8《♣︎》Masa Sebelum Kampus Dibangun

15 5 0
                                    

       Bulan menyinari kampus mereka yang suram, angin berusaha mendinginkan kepala Andi yang seperti menguap. Ia masih menjelajahi sistem dari aplikasi edit video, matanya tampak kelelahan sambil mengawasi lingkungan di bawah. Ia harus mengedit video sebuah kasus untuk tugasnya.

       Ayu meminum matcha latte sembari menuangkan warna di kanvasnya. Mereka memiliki tugas masing-masing, Ayu terkadang hanya memberitahu ada orang yang datang dan menyuruh Andi untuk mengusirnya. Lukisan miliknya seringkali diawali dengan abstrak, tetapi yakinlah bahwa hasil akhirnya selalu memanjakan mata seseorang.

      Bagian atap kampus sangat bagus untuk istirahat ataupun 'healing' jika di siang hari, tetapi tempat ini lebih baik untuk mengerjakan tugas terutama untuk Andi yang mudah terkejut. Walaupun di atap masih ada sedikit jin, mereka termasuk jin yang tidak terganggu dengan keberadaan makhluk lain sehingga tidak akan menyerang Andi. Asalkan tidak berkontak mata, Andi masih bisa fokus dengan layar laptopnya yang seperti cahaya ilahi.

"Omong-omong, apakah ada anggota sebelum kakak masuk?" Tanya Andi setelah menyerah dengan aplikasi edit-nya.

"Mungkin, aku langsung bertemu dengan Namanya" Ayu menuangkan cat cair ke palet kayunya.

"Apa yang terjadi saat itu?" Andi menutup laptopnya.

"Ia menolongku" kuasnya mulai menari di kanvas.

"Apakah kak Ayu sama sepertiku?" tebak Andi sedikit mengejek.

"Tidak, aku sudah disini sejak enam tahun"

Andi bingung. "Bukankah kakak masih semester tiga? Atau memang sejak SMP?"

"Sejak SMP"

"Lalu bagaimana cara kakak dan yang sebelumnya terpilih?" Ia ingin menggali informasi lebih dalam.

"Entahlah, kalau aku... memang ingin melindungi kampus ini" Ayu kemudian membereskan alat lukisnya.

"Kenapa kita yang harus dipilih?"

Ayu terdiam kemudian berbalik badan dan menatapnya.

Andi menyipitkan matanya menunggu jawaban.

Ayu menggeleng perlahan. "Setahuku…" ia kembali merapikan alat lukisnya. "Ini terjadi turun-temurun dari mahasiswanya"

"Turun-temurun? Hubungan darah?" Andi mulai merapikan tasnya.

Ayu menggeleng. "Maksudku, memang sengaja dipilih Namanya. Entah itu dengan alasan apa"

Itu tidak nyambung bagi Andi, perkataan Ayu membuatnya bingung. "Kenapa kakak ingin melindungi masyarakat dan kampus?'

Ayu berdiri sembari membawa tasnya. "Hei, bicarakan itu lain kali saja" ia mengangkat tangannya ke salah satu gerbang.

Seorang pria dengan pakaian bagus menendang dan memukul perisai itu, dia bukan orang kampus bahkan satpam.

Andi berdiri dan melihatnya. "Perlukah ku usir? Ia berusaha menembus perisai itu"

"Aku ingat dengannya, dia memberi sesajen untuk jin sekitar sini"

Andi terkikik. "Pantas saja!" Ia kemudian mengangkat tangannya lurus hingga 90⁰, berharap mendapatkan kertas kuningnya.

Ayu berpikir sejenak dan tersenyum paham kemudian memberinya kertas kuning. "Perlu pena? Kamu cukup mahir mempelajari bahasa"

Andi menggeleng kemudian menulis 'api' dan 'kayu kecil' di kertas kuning. "Itulah kemampuanku"

Kertas 'kayu kecil' mengeluarkan sebuah kayu kecil. Andi kemudian meletakkan kertas 'api' di kayu itu dan melemparnya ke orang syirik di gerbang itu, menurut Andi dan Ayu. Kayu itu terbakar bersama kertasnya.

"Kombinasi yang bagus, tapi bagaimana jika itu menyebar?" Tanya Ayu dengan senyum.

"Lihatlah, pakaian bawahnya terbakar dan dia memukul kayu itu kemudian lari ketakutan" jawab Andi sembari menulis 'tumbuhan panjang' di kertas kuning "kapan kamu akan menambahkan kosakata lagi?"

"Dalam waktu dekat, tunggu saja"

"Baiklah, aku pamit" tumbuhan yang panjang dan tebal keluar dari kertas dan menuruni gedung ke tanah, Andi meluncur dengan kakinya seperti berada di seluncuran air.

