13

149 20 7
                                    

Ian berusaha berbicara empat mata padaku. Namun, aku masih belum siap mengatur perasaanku. Aku benci perasaan suka. Perasaan ini sangat keras kepala dan tidak bisa diatur. Tidak seperti saat aku bisa berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Aku gugup, merona, dan jantungku berdegup kencang dengan hanya melihat Ian dan mendengarnya berbicara padaku.

Aku tidak tahu harus mengatur ekspresi apa saat aku menyatakan aku suka padanya atau menerima ekspresi yang ia berikan saat ia mengetahui aku menyukainya atau saat aku mendengar kalau ia menyukai orang lain selain diriku.

Kami masih sering berkumpul bersama teman-teman yang lain, kami juga masih menjadi satu kelompok di beberapa mata pelajaran, hanya saja, aku dan Ian tidak pernah benar-benar berbicara.

"Galih, temani aku jajan," ajakku.

Galih satu-satunya orang yang memiliki akal sehat dan sedikit berpikir lebih dewasa dibanding teman-temanku yang lainnya. Mungkin ia bisa membantuku.

"Ada yang mau nitip?" Tanya Galih.

Dan dia baik.

Padahal, aku tidak benar-benar ingin jajan.

"Roti coklat sama nenas untukku dan Hima," ucap Reggy.

"Susu pisang untukku," tambah Yuzo.

"Aku skip." Arga masih sibuk bermain dengan ponselnya.

"Aku juga," timpal Kevin yang juga bermain bersama dengan Arga di ponselnya.

"Kalau Ian?" Tanya Galih.

"Em... puding mangga, tolong," pintanya.

Galih tersenyum dan mengunyel pipi Ian gemas, "Ih~ gemes banget kayak adek aku!"

Aku mengernyit tidak suka. Aku berbalik dan membuka pintu dengan sedikit kencang, "Galih ayo!" Ajakku.

"Iya iya!" Tanggapnya.

Aku dan Galih berjalan bersisian. Kami masih di lorong, aku tidak bisa menceritakan unek-unekku selagi teman-temanku dari kelas lain menyapa kami. Galih juga termasuk siswa yang populer. Ia merupakan perwakilan lomba bulu tangkis dari sekolah dalam pertandingan regional. Hanya saja, ia cukup sulit didekati karena penampilannya yang ogah-ogahan dan wajahnya yang tidak bersahabat setiap kali ia diam.

Kalau saja ia lebih sering tersenyum, mungkin ia menjadi salah satu siswa yang populer di kalangan perempuan.

Setelah keluar dari gedung sekolah, aku memberanikan diriku mengeluarkan pertanyaan yang sudah berada di otakku selama beberapa hari ini.

"Gal, kau pernah suka pada seseorang?" Tanyaku.

"Pernahlah, ya kali engga!" Selorohnya.

"Kalau orang yang kau suka menyukai orang lain, pernah ga?" Tanyaku lagi.

"Selalu. Aku menyukai seseorang dan belum pernah menyatakannya sekali pun. Jadi, ya karena mereka tidak tau, mereka berakhir memiliki seorang pacar."

Aku menatapnya bingung, "Lah, kenapa?"

"Aku masih harus fokus pada pertandinganku. Aku belum berhasil masuk ke kejuaraan nasional. Kalau aku punya pacar, pacarku akan merasa kesepian karena yang akan kulakukan hanyalah latihan," jelasnya.

Aku mengangguk mengerti, "Tapi bukankah rasanya sakit?"

Ia menoleh ke arahku. Didorongnya badanku dan kami duduk di salah satu kursi di bawah pohon rindang.

"Kau menyukai seseorang?"

Aku diam sejenak dan mengangguk.

"Wah, hahahaha selamat! Kukira kau akan menjadikan seluruh umat hanya sebagai teman!" Sanjungnya yang bagiku terdengar seperti ejekan dan lelucon.

Aku terkekeh pelan, "Tapi, aku belum bilang padanya dan itu karena aku rasa dia menyukai orang lain."

"Kau tahu darimana?"

"Ya... dia sendiri yang bilang, cuma aku menolak kenyataan. Masih tidak terima."

Galih berpikir cukup lama sebelum akhirnya membuka suara, "Akan lebih mudah jika siklusnya mengungkapkan, ditolak, dan move on daripada tidak mengungkapkan, tidak ditolak juga, dia jadian dengan yang lain, dia tidak tau kita menyukainya, kita ga bisa move on karena kita menyesal tidak menyatakan, trus-"

"Eh udah udah! Panjang amat siklusnya!" Keluhku.

Galih tertawa, "Cinta bukan hal yang buruk, jadi untuk apa ditutupi dan dipendam?"

"Walaupun ujungnya akan sakit?"

"Sakit hanya sebentar kalau tidak ada penyesalan di dalamnya," jawabnya sederhana.

Galih benar, aku tidak mungkin terus menerus menghindari Ian dan menutupi perasaanku. Aku harus jujur!

"Tapi Gal, siapa orang yang kau suka? Kok kami ga pernah tau?" Tanyaku setelah menata kembali pikiranku.

Ia menoleh dan mengendikkan bahunya, "Masih ra-ha-si-a~" jawabnya singkat.

I LIKE YOU? [ 15+ ; BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang