Di tengah jalanan yang sepi, di antara gang-gang kecil, tawuran terjadi.
Segerombol anak remaja saling terlibat perkelahian. Masing-masing dari mereka memegang senjata tajam dalam genggamannya yang siap digunakan kapan saja.
Botol bekas air keras dan batu-batu terlempar ke udara, mengancam siapa pun yang berani mendekat. Tetesan darah segar mengotori aspal jalanan, menyatu dengan tanah dan debu. Menjadi bukti seberapa bar-bar hal yang mereka lakukan.
Sementara itu, di pinggir area tawuran, Devon berdiri tegak diantara kedua temannya yang berada di kanan kiri. Wajahnya serius tanpa ekspresi, menghiraukan suara teriakan dan decitan peraduan senjata yang terdengar di sekitar. Dia hanya fokus memperhatikan pertarungan yang terjadi di tengah kekacauan.
Tanpa seorangpun tau, di balik wajahnya yang terlihat datar, Devon sebenarnya sedang memutar otak ketika dia menyadari kalau pihaknya terdesak. Meskipun jumlah pasukan kedua belah pihak sama rata, tapi perbedaan cara bertarung terlihat sangat kentara. Anggotanya mulai dikalahkan satu persatu, sementara pihak musuh tidak juga mengalami penurunan yang signifikan.
Devon mulai gelisah. "Kalo kita kalah gimana?" tanyanya berbisik.
Yasa mendengar. "Gapapa, Devon. Kontrol diri lo, oke!" katanya menenangkan.
Devon mencoba tetap tenang. Berulang kali dia menarik napas dan mendoktrin dirinya sendiri bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
"Dia dateng" Noval mendesis pelan.
Mendengar itu, Devon langsung kembali fokus pada apa yang tengah terjadi di depannya. Kepalanya mendongak, melihat kalau ternyata orang yang dimaksud oleh Noval adalah Fatah, ketua Sinister, orang yang menjadi musuh utamanya.
Secara serentak mata Yasa, Noval, dan Devon menatap fokus pada langkah Fatah yang mendekat ke arah mereka. Dilihat dari sorot matanya, mereka sudah siap untuk bertarung.
"Sekarang mau gimana?" tanya Yasa pada Devon.
"Lo berdua urus cowok yang di belakangnya itu, biar gua yang lawan Fatah!" Devon memberi arahan, melirik pada kedua temannya yang mengangguk sekilas, kemudian mengibaskan tangannya sebagai kode. "Maju!" titahnya.
Devon berjalan tegap, menyeret celuritnya di tangan kanan, menatap tajam pada targetnya. Langkah kaki Devon perlahan berubah menjadi cepat seiring dengan jaraknya yang semakin dekat dengan Fatah.
"Woyy!!" jerit Devon yang langsung mengayunkan sajam yang dia pegang untuk menyerang.
Diluar perkiraan, Fatah refleks mundur, membuat serangan Devon meleset.
"Punya nyali juga lu nyamperin gua kesini" sindir Devon dengan nada sarkas, menatap Fatah yang menjadi lawannya.
Fatah mendengus remeh, raut wajahnya kembali mengeras dengan sorot tajam memandang Devon yang berdiri dengan sangat angkuh. "Akhirnya ketemu juga. Kemana aja bos? Gua dari tadi nyariin lu loh. Atau lu dari tadi lagi ngumpet?" ejeknya.
"Anjing lu," umpat Devon yang mulai tersulut emosi.
Entah siapa yang memulai, tapi Fatah dan Devon sudah saling beradu senjata. Awalnya pertarungan mereka terasa imbang, tapi karna perbedaan teknik bergerak, membuat Devon sedikit kewalahan mengimbangi serangan dari Fatah.
Devon menggeram kesal karena semakin merasa tertekan. Setiap serangan yang dilemparkan oleh Fatah memaksa Devon untuk bergerak mundur. Dengan hati yang panas karena marah, Devon terus mengayunkan sajamnya, mencoba menjangkau lawannya dengan gerakan yang membabi buta, berusaha keras mempertahankan diri. Namun, setiap serangannya mampu ditangkis oleh Fatah dengan gerakan yang teratur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Innocence [END]
Teen FictionSinister Series : 2 Sebelum membaca cerita ini, disarankan untuk melihat bio di profil lebih dulu!! Devon Abimana, ketua dari geng Alter, bertemu dengan Arson Juliard, yang merupakan anggota geng musuh. Arson yang saat itu tergerak membantu Devon me...