"Arga, mau kemana?" Tanyaku pada Arga yang sudah hampir mencapai pintu.
Ia menggeleng pelan, "Sumpah, perutku mules banget!" Tanpa pikir panjang, kakinya sudah melangkah dengan pelan tapi pasti keluar dari kelas.
Aku menghela napas. Anak kost satu itu, memang sering makan terbang, akibatnya ia sering mengalami panas dalam atau radang tenggorokan dan sakit perut.
Tanganku bergerak membereskan bukuku dan memasukkannya ke laci. Mataku berulang kali melirik ke arah Ian yang masih setia terlelap di mejanya. Sejak pelajaran dimulai, ia hanya tertidur. Memang pelajaran pertama sangat membosankan, tapi bagaimana bisa ia datang hanya untuk tidur? Bahkan setelah liburan panjang?
Seperti membaca pikiranku, Ian mengangkat kepalanya dan menatap keluar jendela. Wajah tanpa ekspresinya itu langsung terkena pias cahaya, membuat kulit pucatnya terlihat semakin putih.
"Ian!" Panggilku spontan.
Ia menoleh ke arahku dan diam. Benar-benar diam, matanya menatap lurus ke arahku, membuatku merasa... bingung.
"Em, aku... bisa membantumu membersihkan rambutmu. Kalau kau merasa kesulitan?" Tawarku gugup.
Kenapa ia sangat,... tenang dan diam? Wajahnya yang tanpa ekspresi itu membuatku sedikit bergidik. Aku tidak bisa berkata apapun? Bagaimana aku berkomunikasi dengan orang seperti ini?
Ia menggeleng, "Aku bisa sendiri." Ia langsung berdiri dan keluar dari kelas.
Aku terdiam, saat kudengar pintu kelas terbuka dan tertutup, aku langsung menghela napas panjang. Kupegangi dadaku yang bertalu-talu. Ini pertama kalinya setelah sekian lama, seseorang terlihat marah padaku. Dan anehnya aku merasakan sensasi listrik di sekujut tubuhku yang membuatku gugup.
Apa aku pernah melakukan sesuatu yang membuatnya benci padaku? Apa karena confetti? Dipikir-pikir, ia layak kesal. Setelah liburan panjang, di hari pertama masuk sekolah lagi, ia sudah dihadapkan dengan letupan confetti di depan wajahnya.
Aku sepertinya benar-benar harus meminta maaf.
Kakiku melangkah cepat menuju kantin. Tentu saja, banyak yang mengucapiku selamat dan juga memberiku hadiah. Sesampainya di kantin, tanganku mengambil makanan dan minuman yang aku rasa lebih cocok di musim panas dan segera membayarnya. Aku berlari kecil membawa tentengan jajan dan hadiah menuju kelasku.
Aku melihat Ian sudah duduk di tempatnya dan rambutnya sudah sedikit lebih bersih dari confetti. Ia menatap keluar jendela sembari menopang dagunya, seperti biasa.
"Chio!" Pekik seorang perempuan tepat di belakangku.
Kepalaku segera menoleh dan melihat perempuan berkepang dua menatapku. Ia memegang surat dan kado dengan kedua tangannya. Matanya menatapku berbinar.
"Selamat ulang tahun, panjang umur, selalu bahagia, semoga tahun ini mangga berbuah sebanyak-banyaknya sehingga tahun ini mangga yang Chio makan rasanya enak-enak!" Ucapnya dengan cepat. Ah, dia tahu aku suka sekali dengan mangga. Tangannya menyerahkan kado dan surat ke tanganku yang nyaris penuh, "baca suratnya di rumah!"
Gadis itu, yang aku kenal dari saat masa orientasi, langsung pergi meninggalkanku. Tentu saja, teman-temanku bersiul menggodaku. Sesungguhnya, aku tidak tahu kenapa mereka menggodaku seperti itu. Itu hal biasa antara perempuan dan laki-laki. Interaksi antara teman yang sangatttt
normal.
Aku berbalik dan melihat Ian sudah kembali menenggelamkan kepalanya. Ah sial, dia tidur lagi!
![](https://img.wattpad.com/cover/367712721-288-k41750.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
I LIKE YOU? [ 15+ ; BL ]
Romance[COMPLETE] [Shounen Ai] Archio tidak menyadari perasaannya pada Ian. Ia tidak tahu, jika debaran di jantungnya, rona merah di pipinya, netranya yang tidak bisa beralih dari bibir merah Ian, adalah tanda-tanda perasaan sukanya. Sebuah cerita pendek...