Ayu menatapnya di atas sembari melambaikan tangan.

       Tidak butuh waktu lama ia sampai kosan dan menempel dengan kasur. Ia memeriksa ponselnya, tugasnya tinggal satu, ia tersenyum lebar seperti melihat anak kucing. Tugasnya cukup mudah, tetapi ia sulit untuk berdiri dan mengambil laptop hanya untuk tugas yang deadlinenya masih jauh. Ia kemudian menutupi tubuhnya dengan selimut tebal, matanya berusaha untuk menutup.

        Ia mulai berangan-angan, mengapa bisa ada banyak jin di kampus. Ia terheran bagaimana cara jin yang beraktivitas layaknya manusia purba, sebagian jin juga memiliki akal. Mengapa ia terus ditimpa tugas tanpa henti, bagaimana cara menghilangkan semua tugas itu? Waktunya semakin terpotong banyak karena patroli, bukan berarti ia harus meninggalkan nyawa-nyawa yang entah tiba-tiba direnggut oleh makhluk yang bahkan nyawa itu tidak mengenalnya. Tapi mengapa kampus itu harus dilindungi? Cukup saja Namanya dan kawannya melindungi kampus itu bahkan jika tidak menggunakan perisai.

       Tapi kalau dipikirkan lebih dalam lagi, kenapa harus melindungi jin dan manusia? Ia bisa saja menikmati di dunianya untuk bersenang-senang, pertanyaan itu termasuk untuk semua pelindung di kampus itu. Untuk apa mereka mementingkan 'kemanusiaan' padahal mereka bukan manusia?

      Lupakan tentang tidur, mahasiswa ini masih penasaran dengan 'rahasia' kampusnya. Ia tidak peduli dengan omelan dosen 'killer' dan membuka laptop untuk memuaskan penasarannya. Ia membawa laptop itu ke mejanya, berusaha mencari posisi senyaman mungkin. Secara sukarela ia membuang waktu malam demi mencari informasi tentang sejarah kampus itu. Kakak tingkat pemalu dan naga biru itu masih menyembunyikan banyak informasi, mengapa seperti itu? Ia harus mengetahuinya agar bisa memanajemen waktu dengan tepat.

      Tanpa terasa cepatnya matahari ingin menyapa warga setempat, mata Andi baru tertutup dengan lega dan tubuhnya lemas semakin terjatuh ke dalam rajutan mimpi. Ia memeriksa alarm, masih ada waktu lima jam lagi sebelum kuliah.

       Berbagai website dan komunitas yang ia selidiki menjawab pertanyaannya dengan jawaban yang berbeda, tetapi ia hanya melakukan riset bukan berdiskusi.

      Sebelum kampus itu terbangun, ia hanyalah tanah yang tertancap banyak pohon lebat dan lebih luas. Anehnya ada beberapa batu besar tertata seperti benteng runtuh, itu bukan peninggalan kerajaan ataupun jejak buatan manusia. Artikel yang ia baca cukup kuno untuk zaman sekarang, terutama jurnalis dari artikel itu sering mengaitkan cerita-cerita rakyat. Beberapa kalimat seperti subjektif, itu membuat Andi sering ragu-ragu dengannya karena itu bukan etika jurnalis.

      Masyarakat saat itu juga memiliki pendapat yang sama dengan jurnalis, kebanyakan cerita rakyat hasil wawancara selalu sama. Mungkin itu terlihat seperti sebuah hutan kecil, mereka berusaha meyakinkan jurnalis agar berhati-hati dengan tempat itu. 'katanya' hutan itu merupakan sebuah kerajaan yang termasuk kecil bagi para jin, tetapi kerajaan itu ada sesuatu yang bisa membuatnya bertahan terus bahkan dalam serangan manusia. Sayangnya, tidak ada informasi sedalam ini dalam pencarian Andi sehingga ia tidak tahu cerita selanjutnya.

      Rajutan mimpi informasi itu terputus oleh alarm alam, hewan itu berkokok lebih keras daripada suara alarm milik Andi sendiri. Sialnya dia harus bertemu dengan ayam yang ada di depan jendelanya, ia menyesal saat dulu memilih kamar berjendela. Ia kemudian mengangkat kepalanya dan meregangkan semua tulang yang memungkinkan. Setelah cukup mengumpulkan ruh di atas, ia segera bersiap untuk ke kampus. Semua berjalan lancar hingga jam patroli berakhir, Andi merasa menyesal karena hari ini tidak ada orang yang masuk ke kampus. Ia berfikir sepertinya harus berinteraksi dengan para jin berakal, ia berharap ketakutan dan kejijikannya tergantikan informasi yang sangat berguna.

Alunan Biola Mistis Di Armonia [ The End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang