8 Secuil yang namanya harapan

166 24 1
                                    

SUDAH beberapa menit berlalu dan Wira masih diam sambil menatap layar ponselnya. Dalam posisi duduk di jok motornya yang masih terparkir di area parkir minimarket, sembari sesekali meneguk air mineral kemasan botol yang baru saja dia beli.

Berkali kali dirinya menghela nafas, terkadang menghembuskannya seperti saat meniup sebatang rokok, menandakan bahwa sesuatu yang dipikirkan sekarang ini sangat membebaninya.

"Sialan. Gue cancel aja kali ya?" Umpatnya.

Beberapa waktu lalu, saat sedang bersantai setelah rampung mereparasi motor milik salah satu customer bengkelnya, seorang temannyaㅡyang kebetulan berada disanaㅡyang berprofesi sebagai driver ojek online bilang bahwa mendadak ada urusan setelah terlanjur menerima pesanan. Wira yang memang menganggur menawarkan diri untuk menggantikan dan langsung disetujui oleh temannya itu. Maka jadilah setelah melakukan log in dan verifikasi, Wira langsung berangkat menuju lokasi penjemputan yang tertera di layar ponselnya.

Namun sekarang, saat sudah setengah perjalanan, Wira malah bimbang. Pasalnya, lokasi penjemputan pelanggan adalah tempat yang sebisa mungkin Wira hindari.

Universitas Jayawijaya. Walaupun dia pernah kesana sekali dua kali sebab ada urusan, itupun karena darurat.

Lagipula, kalaupun Wira membatalkan pesanan ini, temannya tidak akan mengalami kerugian apapun karena tadi Wira diberi hak untuk mengambil keuntungan dari perjalanan yang dilakukannya.

Anjing, cancel ajalah.

Saat jempolnya sudah hampir menyentuh opsi pembatalan, sebuah pop up notifikasi dari fitur pesan aplikasi muncul. Rupanya dari pemesan jasa.

|sy yg pakai varsity merah putih ya mas☺️
|pasti lgsg tau, disini yg punya jaket begini cm sy

Kening Wira mengerut. Hatinya kembali bimbang. Kalau sudah begini, mau mengajukan pembatalan pun dirinya tidak tega. Sangar sangar begini, Wira masih punya sisi lembut tahu.

"Alah tai."

👌🏻|


Akhirnya setelah melalui pergolakan batin yang cukup sengit, Wira memutar kunci pada stopkontak, menyalakan mesin dan melajukan motornya keluar dari area minimarket menuju titik penjemputan. Dia memutuskan untuk tetap jalan walaupun setengah ragu.

Universitas Jayawijaya hanya berjarak sekitar satu kilometer dari minimarket. Walaupun dekat, Wira tetap mengatur kecepatannya diatas lima puluh kilometer per jam karena merasa kalau waktunya banyak tersita sebab kebimbangannya tadi. Dia harus sampai secepat mungkin kalau tidak ingin pelanggan memberi ulasan buruk di akun temannya. Kalau sampai terjadi, entah apa Wira masih punya muka untuk bertemu sang teman.

Melewati satu belokan terakhir sebelum sampai tujuan, Wira sedikit memperlambat laju motor ketika matanya melihat rambu yang mengisyaratkan agar pengendara mengurangi kecepatan kendaraannya ketika melewati area kampus, sambil matanya meneliti dengan jeli satu persatu pejalan kaki, barangkali ditemukannya pelanggan yang memesan jasanya.

Tetapi dari jarak seratus meter ketika mata Wira menangkap presensi seorang cewek dengan rambut dikuncir kuda dan jaket varsity berwarna merah putih seperti deskripsi, dia malah menghentikan motornya spontan mendapati sosok yang diduga pelanggannya itu adalah Yesicha, cewek yang tempo hari mengobrol dengannya di bengkel saat hujan.

Dan yang memberinya kertas nota dengan ID Line juga.

Wira menghela nafas. Padahal kemarin keputusannya untuk menitipkan kertas nota itu kepada Yosef untuk dikembalikan kepada Yesicha alih alih memfotokannya demi memutus potensi terbangunnya relasi yang tidak perlu itu rasanya sudah benar, tetapi sepertinya Tuhan memang ingin sekali mereka saling mengenal.

404 PAGE NOT FOUND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang