15

271 26 9
                                    

Aku mendorongnya, menekan bibirku dan menciumnya lebih dalam. Ian menyelipkan lidahnya di kedua bibirku, seakan menyuruhku untuk melakukan seperti yang ia lakukan. Selagi lidahku mengoral bagian dalam mulutnya, tanganku bergerak liar di balik kausnya. Menyentuh kulit pucat yang ia miliki dengan sensual, tidak seperti saat di kolam renang.

Ian menggigit bibir bawahku dan melepaskan pagutan kami. Ia mencium daguku dan meninggalkan salivanya turun menuju leherku. Mati-matian aku menahan diriku agar tidak jatuh menimpa dirinya.

Dengan tidak sabar, aku kembali menarik bibirnya agar kembali membalas pagutan bibirku, "Aku rindu bibirmu," ucapku seakan-akan tidak semenit yang lalu aku meraup bibirnya.

Mendengar desahan halus keluar dari bibir Ian, aku menarik tubuhku menjauh. Jantungku berdebar dengan sangat kuat dan cepat. Aku menyukai Ian lebih dari yang aku kira.

Menatap tubuhnya yang sebagian masih ditutupi oleh seragam, setengah kaus dalamnya sudah terangkat dan menunjukkan perutnya yang langsing, wajahnya yang terengah-engah, bibir merahnya yang mencoba mencari udara sebanyak mungkin, tangannya yang memeluk leherku.

Aku menjatuhkan badanku ke atasnya, mencoba tetap menopang diriku agar seluruh beratku tidak menimpa dirinya. Khawatir kalau tubuhnya akan hancur dan menjaganya seperti barang yang rapuh.

"Aku tidak pernah melakukan hal begini," ungkapku.

"Aku juga."

Ian memeluk kakiku dengan kakinya. Ia menggerakkan badannya, menggesekkan bagian bawah kami, membuatku merasakan sesuatu di balik celananya. Aku menatapnya bingung, "Kau, seperti sudah ahli?"

"Aku sering membaca komik dewasa," jawabnya. Ia mendorongku dan naik ke atas badanku, "aku ingin melakukannya." Pintanya sambil menggesekkan pantatnya ke penisku yang sudah menegang dari tadi.

Poof!

"Tung- tunggu! Aku- ah..."

Pandanganku menggelap.

Terberkatilah mataku yang melihat pemandangan erotis Ian.

"ARCHIO! CHIO! Bangun! Hey!" Aku merasakan keningku dingin dan tangan seseorang memegangi pipiku. Tangan itu terasa dingin.

"Emh... dingin sekali..."

"Archio, kau tidak apa-apa?!" Pekik seseorang di sampingku.

Aku mengerjapkan mataku dan melihat Ian duduk di samping tempat tidurku. Wajahnya panik, ia memegang kipas portable berwarna kuning dan mengarahkannya padaku.

"Ian?" Aku mencoba memikirkan apa yang... "IAN! Apa yang terjadi?"

Ian menghela napas panjang dan mencium pipiku cukup lama, "Kau membuatku khawatir!"

"Aku kenapa?"

"Sepertinya heatstroke, maafkan aku. Aku tidak tahu kau bakal... begitu!"

Aku menganga lebar-lebar. Tanganku mengambil bantal dan menutup wajahku rapat-rapat. Tidak mungkin! Aku pingsan hanya karena adegan gesek gesek? Ini sangat memalukan!

"Ahhhh!!! Aku malu sekali!"

Aku melepaskan bantalku dan menatap Ian, Ian berusaha menahan tawanya disana sampai ia akhirnya tertawa terbahak-bahak. Ia mencubit pipiku gemas dengan masih tertawa.

"Take it slow, we eventually will be there just in no time," ucapnya.

Aku menariknya naik ke atas tempat tidur dan membiarkannya rebahan di sampingku. Kugenggam tangannya, tak ada niatan untuk melepaskannya.

"Aku menyukaimu Ian. Dan akan selalu suka padamu."

"Aku senang kau mengatakannya," bisiknya padaku. Ia menarik tanganku dan menjadikannya sebagai bantalnya.

"Aku selalu menyukaimu. Dari awal kita bertemu. Masa orientasi, kau terlihat pandai bergaul..." ungkap Ian secara mendadak, "awalnya aku menganggapmu anak yang berisik, hanya saja anggapan itu sirna ketika kau mengatakan satu kalimat, 'Di masa ini, aku akan mengumpulkan teman-temanku seperti Pokemon!'" Ia terkekeh sebentar,

"itu benar-benar kalimat yang aneh... Sayangnya, saat tahun pertama kita tidak sekelas. Jadi, aku hanya bisa melihatmu saat melintasi kelasku atau saat kelas Penjas. Kau mungkin tidak mengenalku saat itu," lanjutnya.

"Tidak tidak! Aku menghapal seluruh nama murid seangkatan kita, termasuk dirimu. Aku ingin menyapamu, namun kau selalu menunduk dan seperti mengabaikanku," jelasku.

"Ohhh! Aku kira kau tidak menyadari keberadaanku! Tapi, untung saja aku memberanikan diri memberimu kue. Kalau tidak, aku mungkin tidak bisa berada di tempat tidurmu begini~"

Aku tersenyum menanggapi cerita singkat Ian. Ia berbicara cukup panjang. Tidak seperti biasanya dan aku rasa, aku benar-benar menyukai suaranya juga.

Ian memelukku dan tak berapa lama, ia mendengkur pelan. Kupejamkan mataku dan membiarkanku tidur bersama dirinya. Hari ini sangat berwarna. Dan semua warna itu diberikan oleh Ian. Aku sangat menyukai Ian.

 Aku sangat menyukai Ian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

End

Jeng jeng! Akhirnya tamat~ Memang menulis di saat frustasi dan depresi, sangatlah menyenangkan. Pikiranku langsung lega hehehehe. Anyway, see ya in another short story<3

I LIKE YOU? [ 15+ ; BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang