6《♣︎》Patroli [ II ]

15 5 0
                                    

       Setelah beberapa saat biola itu dimainkan, suara jeritan itu berakhir. Matanya mencoba perlahan membuka, jin itu meninggalkan abu. Andi merasa bersalah karena tidak sengaja mengganggu penghuni kampus. Ia menurunkan biolanya dari pundak. Andi baru teringat cerita horor dari neneknya tentang suatu pohon, Andi tidak terlalu mengingat jenis dan nama pohon itu. Sejak dulu ia berfikir itu hanyalah dongeng agar anak kecil segera pulang saat menjelang malam, ternyata itu benar adanya.

"Cukup bagus, kamu bisa terus mengalahkan mereka jika seperti ini" terdengar suara pria paruh baya dari samping panggung.

"Agh!" Andi bersiap menggesek biola. "Siapa- ah…" ia baru tersadar dengan keberadaannya.

Wajahnya semakin seperti pria biasa, tetapi bentuk tubuh lainnya sama seperti biasanya, bukan yang bentuk berekor aslinya. Tentu saja dia Namanya, Andi bisa mengenalnya bahkan saat gelap.

"Untung saja bukan bentuk siluman ular" Andi menaruh biolanya dengan lega di lantai.

"Ular?" Namanya bingung.

"Jika bukan ular, lalu kamu apa?"

"Dasar, aku naga. Dimana kesamaan ularnya?" Namanya sedikit merasa terhina.

"Aku tidak sering percaya mitos, apakah kak Ayu belum cerita?" Ia jadi penasaran dengan umur Namanya. "Berapa umurmu?"

"Tidak" jawab pertanyaan pertama dan naga itu tersenyum. "Terakhir kali aku menghitung, lima ratus tahun kalau tidak salah"

Andi menatapnya lama, berfikir harus memanggil naga sepuh itu dengan apa. Banyak mitos jin yang tak senang jika tidak ada sopan santun.

"Kalian semua sama saja!" Namanya tertawa dengan suara aneh. "Kamu bisa memanggilku seperti biasanya, santai saja"

"Terima kasih, tapi mengapa namamu Namanya?" Andi kembali menanyakan hal sederhana, tetapi bahaya jika dengan jin.

Namanya terdiam sejenak. "Omong-omong, apakah kamu sudah mempelajari bahasanya?" Ia mengalihkan topik.

"Oh, maksudmu ini?" Andi merogoh celana sakunya dan mengambil kertas lusuh itu. "Aku belum memahami apapun, bisa kamu ajari?"

"Sebab itulah aku kesini, tapi ada syaratnya."

Andi berusaha menebak. "Jangan bilang berpatroli-"

"Sampai tengah malam" potong Namanya dengan tersenyum.

"Bukankah Kak Ayu sudah bisa menanganinya sendiri?" Andi menyipitkan matanya dengan kesal. "Aku harus mengerjakan tugas setebal catatan sejarah seluruh dunia."

"Jika ia bisa, tentu saja dia tidak menyuruhmu disini"

"Mengapa ia tidak bisa?" Andi menghela nafas kasian. "Baiklah, selama aku bisa membantunya"

"Bagus!" Namanya turun dari panggungnya. "Ikuti aku"

Kaki Andi masih gemetar dan ingin menolaknya.

"Tentu saja kami harus berjalan sendiri" Namanya melompat ke luar jendela.

       Andi akhirnya berdiri dan ikut keluar lewat jendela. Andi terus-menerus dipaksa oleh Namanya agar menatap lurus selama berjalan. Banyak bentuk jin yang berbeda dan menakutkan, ia terus membaca doa dan berharap tidak mati konyol hanya karena jin. 

       Namanya dan Andi berjalan ke arah pohon yang ia duduki tadi. Saat mereka tidak jauh dari pohon itu, seorang nenek tua berjalan ke arahnya dengan membawa nasi kuning berbentuk kerucut. Andi tahu apa yang akan dilakukan oleh nenek itu, ia menatap Namanya lama. Berharap tahu apa yang harus dilakukannya.

"Menurutmu sendiri, kenapa hal ini bisa terjadi?" Namanya kemudian mengeluarkan sebuah tombak dari punggungnya. Robekan punggung itu segera menutup

"Apakah perisainya retak kembali?" Padahal jelas-jelas perisai di langit muncul tanpa retakan.

"Tidak mungkin, kamu sudah membantunya" Namanya menggeleng beberapa kali.

"Nenek itu menunggu waktu yang tepat, untuk menyembah?" Tebaknya cepat.

"Bisa jadi, tidak peduli alasan apapun beliau datang kemari, kamu harus mengusirnya" ia memberikan tombak ungu dengan bercak darah kepada Andi.

Andi mengambil tombak itu dengan geli. "Menggunakan kekerasan?" Ia memastikan

"Apapun caranya" Namanya mengangguk.

        Tentu saja itu bukan etika seorang jurnalis, sudah pasti nenek itu tinggal di sekitar kampusnya. Ia kemudian berlari ke pohon sebelum nenek itu sampai tanpa membunyikan hentakan kaki dan suara lainnya sedikit pun.

       Nenek itu berjalan dengan waspada, sudah pasti pandangannya buram karena lansia. Ia mulai meraba-raba tanah, kemudian menaruh piring besar itu. Nenek itu merogoh sakunya dan mengeluarkan tusukan yang terlihat untuk sate, tiga tusuk kayu itu kemudian di tancapkan ke tanah. Andi kemudian mulai membuat suara gaduh, ia tahu penghuninya tidak suka, tetapi itulah satu-satunya cara yang ia pikirkan sekarang.

       Ia dari menulis 'bebatuan' ke kertas kuning dan keluar melempar ke sekitar nenek tua itu, Andi harus berhati-hati juga dengan keselamatan nenek itu.

"Di….-MANA MAKANANKU!!" teriak Andi dan mulai mendekat sembari menggiring tombaknya.

Nenek itu ketakutan dan pergi.

"Me-mengapa!?" Beberapa penghuni itu mengeluh dengan Andi.

Andi terdiam berusaha menatap mereka dengan berani. "Kalian bisa bertahan hidup tanpanya"

Banyak jin yang menggerutu tidak jelas.

Salah satu jin melompat ke bawah ingin menendang kepala Andi.

Namanya menampar tubuh jin itu dengan ekornya, ia terlihat santai. "Langkahi mayatku dulu!"

"Ugh!" Jin itu segera bersembunyi bersama yang lain ke dalam kegelapan kampus.

"Apa tingkatmu di kampus ini?" Tanya Andi terheran, ini bukan kedua kalinya ia ditolong.

"Bisa dibilang ini rendah, seorang prajurit sekaligus penjaga portal" jawabnya malu-malu.

"Lalu kenapa kamu tidak menjaga portalnya?"

Namanya menatapnya dengan lesu. "Portal ada dimana dan kapan saja"

"Apa hanya itu saja? Memangnya apa yang harus kubantu dengan kak Ayu?" Andi masih bingung dengan apa yang ingin disampaikan naga itu.

"Bukankah kamu baru saja membantunya?" Tanya Namanya kembali tersenyum.

Andi mencerna pertanyaan itu sejenak. "Hanya karena kak Ayu 'pemalu'?" Ia tidak menyangka harus mengusir orang lain untuk seseorang yang jago sihir tetapi pemalu.

Namanya mengangguk cepat dan senang. "Karena ini sudah hampir tengah malam, aku akan memberitahu cara membacanya singkat"

Andi kemudian memberikan kertas itu.

Namanya membaca kertas itu cukup lama."Hmmm, sepertinya Ayu melupakan artinya. Apa kau punya pena?" Dia terlihat cukup paham dengan bahasanya.

"Tidak, tapi aku bisa menulisnya di ponsel" Andi merogoh sakunya dan mengeluarkan ponselnya yang tipis itu.

"Mulai dari pinggir kanan ya, aku akan menyebutkannya tanpa jeda karena ini mantra singkat." Ucapnya santai.

Andi bersiap-siap dengan jari-jemarinya untuk mengetik kilat.

"Air, cahaya, api, tanah, batu, lumpur, angin, petir, listrik, pasir, kayu, daun, tumbuhan, bayangan, awan…" Namanya terhenti sejenak. "....Darah?"

"Apakah itu termasuk sebuah Element?" Andi merasa aneh dengan 'darah' yang dimaksud, Ayu menulis kekuatan yang aneh.

"Aku sebenarnya belum pernah melihat dia menggunakan darah, jadi tidak terlalu yakin aku" dia berusaha mengingat. "Ah! Jin itu-, sekarang sudah tengah malam Andi, segeralah pulang"

Andi hanya mengangguk. "Baiklah, sampai jumpa" ia mengambil kertasnya kembali dan pergi dari kampus.

       Namanya terlihat aneh dan tidak ingin membicarakan 'jin' yang dikatakannya tadi. Banyak rahasia kampus Armonia yang tidak diceritakan oleh Ayu dan Namanya, Andi merasa sedikit kesal karena tidak diberikan cerita itu dan harus mencarinya sendiri.

Alunan Biola Mistis Di Armonia [ The End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang