9

107 13 6
                                    

Kami menikmati wahana-wahana air yang hampir semua sudah kami coba. Wahana yang membuat kami meluncur dengan cepat menimbulkan ekspresi baru bagi Ian. Wajah Ian melongo dan langsung pucat begitu ia sampai di ujung seluncuran. Namun, tak berapa lama ia kembali mengajakku untuk naik lagi. Dengan ekspresi yang tidak bisa aku jabarkan dengan baik.

Ia hanya terlihat indah.

"Aku ingin mencoba wahana yang itu." Tanganku menunjuk salah satu wahana seluncuran yang bagian ujungnya naik. Wahana yang dapat membuatmu terlempar ke udara lalu berakhir di air.

Ia menggigit es krim yang ada di tangannya lalu menggeleng, "Menyeramkan."

"Tapi seru! Kau harus coba! Aku mencobanya beberapa kali saat kemari bersama sepupuku. Saat meluncur... dengan kemiringan 60° whooshhh! Pikiran kita langsung ilang dan langsung melayang gitu aja. Habis tu byurrr! pas da di air, bakal mikir buat naik lagi, tapi males naik tangga!" Jelasku dengan menggebu-gebu.

Ia masih menatap horor wahana itu. Ah, tidak. Kalau dia tidak berani, aku tidak boleh memaksanya.

"Kalau coba yang tadi, yang pertama aja, gimana?" Tanyaku berusaha memilih wahana yang lain.

Ia meraup cone es krimnya dan membuang tisu ke dalam tempat sampah. Ditepukkannya tangannya dan melompat kecil, "Aku bisa! Aku mau naik yang itu!" Tangannya menunjuk wahana yang 30 detik lalu, ia tatap dengan horor.

Aku tertawa melihatnya yang semangat. Aku ikut membuang stik es krimku dan merangkul Ian. Kami berjalan menuju seluncuran yang cukup menyeramkan itu. Kami berdua cukup cocok, Ian yang jarang menanggapi ocehanku dengan kata-kata yang sama panjangnya. Ia berbicara sedikit dan lebih banyak bereaksi terhadap apa yang aku katakan.

Dia sangat menyenangkan!

Dan ekspresinya sangat berharga.

Kami sudah sampai di atas. Aku melihat dirinya yang tersenyum keki.

"Kau yakin?" Tanyaku.

"Hehehe, yakin kok." Jawabnya ragu namun entah mengapa aku bisa mendengar tekad di sana.

"Oke kalau gitu dalam hitungan ketiga!" Pekikku.

"Satu!"

Kami saling bertatapan.

"Dua!"

Mulut kami tersenyum sumringah.

"Tiga! Geronimooo wohooo!" Jerit kami bersamaan.

Kami meluncur dengan sangat cepat dan melayang di udara. Aku melihat Ian tertawa dengan sangat lebar. Wajahnya pucat, tapi tawanya yang setengah menjerit itu keluar dengan lepas. Di bawah matahari, kulit pucat dengan bulir-bulir air di sekujur badan Ian, membuatnya tampak seperti... peri.

Byurrr!!!

Kami berdua masuk ke dalam air. Di dalam, ia menutup matanya dengan pipi yang menggembung sebelum akhirnya tersenyum lebar padaku. Dengan cepat, ia menarik tubuhnya untuk keluar dari dalam air. Namun, tanganku menahannya dan menariknya kembali ke dalam air. Tubuhku bergerak lebih cepat daripada pikiranku.

Kukecup bibirnya dan tersenyum dalam kecupan itu.

Saat aku membuka mataku aku bisa melihatnya membuka matanya dengan lebar. Ia terlihat bingung. Dan... akupun juga bingung.

Kenapa aku melakukannya? Kami berdua teman yang baik tadinya. Kenapa aku memiliki keinginan untuk mencium temanku?

Ian dengan terburu naik ke tepi kolam. Meninggalkanku yang mencoba mencerna apa yang baru saja kulakukan. Kupejamkan mataku dan memaki diriku. Apa yang sudah kuperbuat?

 Apa yang sudah kuperbuat?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I LIKE YOU? [ 15+ ; BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang