14

146 19 5
                                    

"Kami sudah putusin bakal pergi ke taman kota buat ikutin festival kembang api. Kau ikut kan?" Tanya Arga padaku.

"Siapa-siapa aja?"

"Aku, Reggy, Ian-"

"Ikut. Aku ikut."

Arga menoyorku, "kebiasaan lu, belum siap ngomong langsung gas ngeng dipotong!" Cibirnya.

Aku hanya tertawa menanggapinya. Busku dan Ian sudah sampai, kami berdua naik dan... aku menjauh darinya. Biasanya kami duduk berdua, hanya saja aku menuju bagian ujung bus dan duduk di antara orang-orang lainnya.

Kami berdua bertatapan, aku melihatnya menatapku. 4 hari sudah aku mengabaikannya. Ekspresinya kembali seperti dahulu. Tanpa emosi. Dan berikutnya, ia duduk bersama murid lain yang juga naik bus ini. Aku memejamkan mataku dan berusaha untuk tidak peduli pada tatapannya.

"Bagaimana bisa aku patah hati karena cinta pertamaku?" Gumamku.

Setelah 20 menit, kami sampai di halte tujuan dan turun. Perjalanan ke rumah pun cukup hening, sudah 4 hari ini aku berjalan mendahuluinya dan membiarkannya pulang sampai ke rumah sendirian.

Aku mengabaikannya karena di kepalaku masih belum tersusun rencana untuk menyatakan perasaanku. Aku sudah mengetahui sistemnya, di festival nanti aku akan menariknya menjauh dari yang lain dan menyatakan perasaanku.

Tapi, aku tidak tahu harus bilang apa?!

Aku juga masih harus menyiapkan mentalku. Siap tidak siap, terima tidak terima, aku harus tetap tenang. Aku tidak boleh menanggapi secara berlebihan dan mengikhlaskan apapun jawabannya.

"Aku luan ya!" Ucapku berbelok ke lurusan rumahku.

"Chio, aku suka padamu."

"Oh... haaaAAHHH?!" Aku berbalik dan melihatnya berdiri disana sambil menatap lurus padaku.

Ia menyatakan hal itu tetap dengan wajah tanpa ekspresinya.

Kulihat sekeliling kami, tidak ramai, tetapi ada penjaga toko kelontong yang sedang duduk di depan toko sambil mengipasi dirinya, anak-anak SD yang sedang bermain mesin capit, dan ibu-ibu penjual minuman dingin.

Aku menarik tangan Chio dan berlari menuju rumahku, "Bagaimana bisa kau mengungkapkannya di depan banyak orang begitu?!"

Kami masuk ke dalam rumah dengan napas terengah-engah.

Aku berbalik dan melihat Ian yang sedikit berkeringat akibat lari di cuaca panas, "Kau? Suka padaku? Aku?"tanyaku masih tidak percaya.

Ian mengangguk, "Aku tahu kau masih ragu dengan perasaanmu. Tapi, aku ingin mengungkapkan perasaanku, agar bisa membantumu meyakini perasaanmu."

"Kau bukan menyukaiku karena ciumanku itu kan?"

Ian menatapku aneh, "Ih? Ciuman yang di kolam itu? Yang seperti ciuman anak-anak?" Balasnya.

Bibirnya yang manyun terlihat lucu dan berbanding terbalik dengan hinaannya bagi ciuman pertamaku.

"Hey! Itu cukup romantis!"

"Tidak...em iya sih," tanggapnya setuju.

Aku menariknya dan langsung mencium bibirnya. Tanganku bergerak memegang tengkuk lehernya dan mengusap jempolku di rambutnya. Ian mendorong badanku menjauh sambil terengah-engah.

"Kau! Kita masih di pintu masuk dan lagi, orang tuamu mungkin mendengar kita!" Protesnya.

"Mereka sedang tidak di rumah."

Tanpa pikir panjang, aku membuka sepatuku dan menariknya buru-buru menuju kamarku yang berada di atas. Saat masuk ke kamarku, aku mencampakkan tasku begitu saja dan menariknya ke atas tempat tidur.

"Aku sangat senang, seperti terlempar ke angkasa! Rasanya susah bernapas dan menyenangkan. Aku menyukaimu, sangat. Aku tidak bisa mengungkapkannya karena takut kau menyukai orang lain. Aku menghindarimu selama ini hanya untuk tahu kalau orang yang kau suka adalah aku? Bodoh sekali. Galih benar, lebih baik aku mengungkap-"

Ian membekap mulutku dan menatapku dalam, "Cukup... bisa ga kita ciuman aja?" Bisik Ian.

Ah! KAMARKU SANGAT PANAS!

Ah! KAMARKU SANGAT PANAS!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I LIKE YOU? [ 15+ ; BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang