Gerimis hujan dengan lantunan musik inggris di telinga sangat memuaskan bagi kalangan mahasiswa muda, terutama mahasiswa kutu buku yang kita kenal ini. Ia duduk di kursi samping jendela sembari membaca buku. Yang biasanya dia duduk di barisan tengah dan meja tepat titik tengah ruangan, sekarang Andi lebih memilih banyak berdiam dan membaca di dekat jendela. Bukan tanpa alasan, ia berusaha menghindari gangguan dari mereka secara verbal maupun fisik.
Di pagi yang menjelang siang gelap ini, tiba-tiba ada yang menghampiri Andi sembari membawa gelas berisi air. Andi menatap mahasiswi itu sejenak, empat mata saling bertemu. Wanita itu tersenyum licik dan melemparkan gelas berairnya ke jendela yang terbuka. Sayang sekali, gelas itu keluar, tetapi meninggalkan seluruh airnya ke lembaran buku tebal milik Andi. Tidak heran dengan kampus ini, mereka yang dewasa sering masih terlihat seperti di masa SMA.
"Ups, sorry ya!" Wanita itu terkikik dan berjalan kembali ke kumpulan teman-temannya yang sedang menertawakan Andi.
Andi tersenyum dan sedikit tertawa. Mereka mulai terang terangan ya? Ia masih bisa menahannya, untung saja buku itu bukan buku pelajaran yang penting.
Beberapa teman mereka merasa kesal dengan reaksi Andi, mereka akhirnya saling berbisik.
Sudah berapa minggu Andi seperti ini? Sepertinya tiga minggu mahasiswa yang dulunya ekstrovert ini menjadi banyak diam. Diam bukan karena terpaksa, melainkan ia sudah lelah menggunakan topeng untuk menyuapi semua informasi mereka ke dalam otaknya.
Dengan perasaan yang begitu membebani, ia merasa terjebak dalam siklus tugas-tugas yang menumpuk tanpa jeda. Setiap hari terasa seperti pertempuran tanpa akhir dengan pikiran maupun fisik, di mana keinginan untuk menyelesaikan studi terkadang terkubur di tengah-tengah tekanan yang terus bertambah. Andi ingin menjelajahi semua rahasia di seluruh penjuru dunia sebagai seorang jurnalis, tapi apa dayanya ia yang mulai terkadang melewatkan satu hingga dua tugas.
Karena buku terakhir yang ia bawa basah, akhirnya ia keluar dari ruang studio produksi. Ia menitipkannya kepada salah satu satpam penjaga parkir untuk dijemur hingga sore nantinya. Setelah cukup lama berkeliling sembari berusaha berpikir jernih lagi, Andi akhirnya pergi ke perpustakaan jurnalis.
Ia menggeser pintu kayu yang tua, sudah pasti tidak diganti karena suasananya seperti nostalgia. Cuaca dingin dan suasana sunyi, tetapi hangat membuat Andi mencari buku yang menarik. Ia menghirup bau buku-buku tua yang tersebar di seluruh bagian perpustakaan, bahkan hewan kecil seperti tikus juga tidak bisa berhenti membaui jika mereka tinggal disini.
Di lorong rak bagian musik, sampul buku-buku terlihat cerah dan penulisannya menarik. Ia mulai melihat satu-persatu bukunya, kebanyakan buku yang ia jumpai adalah lagu modern dan kumpulan kertas partitur. Di pertengahan rak panjang itu, matanya tertuju dengan satu buku yang berbeda. Ia mendekatinya, matanya tidak bisa mengalihkan ke buku lain.
Ia kemudian memeriksa buku tua ini. Halaman-halamannya begitu rapuh seperti buku puluhan tahun. Jika salah pegang, halaman berjamur dan rapuh ini bisa menjadi gumpalan serbuk kertas. Sampulnya hanya berwarna coklat bercampur hitam dengan judul "Kempalaning Sekar Sihir", Andi rasanya tidak asing dengan bahasa itu.
Memang tidak diketahui dua kata di judul bagian depan, hanya kata 'sihir' yang ia kenal. Apakah memang kampus Armonia sengaja menyediakannya? Andi berjalan memeriksa rak panjang itu kembali, hanya satu buku yang disediakan. Biasanya, sekitar lima hingga delapan buku yang sama dicetak.
"Umm, permisi" ucap seseorang di samping Andi.
Andi menatapnya terkejut, hampir saja ia menabrak orang yang membawa tumpukan buku setinggi leher. "Maafkan aku, bolehkah aku membantumu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alunan Biola Mistis Di Armonia [ The End ]
FantasyDi balik melodi indah yang dimainkan Andi, seorang violinis berbakat di UKM Musik di Universitas Armonia, ia harus menjalani ritual pemutaran instrumen magis untuk menyelamatkan kampus dari gangguan roh jahat. Namun, sebagai jurnalis yang harus ber...