5

131 20 6
                                    

"Ian, mau jadi temen latihan buat mapel Penjas nanti ga?" Tawarku pada Ian.

Ian menoleh kepadaku dan mengangguk.

"Ian, mau jadi partner lab. Fisika ga?" Tawarku lagi pada Ian.

Ian menoleh kepadaku dan mengangguk.

"Ian, nanti mau makan siang bareng ga?" Tawarku pada Ian.

Lagi, Ian hanya menoleh dan mengangguk. Seperti rutinitas.

Seharian ini, banyak sekali permintaanku pada Ian. Dan ia menyetujuinya tanpa protes. Aku tidak tahu isi pikirannya. Ia menyetujui semua ajakanku, ia juga tersenyum, tetapi gimana jika dalam hatinya ia merasa dongkol?

Terakhir, sebelum pulang sekolah!

"Ahhh, Iann~ nanti tungguin aku pas piket ya, kita pulang bareng ya?" Pintaku lagi padanya.

Ian berbalik dan-

"Ian! Jangan mau iya iya aja. Anak ini agak bermasalah di kepalanya, sesungguhnya dia tidak akan meninggalkanmu sampai kau benar-benar berbicara padanya. Anak ini sangat posesif dan clingy!" Nasihat Arga pada Ian.

Ah ya, Arga sudah meminta maaf saat pulang sekolah semalam. Arga bahkan memintaku untuk sekadar memanggil Ian karena ia tidak berani memanggilnya.

Ian memandang Arga dan terkekeh.

"Hey aku serius tau!" Gerutu Arga.

Ian menggeleng, "Tapi aku beneran mau sama Chio." Ia mengucapkan itu dengan senyuman tipis di bibirnya.

"Woah! Kau cantik sekali!" Pujiku.

"Eh?"

Aku bisa melihat ia menatapku sebentar sebelum akhirnya langsung berbalik menghadap depan. Aku terkekeh melihat tingkahnya. Kutopang daguku dan menatap tingkahnya dari belakang. Telinganya sampai memerah dan ia masih menunduk.

"Ih, cringe banget?" Ejek Arga.

Aku mengajukan jari tengahku kepadanya. Kalau Ian memang terlihat cantik, aku harus bilang apa? Masa iya, aku bilang dia jelek. Memuji sesama teman kan normal. Sama kayak pujian, 'wah kau hebat sekali!' Atau 'wah kau keren sekali!'. Yakan?

"-ead the last paragraph loudly!" Perintah guru bahasa inggris.

"Hey, Earth to Chio?" Suara Guru bahasa Inggris sampai di telingaku dan membuatku menoleh.

"Eh uh, yes Ma'am?"

"Read the last paragraph!" Perintahnya.

Aku berdiri dan membaca kalimat bahasa Inggris di bukuku. Arga menatap diriku sambil cengengesan, aku yakin ia mengejekku sekarang.

"Okay, now first question. The one beside him, please answer the first question!" Perintah guru kami kepada Arga.

"Ahh ya, yes yes... em... so..."

Sekarang giliranku mengejek dirinya.

Setelahnya, mataku kembali mengarah pada Ian. Aneh sekali, aku suka memperhatikan tingkahnya. Padahal, tingkah anak itu... tidak ada. Apalagi emosinya yang tidak banyak. Ia sering menunduk, sering melihat keluar jendela, senang menulis catatan di bukunya, dan... sudah itu saja.

Cuma gitu doang tapi aku suka memperhatikannya.

"Chio, nanti aku tunggu di lapangan aja ya," ucapnya dengan suara nyaris tidak terdengar.

Melihat bibirnya bergerak mengucapkan kalimat sederhana itu, aku merasakan jantungku berdegup lebih cepat dari biasanya. Kenapa bibirnya bisa semerah dan terlihat selembut itu?

Aku memegangi bibirku dan terpelongo cukup lama.

"Heh! Kau kenapa anjir?!" Arga menggoncang bahuku pelan.

Aku menghadap ke arahnya.

"Dih?!"

Wajah jijik Arga tidak mengangguku sama sekali. Aku masih berada dalam pikiranku yang berkecamuk hanya karena bayangan bibir Ian.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
I LIKE YOU? [ 15+ ; BL ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang