga tidak ada gunanya, laut tidak akan mengembalikan mereka."

Mendengar itu Dara kembali mengeluarkan air mata. Benar kata Aysa, sampai kapanpun takdir tidak bisa diubah, kalau memang ini sudah takdirnya mau bagaimana lagi.

"Kak Dayana, kakak udah janji buat selalu bersama kita, tapi apa? Kakak bohong! Sekarang kakak malah tinggalin kita!"

"Kak Dhien juga! Katanya mau lindungi kita terus? Tapi sekarang kakak malah pergi!"

"Mutia... Ayo pulang! Kalau kamu pulang nanti kakak belikan harum manis yang banyak deh, kakak juga tidak akan marahin kamu lagi. Pulang yuk!"

Sementara itu, tanpa Dara tahu, diam-diam Aysa memegangi dadanya yang terasa sangat sakit. Ia remas tangan Dara menyalurkan rasa sakit yang ia rasakn, berharap dengan begitu rasa sakitnya bisa berkurang. Dara yang kaget menatap Aysa khawatir.

"Kamu kenapa?!" Dara panik melihat wajah Aysa yang tiba-tiba menjadi pucat pasi.

"Ayo kita ke rumah sakit!"

"Tidak usah kak... A-aku sudah tidak kuat."

"Kamu ngomong apasih?! Jangan sembarangan!"

"Maafin Aysa ya kak kalau selama ini Aysa ada salah sama kakak. Maaf Aysa tidak bisa menemani kakak sampai akhir. Jaga diri kakak baik-baik! Aysa sayang banget sama kak Dara!"

"Ini... Nanti jangan lupa kakak baca ya! Aysa pamit"

"TIDAK!! JANGAN PERGI!!"

"Nanti kakak sama siapa kalau kamu pergi?! Tolong bertahan, demi kakak!"

Dara hendak membawa Aysa berjalan menuju rumah sakit, namun tiba-tiba tubuh Aysa jatuh dalam dekapannya. Gadis itu tersenyum, sebelum akhirnya menutup mata. Dara menangis histeris, kini ia benar-benar sendiri. Dara hanya bisa mendekap tubuh Aysa erat-erat, untuk terakhir kalinya.

Dara semakin dibuat sesak saat melihat hasil diagnosis Dokter yang Aysa berikan padanya. Ternyata adik bungsunya itu sudah mengidap gagal ginjal kronis sejak lama, dan ia baru mengetahuinya sekarang.

- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - -

HAI GUYS

HAPPY READING

Semoga feel nya sampai dan
bisa kalian rasakan ya✨

Berikan vote dan komentar nya ya!

Jangan lupa follow akun Instagram
@wp.duniafiksi

Masukin juga cerita ini ke perpustakaan kalian supaya
tidak ketinggalan ceritanya.

Laut MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang